REFLEKSI 84 TAHUN SUMPAH PEMUDA MEMPERTANYAKAN KOMITMEN KEBANGSAAN PEMUDA INDONESIA


Di antara beragam elemen bangsa, kaum muda merupakan elemen terpenting dalam mengupayakan terwujudnya cita-cita bangsa. Bukan hanya karena kaum muda akan menjadi penerus generasi masa depan, tetapi karena faktor kesejarahan bahwa setiap momentum perubahan, pemuda selalu menjadi pelopor di garda terdepan. Kita lihat dalam historiografi Indonesia, cikal bakal kelahiran negara-bangsa Indonesia berhutang besar pada peran generasi muda.

IMAM AHMAD BIN HANBAL


BIOGRAFI IMAM AHMAD BIN HANBAL
Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn Asad Ibn Idris Ibn Abdullah Ibn Hasan al-Syaibaniy. Ibunya bernama Syarifah Maimunah binti Abdul Malik Ibn Sawadah Ibn Hindun al-Syaibaniy, jadi baik dari pihak ayah maupun ibu, Imam Ahmad bin Hanbal berasal dari salah satu kabilah yang berdomisili di semenanjung Arabia. Imam Ahmad bin Hanbal lahir di Baghdad pada bulan rabi’ul awal tahun 164 H/780 M. Ayah dan ibunya sebenarnya berasal dari kota Marwin wilayah Khurasan, tetapi dikala ia masih dikandungan, ibunya pergi ke Baghdad dan di sana beliau dilahirkan.
Imam Ahmad bin Hanbal adalah imam yang keempat dari fuqaha Islam. Ahmad bin Hanbal adalah seseorang yang mempunyai sifat-sifat luhur dan budi pekerti yang tinggi. Garis Silsilah Ahmad bin Hanbal bertemu dengan keturunan Rasulullah SAW. Pada Mazin ibn Muadz Ibn Adnan. Ibnu Hanbal dikenal sebagai seorang yang wara, zuhud, amanah, dan sangat kuat berpegang pada yang haq, ia hafal al Qur’an dan mempelajari bahasa, belajar menulis dan mengarang ketika berusia empat belas tahun. Ia hidup sebagai seorang yang cinta menuntut ilmu dan bekerja keras, sehingga ibunya merasa kasihan kepadanya. Bahkan diceritakan ia pernah ingin keluar untuk menuntut ilmu sebelum terbit fajar, namun ibunya meminta agar ditunggu saja hingga orang-orang bangun tidur. (Huzaimah Tahido Yanggo. 137).

MANAJEMEN ORGANISASI & KEPEMIMPINAN


Tulisan ini hadir dari obrolan ringan bareng beberapa sahabat di Semanggi Institute. Di tengah suasana selesainya prosesi KONFERCAB PMII CIPUTAT yang kemudian disusul agenda RTK PMII KOMFAKTAR, berangkat dari celetukan-celetukan aneh sahabat-sahabat sampe obrolan ngalor ngidul tentang manajeman organisasi dan kemampuan memimpin organisasi. Selain dari hasil obrolan, biar terkesan ilmiah, karena di ruang depan tempat ngobrolnya ada rak buku, tulisan ini juga dilengkapi beberapa kutipan dari para ahli yang membicarakan tentang manajeman organisasi dan kepemimpin.

Posisi manusia dalam Islam di anugrahi gelar mulia yaitu “khalifah”. Sementara fungsi dan tugas manusia sebagai seorang khalifah sejatinya adalah bagaimana seorang manusia bisa memakmurkan bumi. Karena dalam konteks manusia sebagai khalifah, manusia diposisikan sebagai wakil Tuhan di bumi yang bertanggung jawab untuk memakmurkan dan menjaga keberlangsungan hidup seluruh makhluk yang ada di bumi.

Konsep Taubat dalam Persfektif Tasawuf

Peradaban dunia dewasa ini tengah dihadapkan pada kehidupan dunia modern, di mana penekanan individual dan rasionalisme-empiris serta sikapnya yang sangat agresif terhadap kemajuan menjadi salah satu ciri masyarakat yang paling menonjol. Harus diakui bahwa modernisme telah memacu perkembangan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Namun pada saat yang sama, modernisme menggiring manusia memasuki masa-masa krisis bagi kualitas kemanusiaannya.

Hal ini, ditandai dengan fenomena perilaku dan pola pikir manusia yang semakin menjauh dari eksistensi kemanusiaannya. Nilai-nilai kemanusiaan telah banyak diabdikan dan dikorbankan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Supremasi rasionalisme, empirisme, positivisme dan pragmatisme tampil dengan gagahnya, seraya dianggap telah berhasil menggeser dogma agama. (Nurcholis Madjid, 2000. 97)

Menjadikan Kritik Sebagai Hal Positif

Kritik atau yang biasa juga sebagai umpan balik (feed back), merupakan suatu pesan yang disampaikan oleh seseorang dalam komunikasinya dengan orang lain. Kita sendiri terkadang tanpa sadar memberikan kritik dalam percakapan dengan orang lain. Pada umumnya kritik cenderung tak ingin kita dengar. Kita biasanya akan terganggu, sakit hati, atau bahkan bias mengancam identitas kita. Karena itu, wajar jika kadangkala kritik diabaikan oleh penerimanya.

Bagi sebagian kalangan nampaknya kritik lebih banyak disikapi secara defensif, dengan mengatakan membuatnya kurang produktif dan kurang percaya diri. Saya juga memandang tepat jika ada pandangan yang mengatakan bahwa lebih baik banyak memuji dari pada mengkritik dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial kita. Namun, sebaiknya kita tetap perlu mempertimbangkan bagaimana memanfaatkan dan caranya memberi kritik yang membangun, agar tak sampai terjadi masalah yang berlarut.

Menurut Karen Wright (Psikology Today April 2011), apabila diberikan dengan tepat, umpan balik merupakan hal penting untuk bernegosiasi dalam mencapai relasi sosial yang baik. Seperti kita ketahui, pembelajaran yang kita peroleh dalam hidup sebagian besar terletak pada bagaimana “kita mengenali, menganalisis, dan menerima kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan”. Hal tersebut bisa kita dapatkan dari kritik yang kita terima dari orang lain.

Jika seorang teman menilai kita dalam hal penampilan, bisa dilihat dari opininya saja sehingga tak masalah jika kita abaikan. Tetapi dalam hubungan yang lebih intim, pendapat adalah segalanya. Jika seseorang memberitahu bahwa ia merasa belum pernah didengarkan atau kurang dihargai, pasti ada masalah. Meskipun anda mungkin merasa telah mendengarkan dan menghargainya dengan baik, oleh karenanya memberikan umpan balik dalam sebuah komunitas bisa menjadi masalah sensitif yang spesifik.

Sementara itu, ada perbedaan antara kritik yang diarahkan pada hal-hal yan sifatnya eksternal (seperti cara mengemudi, gaya berpakaian, dll) dan umpan balik yang pada dasarnya merupakan ungkapan kerinduan, kemarahan, atau keluhan mengenai kondisi suatu relasi. Jika yang pertama dapat dianggap berorientasi pada tugas, yang kedua mungkin berorientasi pada permintaan, karena biasanya menyelubungi keinginan akan sesuatu, seperti ingin banyak berbagi atau membutuhkan rasa aman.

Semisal, dalam analogi suatu kasus, jika ada seorang pasangan yang mengucapkan “kamu terlalu mementingkan kantormu atau temanmu dan sebagainya”, bisa berarti “bisakah kita lebih sering bersama?” atau “saya kurang mendapat perhatianmu”. Begitu juga dalam ranah organisasi publik dan civil society. Dalam hubungan yang lebih intim, kedua jenis kritik tersebut bisa menyatu, membuat beragam argumentasiyang saling campur aduk dan tidak produktif. Kita perlu mengetahui apakah kita sedang mengkritik cara seseorang melakukan sesuatu atau sedang mengekspresikan kebutuhan mendasar, ketakutan, atau keinginan kita. Selain itu kita perlu mengingat, kunci keberhasilan bagi penerima kritik adalah lebih peka untuk mendengarkan perasaan dibalik tuntutan untuk berubah. Karena Percakapan akan berhasil jika setiap pihak bisa saling mendengarkan dan memahami sehingga dapat berakhir dengan kepuasan.

Menjadi pendengar yang baik menurut Komaruddin Hidayat, berkaitan dengan makna dan pesan yang tersimpan di balik suara atau di antara kata-kata. Ini diperlukan pelatihan dan kesiapan mental bagi penerima kritik/umpan balik serta ketulusan untuk menerima dan menghargai orang lain yang mengkritiknya.  

Kemudian Karen Wright (2011) memberikan 8 buah aturan untuk kritik yang efektif, yaitu:
1.        Selalu memulai dengan pertanyaan, misalnya “menurut kamu bagaimana kamu melakukannya” ?. cara demikian membuat penerima kritik merasa ikut memiliki masalah dan merasa dilibatkan.
2.       Jangan pernah memberikan  kritik, kecuali jika diminta. Umpan balik negative yang tidak di inginkan hanya akan menimbulkan gangguan dan akan di abaikan.
3.       Pastikan anda terlihat memiliki kewenangan untuk memberikan umpan balik yang korektif. Kritik dari seseorang yang dipandang tidak berwenang atau kurang kompeten akan menimbulkan resistensi (perlawanan). Paling tidak seseorang kritikus adalah seseorang yang dapat ditiru untuk prilaku yang dikritiknya.
4.      Bedakan kritik sebagai tuntutan untuk berubah yang merefleksikan kebutuhan kita atau kritik yang pald tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu. Misalkan kita perlu memahami bahwa ucapan “kau terlalu menuntut” sebenarnya berarti “saya berharap saya merasa lebih diterima.
5.       Jangan pernah memberikan umpan balik ketika anda marah. Kemarahan akan mengasingkan pendengarnya, lebih produktifnya bila kita mengekspresikan kekecewaan.
6.      Kenali dengan siapa anda berbicara. Seseorang yang sangat mencintai dirinya sendiri, akan memandang setiap kritik sebagai serangan terhadap pribadinya, rasa tak aman akan meruntuhkan semua harga  dirinya.
7.       Kenali juga diri sendiri. Jika anda relative tidak sensitive terhadap kritik, kendalikan untuk menjadi langsung saat menyampaikannya.
8.      Lebih baik berharap munculnya sikap defensif sebagai respon pertama, sedangkan perubahan mungkin akan datang kemudian.

Dengan demikian adanya kritik dalam relasi sosial menjadi suatu hal yang lumrah terjadi, yang terpenting adalah bagaimana kita baik dalam saat kondisi sedang memberikan atau menerima umpan balik memandang bahwa hal ini sebagai upaya positive menuju kondisi dan untuk memfasilitasi kepentingan bersama.

Wallahul Muaffiq Illa Aqwamithariq
Wassalamu’alaikum Wr.Wb





Paradigma Pendidikan Multikultural H. A. R. Tilaar*

Henry Alex Rudolf Tilaar, lahir dan dibesarkan dari darah seorang guru yang berjiwa nasionalis dan keluarga yang sederhana di desa yang cukup relatif terpencil di tepi Danau Tondano di Sulawesi Utara. Sebagai  pendidik, orang tua Tilaar selalu memberi dukungan, menyemangati-Nya untuk terus belajar dan terus berproses mengikuti jenjang pendidikan. Namun, apa yang sudah saya capai saat ini, ungkap Tilaar, lebih didasarkan pada dorongan pribadi (kemauan) yang tertanam di jiwa saya untuk fokus dalam mengembangkan studi pendidikan, khususnya pendidikan di Indonesia. Karena itulah saya menempuh studi lebih terkonsentrasi pada bidang pendidikan, berusaha konsekuen terhadap apa yang saya pikirkan, dan kemudian saya letakkan setiap pemikiran saya itu dalam bentuk karya.
Selama menempuh jenjang studi, aktivitas H.A.R. Tilaar semuanya difokuskan untuk mengajar sebagai guru Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Atas (SMA) hampir 5 tahun di Bandung, dan menjadi dosen di perguruan tinggi sampai saat ini.

Apa yang menjadi motivasi Bapak dalam penulisan karya?
Saat melihat kondisi pendidikan yang terjadi di negeri ini, berdasarkan pada apa yang sudah saya alami saat berproses dalam menempuh jenjang studi, dan yang sudah saya jalani selama menjadi guru, maka ini yang menjadi acuan saya dalam menuliskan karya. Dan ternyata buku-buku saya juga menjadi koleksi dari Life of Congress di Amerika Serikat tentunya menjadi studi tersendiri. Sehingga saya diberikan penghargaan Distinguished Alumni Award dari universitas tempat saya belajar.

Pemberian penghargaan tersebut sebetulnya sudah di mulai sejak tahun 1977. Pada waktu itu tahun 2009 lalu, ada tiga orang yang dianugerahi penghargaan tersebut, yang pertama itu, Dr. Young Hwan Kim dari Korea Selatan yang dinilai telah membantu pengembangan e-learning melalui televisi di Korea Selatan dan juga di Asia melalui APEC, Kedua Dr. Joseph J. Russell yang telah memainkan peran penting dalam pengembangan pendidikan masyarakat African-American di Amerika Serikat, dan yang ketiga saya dari Indonesia.

Penghargaan yang diberikan ketika saya sudah 40 tahun tamat dari sekolah tersebut. Yang katanya mereka juga mengikuti pemikiran-pemikiran saya melalui internet. Lalu pertanyaannya, kenapa saya mendapatkan penghargaan tersebut? Karena saya meletakkan prinsip pendidikan nasional itu pada kebutuhan anak Indonesia, bukan kebutuhan yang lain. Oleh karenanya, saya menentang sekolah yang bertaraf Internasional yang menggunakan kurikulum asing yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak Indonesia. Hal ini hanya buang-buang uang tanpa konsep. 
Kritik ini juga saya lontarkan pada saat dikeluarkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 (UU SISDIKNAS), dengan mengadakan seminar di Harvard University yang mengupas tentang bagaimana membangun satu pendidikan nasional, tapi hal ini tidak diperhatikan oleh bangsa kita, akan tetapi saat salah satu konsultan pendidikan dari Inggris mengeluarkan kritik terhadap masalah ini, seolah menjadi heboh. Nah, pertanyaannya adalah apakah ini yang menjadi mentalitas bangsa kita? Kalau orang Indonesia yang berbicara itu tidak didengar tapi saat orang bule (asing) yang memberikan opsi ini baru didengar, aneh bin ajaib inilah mentalitas bangsa ini. Lima tahun yang lalu sudah saya peringatkan, kaji kembali apakah sudah benar jalan pendidikan bangsa ini.
Sebagai seorang pendidik, kebijakan apa yang telah Bapak tekankan? (Ketika menjabat sebagai guru, dosen, dekan, dan birokrasi pemerintahan).

Melakukan reorientasi dari pendidikan nasional itu sendiri yang kita terapkan, yaitu dengan tetap mengacu pada desentralisasi, tetapi ada peran terbatas mengenai biaya dan lain-lain. Dalam konteks kekinian, bagaimana memberdayakan sekolah-sekolah dengan aturan bagus yang disebut dengan KTSP yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Seharusnya sekolahlah yang mengembangkan KTSP dan hal inilah juga yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah. Begitu juga dengan peran perguruan tinggi baik di kota-kota maupun di daerah. Sedangkan kuncinya adalah guru. Bagaimana guru membuat kurikulum yang cocok dengan daerahnya (potensi daerah), bukan diarahkan untuk bisa berbahasa Mandarin, Jepang, dan sebagainya. Jadi, pendidikan kita ini sebenarnya adalah proses pembodohan rakyat, bukan mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

Inovasi pendidikan yang Bapak inginkan?
Membangun sebuah bangsa Indonesia yang besar seperti yang dicita-citakan dalam Revolusi 1945 dan yang sudah kita sepakati dalam Sumpah Pemuda 1928. Bangsa ini yang dibangun dengan darah dan air mata dari pemuda-pemudi kita sejak tahun-tahun permulaan abad 20. Kebangkitan nasional Indonesia yang ditandai dengan lahirnya Budi Utomo, gerakan taman siswa yang dipelopori Ki Hajar Dewantara, serta Sumpah Pemuda yang dipelopori oleh mahasiswa Indonesia. Sudah selayaknya kita selaku generasi bangsa ini, meneruskan jejak perjuangan mereka untuk membangun kembali bangsa Indonesia yang cerdas bukan yang cerdik sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Mohammad Hatta.

Makna pendidikan multikultural menurut Bapak ?
Manusia itu lahir dalam lingkungan dan kebudayaannya sendiri, dan tidak bisa dia menghilangkannya, karena itulah budaya manusia sendiri itu harus dirawat, bukan berarti nasionalisme menjadi hilang karenanya, tapi ternyata manusia ketika pada kebudayaannya, akan terus menapaki orientasinya yang lebih luas mengikuti perkembangannya secara dinamis. Seperti ilustrasi, Anda lahir di bogor berarti orang Sunda, orang Sunda ini lahir dengan budaya Sundanya, bukan budaya Jawa dan bukan budaya Manado. Tetapi budaya Sunda ini diarahkan pada budaya yang lebih abstrak dalam buku saya dijelaskan seakan-akan berbentuk piramida terbalik, kalau mula-mula diturunkan urutannya adalah kekeluargaan, kultur (suku sendiri), lama-kelamaan naik tingkat dan orientasinya menjadi lebih tinggi, lebih luas, yang lebih tinggi itu adalah ke-Indonesia-an. Dari kesundaan itu Anda hanya akan mengetahui akan Bogor saja dan terikat pada kesundaannya. Tetapi, kita sepakat dengan Sumpah Pemuda bahwa kita itu adalah Indonesia. Indonesia yang berakar pada sub-budaya yang ada, itulah keindahan dari Indonesia.

Lalu, bagaimana kita menaiki orientasi yang lebih luas itu ?
Melalui pendidikan multikultural. Dengan menaiki tingkat yang lebih tinggi maka kita akan mempunyai orientasi yang lebih luas yaitu ke-Indonesia-an. Untuk itu multikulturalisme harus dilengkapi dengan apa yang saya sebut dengan meng-Indonesia, sebab menurut saya Indonesia itu adalah suatu proses. Itu harus kita peroleh melalui pendidikan nasional, pendidikan rakyat, untuk menjadi bangsa Indonesia, bukan sudah jadi.

Pada tahun 2007 ada tiga buku yang terbit, pertama yang dieditori oleh Komaruddin Hidayat mengenai Islam bagaimana Indonesia menjadi satu pada zamannya, kedua mengenai sejarah timbulnya Indonesia oleh simbolon dan yang ketiga Tilaar dengan melalui proses pendidikan untuk menjadi Indonesia. Misalnya: bagaimana meninggalkan rasa kesukuan yang sempit menjadi ke-Indonesia-an, maksud dari buku “meng-Indonesia yang saya tulis. 
Kalau saya berpendapat dalam buku itu, tidak menghilangkan identitas suku, karena bagaimanapun orang Sunda sifat kesukuan (kesundaannya) akan tetap melekat, akan tetapi semakin diperhalus karena adanya suku-suku yang lain.  Jadi dengan adanya suku-suku yang lain akan memberikan indeks terhadap pembentukan pribadi kita sebagai identitas suku.
Oleh karena itu, multikulturalisme merupakan sesuatu yang indah untuk Indonesia. Kalau kita berhasil maka kita akan menjadi contoh dunia, antara lain kita bisa melawan apa yang disebut globalisasi tanpa arah, globalisasi yang banyak dikupas oleh para ahli mengenai polemiknya.
Globalisasi antara lain yang dikendalikan oleh modal-modal usaha. Contoh: di mall-mall sekarang banyak terlihat toko-toko yang merupakan cabang-cabang dari negara lain, seperti: Paris, New York, Tokyo. Mengapa demikian itulah yang disebut dengan modal multinasional yang mendikte kita.
Perdagangan bebas yang dimotori WTO pada tahun 2015 nanti, akan diberlakukannya perdagangan bebas ASEAN. Kalau kita tidak siap dan kuat bersaing maka kita akan tergilas oleh negara-negara kuat. Inilah nasib bangsa kita yang dikendalikan oleh Multinational Corporation, korporasi internasional yang memiliki modal besar.
Bagaimana penerepan pendidikan multikultural di Indonesia ?
Implementasi pendidikan multikultural haruslah menyangkut ke dalam semua aspek kehidupan termasuk agama dalam kehidupan sehari-hari. Karena setiap suku bangsa mempunyai keunggulan masing-masing untuk dikembangkan kemudian disumbangkan pada bangsa Indonesia. Seperti budaya sunda mempunyai cara-cara yang halus yang kemudian bisa disumbangkan untuk ke-Indonesia-an, begitu juga dengan agama bukan untuk gontok-gontokan, tetapi saling menghargai keyakinan yang berbeda. Semua aspek itulah yang harus kita kembangkan untuk ke-Indonesia-an. Begitu juga dengan 4 pilar kehidupan nasional kita, yaitu: Pancasila, UUD 45, NKRI & Kebhinekaan yang harus ditanamkan sejak muda.

Bagaimana gagasan Bapak tentang kurikulum pendidikan multikultural ?
Kurikulum pendidikan multikultural itu berisikan ajaran bagaimana menumbuhkan sikap toleran dari warga masyarakat agar supaya mengakui akan pluralisme dalam masyarakatnya, antara lain dalam rangka upaya untuk mengurangi gesekan-gesekan atau ketegangan yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan di dalam masyarakat. Dan bagaimana mereduksi berbagai jenis prasangka negatif yang secara potensial hidup dalam masyarakat plural.

Mengenai rancangan kurikulum pendidikan multikultural, kita juga harus melihat otonomi pendidikan yang diberikan kepada daerah, sejalan dengan otonomi daerah yang sekarang sedang berlangsung, maka daerah masing-masinglah yang mempunyai kewenangan menyusun kurikulum pendidikan multikultural yang dibutuhkan oleh masyarakatnya, karena kondisi sosial dan budaya di masing-masing daerah tentunya berbeda. Untuk itu, kurikulum multikultural harus didesain sesuai budaya daerahnya dan diarahkan pada budaya nasional. KTSP yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat bisa kita jadikan pegangan dalam merancang kurikulum pendidikan multikultural yang sesuai dengan daerahnya masing-masing. Yang harus kita pahami pendidikan multikultural bukan berarti disusunnya mata pelajaran pendidikan multikultural, melainkan kurikulum pendidikan multikultural harus menjiwai semua mata pelajaran dalam lembaga pendidikan baik formal maupun informal.
Bagaimana pandangan Bapak tentang sistem pendidikan nasional ?
Mengenai sistem, jika kita lihat SISDIKNAS sudah nyelonong terkesan tidak mempunyai arah untuk dibawa ke mana pendidikan nasional bangsa kita ini. Contoh saja: Sejak reformasi orang tidak lagi berbicara mengenai pancasila, sejarah nasional, akan tetapi orang lebih banyak berbicara mengenai ujian nasional dengan beberapa mata pelajaran yang menentukan nasib anak. Hal ini yang saya kritik dalam buku yang saya tulis Standarisasi Pendidikan Nasional, ini jelas menghancurkan kepribadian anak. Karena arahannya hanya terorientasi pada fulus saja. Kita menggunakan standarisasi tapi rakyat tidak dijelaskan apa itu standar, yaitu standar yang kita gunakan adalah standar negara-negara maju. Bambang Sudibyo (Mantan Menteri Pendidikan) mengatakan bahwa standar yang dipakai adalah mengikuti negara-negara maju, standar Organization Economic Development (OECD).

Bagaimana kita membangun pendidikan bangsa ini dengan mengikuti standar tersebut, kenapa tidak melihat dari bawah, coba lihat pendidikan pedalaman Kalimantan sana atau di daerah-daerah pedalaman bagian selatan, apakah perangkat-perangkat di sana sudah bisa berjalan untuk menjalankan standar tersebut.
Apa harapan Bapak untuk pendidikan nasional Indonesia  ke depan?
Memiliki tujuan dan arah yang jelas, mempunyai konsep serta mempunyai pemimpin yang tegas. Saya pribadi sekarang merasa tidak memiliki pemimpin yang tegas sehingga menimbulkan kesan tidak memiliki arah yang jelas, yang menurut Gus Solah (KH Sholahuddin Wahid) adanya pemerintah atau tidak itu sama saja, bahkan  Syafii Ma’arif lebih pedas mengeluarkan kritiknya bahwa kita tidak mempunyai presiden lagi.

Mengenai struktur Kemendiknas harus direorientasi meski hal ini sensitif, saya melihatnya terlalu banyak dimasuki oleh politik. bahkan ada NGO yang mempersoalkan akan performance beberapa kementerian seperti; (Keuangan, BUMN, Kemendiknas, dan Kemenag) mengenai kegagalan pengelolaan departemen tersebut. Kalau saya melihat birokrasi itu terlalu banyak dicekcoki oleh partai-partai jadi meskipun tidak mempunyai kemampuan dalam bidangnya, dia dapat menempati posisi strategis. Misalnya saja latar belakang mantan menteri dan menteri pendidikan sekarang, saya tahu betul bagaimana backround pendidikannya, tapi karena support dari partai dia dapat menduduki posisi jabatan tersebut. Ini juga terkait dengan masalah profesionalisme yang harus ditegakkan dalam struktur Kementerian Pendidikan Nasional, kalau kita lihat kenapa bukannya Prof. Azra yang menjadi menteri padahal beliau selain sebagai dosen tamu di Australia juga sudah diakui kapasitasnya secara Internasional. Secara kasat mata, dari hal ini bisa kita lihat bahwa profesionalisme sangatlah kurang ditegakkan. Terkait masalah kebohongan terjadinya banyak korupsi, itu karena profesionalisme yang masih sempit. Salah satu contoh lainnya mengenai PP 19 dalam UU SISDIKNAS mengenai Badan Standar Nasional Pendidikan, salah satu anggotanya ada yang diambil dari pendeta. Lalu, pertanyaannya apakah pendeta tersebut mampunyai konsep untuk pengembangan pendidikan. Inilah salah satu bentuk terlalu besarnya peranan politik sehingga mengesampingkan profesionalisme dengan tidak menempatkan seseorang pada tempatnya.  


*Hasil Wawancara Penulis, Jakarta “Lembaga Manajeman UNJ” 24-Maret-2011


OTAK, PERILAKU DAN KOGNISI

Sistem syaraf merupakan system kordinasi atau system control yang bertugas menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan ke semua bagian tubuh dan sekaligus memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Dengan demikian system ayaraf merupakan jaringan komunikasi yang terdapat di dalam tubuh. System syaraf organ dalam tubuh yan terdiri atas struktur jaringan serabut syaraf yang sangat halus terpusat di susunan syaraf pusat (central nervis). Sel syaraf atau neuron dipandang sebagai unit kerja yang sangat penting pada system syaraf pusat dan tepi. (Linda, L. Davidof. 1986, 140)

KESULTANAN MALAKA

Sejarah Kesultanan Malaka
Para ahli sejarah, berbedapendapat tentang kapan Malaka lahir, Tom Piers, seorang penulis Portugis, yang tinggal di Malaka tahun 1512-1515, memberitakan bahwa Malaka telah dibuka lebih kurang seratus tahun sebelum Malaka ditaklukan oleh bangsanya (Darmawijaya, 2010. 07). Kesultanan Malaka didirikan oleh Prameswara, ia adalah anak raja Palembang dari dinasti Syailendra yang terlibat dalam peperangan merebut kekuasaan Majapahit. Ia berhasil meloloskan diri dari serangan Majapahit pada 1377 dan berlindung di Tumasik. Nama tua singapura yang pada waktu itu di bawah kekuasaan Siam.

Di sana Prameswara membunuh Temagi sebagai penguasa setempat dan kemudian melantik dirinya menjadi penguasa yang baru. Karena takut dengan ancaman Siam, Prameswara mencari tempat perlindungan yang aman, yang akhirnya sampai di Malaka tahun 1400-an. Pada masa itu Malaka sebuah kampong kecil dan terpencil. Penduduknya terdiri dari bajak laut dan penangkap ikan. Malaka memberikan rasa aman bagi Prameswara dari ancaman Siam. (M.C. Ricklefs, 1998. 28)

PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM PADA MASA SAHABAT (KHULAFAURRASYIDIN)

Pasca kepergian Rasulullah SAW, hukum Islam yang telah di bangun oleh oleh beliau sebagai dasar-dasar yang mengatur kehidupan bermasyarakat, kemudian diteruskan oleh para sahabat-sahabat nabi yang semasa hidupnya secara sukarela sudah ikut terlibat dalam perjuangan nabi mensyi’arkan ajaran-ajaran Islam. Pada zaman Rasulullah SAW, pemegang otoritas kekuasaan tasy’ri sepenuhnya di pegang oleh nabi Muhammad SAW.

Sepeninggalnya Rasulullah SAW, nabi telah mewariskan dua sumber hukum Islam yang dapat dijadikan rujukan dalam pemecahan segala permasalahan yang ada, yaitu al Qur’an dan Sunnah nabi. Kehidupan bermasyarakat yang semakin dinamis, memingkinkan timbulnya permasalahan-permasalahan baru yang harus dipecahkan, untuk itu para ulama baik dikalangan sahabat dan tokoh Islam lainnya, berkeawjiban menegakkan hukum tas’ri pada zamannya masing-masing. Kewajiban tersebut, sebagaimana  AW. Khalaf simpulkan berupa; penjelasan kepada umat Islam tentang persoalan-persoalan yang membutuhkan penjelasan dan interpretasi dari teks-teks al Qur’an dan as Sunnah.

HUKUM ISLAM PADA MASA KERASULAN MUHAMMAD SAW

Pada masa kerasulan atau fase di mana nabi Muhammad SAW hidup, dapat disebut sebagai periode kelahiran dan pembentukan hukum syari’at Islam (Rasyad Hasan Khalil. 35, 2009). Dengan lahirnya hokum syari’at Islam pada fase ini, telah menjadi pedoman atau petunjuk tentang sumber-sumber dan dalil-dalil yang di pergunakan ke depannya untuk mengetahui suatu hukum atau ketetapan dari persoalan yang belum ada ketetapannya (A. Wahab Khalaf. 08, 2002). Dengan demikian pada masa ini, telah melahirkan sekaligus mewariskan dasar-dasar pembentukan hukum tasyri secara sempurna.

Pembentukan hokum Islam pada masa kehidupan nabi Muhammad SAW, oleh mayoritas ulama dapat di bagi ke dalam dua fase yang memiliki corak dan karakteristik tersendiri. Adapun fase itu adalah fase Makkiyah, fase ini berlangsung selama 12 tahun beberapa bulan, sejak nabi dilantik sebagai Rasul (masih menetap di Mekkah) hingga hijrah ke Madinah. Kondisi ummat Islam pada era ini secara kuantitas masih sedikit dan lemah, sehingga belum memiliki lembaga hukum yang kuat, sehingga perhatian Rasulullah SAW tercurah pada aktivitas dakwah dalam rangka penanaman tauhid kepada Allah SWT, dan meninggalkan praktek penyembahan berhala dan patung-patung (A. Wahab Khalaf. 9, 2002)

Abdul Karim bin Muhammad al-Jilli

Al Jilli lahir pada tahun 1365 M, di Jilan (Gilan). Sebuah provinsi di sebelah selatan kasfia dan wafat pada tahun 1417 M. Sedangkan nama Jilli di ambil dari tempat kelahirannya di Gilan. Al Jilli adalah seorang sufi yang terkenal di Baghdad. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui oleh para ahli sejarah, tapi sebuah sumber pernah menyatakan bahwa ia telah melakukan perjalanan ke India pada tahun 1387 M, kemudian belajar tasawuf di bawah bimbingan Syaikh Abdul Qodir al Jailany. Selain itu al Jilli juga berguru pada Syaikh Syafaruddin Isma’il bin Ibrahim al Jabiri di Zabid (Yaman) pada tahun 1393-1403 (Rosihin Anwar. 253, 2007).

Abdul Karim bin Muhammad al Jilli merupakan sufi kreatif, ia banyak menulis tentang tasawuf sekitar dua puluh buku,  di antara karangannya yang terkenal adalah: 1. Al Insan al Kamil fi Ma’rifatil Awakhir wal Awa’il, 2. Al Kahf war Raqim fi Syarhi Bismillahirrohmanirrohim. Al Insan al Kamil adalah sebuah buku yang pernah menggemparkan ulama-ulama sunnah dan fiqih pada masa itu, padahal isinya hanya sekedar menjelaskan buah fikiran Ibnu Arabi dan Jalaluddin ar Rumi (Proyek Pembinaan PTAIN. 86, 1982).

Dasar-dasar Psikologi Sosial

Situasi Kelompok Sosial
Pengertian Situasi Kelompok Sosial
Kelompok merupakan agregat sosial di mana anggota-anggotanya saling bergantung, dan setidaknya memiliki potensi untuk melakukan interaksi antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan situasi social adalah setiap situasi di mana terdapat saling hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Dengan kata lain, yang dinamakan situasi social itu di mana terdapatnya interaksi sosial, maka dapat disebut sebagai situasi sosial (David O Hears. 107, 1994).

Dalam bahasa yang berbeda, Ikhwan Lutfhi memandang bahwa yang di maksud dengan situasi sosial adalah kumpulan dua orang atau lebih yang melakukan interaksi dalam mencapai tujuan bersama. Tujuan ini tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus didukung oleh semua orang yang menjadi anggota kelompok dengan hubungan yang mendalam (Ikhwan lutfhi. 93, 2009).

Melihat Konsep Dasar Pendidikan Multikultural


Pendidikan multikultural masih diartikan sangat beragam, apakah pendidikan ini berkonotasi tentang pendidikan tentang keragaman budaya, atau pendidikan untuk membentuk sikap menghormati keragaman budaya. Secara etimologis pendidikan multikultural terdiri dari dua term, yaitu pendidikan dan multikultural. Sedangkan dari sisi terminologis, pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). (Ainurrofiq Dawam. 75, 2006).


Melihat Konsep Pendidikan dan Pendidikan Islam

 
Add caption
Secara etimologi, pendidikan berasal dari kata "didik" yang diberi awalan "pe-" dan akhiran "-an" yang berarti (perbuatan, hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu "paedagogie" yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa Arab istilah ini sering dikenal dengan "tarbiyah" yang berarti pendidikan. Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan "education" yang berarti pengembangan atau bimbingan, "educate" atau "to educate" yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam atau memperbaiki moral dan melatih intelektual  (Zurinal. Z dan Wahdi Sayuti. 2006. 2).

KINERJA PENGAWAS PENDIDIKAN


Pengawas/Supervisi Pendidikan
Supervisi berasal dari kataSupervision” (super dan Vision) yang secara laterlek berarti pengamatan atau pengawasan yang ketat. Karena itu dalam pengertian lama/tradisional supervisi diartikan dengan inspeksi yaitu pengawasan yang ketat untuk mencari kesalahan atau kekurangan seorang petugas (Alisuf Sabri, 115).

Secara etimologi supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif (Ngalim Purwanto, 76), Sebagaimana dikutip Piet A Sahertian memberikan pengertian supervisi dari tinjauan yang berbeda-beda, yaitu :

Biografi Prof. Dr. H.A.R. Tilaar,M. Sc. Ed


Henry Alexis Rudolf (HAR) Tilaar adalah sosok yang sudah sangat familiar dalam dunia pendidikan nasional di Indonesia. Ia merupakan salah seorang pendidik, pemikir, praktisi pendidikan yang kini menjadi aset nasional bangsa ini, karena pemikiran kritisnya dalam menyikapi kinerja pendidikan nasional. Tilaar dilahirkan pada 16 Juni 1932 di desa yang relatif terpencil di tepi Danau Tondano, Sulawesi Utara(H.A.R. Tilaar, xxii. 2004). Profesi mengajar sudah dijalaninya sejak tahun 1952 hingga sekarang. Kini suami Martha Tilaar ini sebagai guru besar Emeritus pada Program Pascasarjana dan Direktur Utama Lembaga Manajemen Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Semangat belajar dan mengajarnya tak pernah padam dari keluarganya, ia adalah anak ketiga yang berasal dari keturunan atau keluarga guru. Pada 12 Januari 1963, dia menikah dengan Martha Tilaar, dan dianugerahi empat anak; Bryan David Emil, Pingkan Engelien, Wulan Maharani, dan Kilala Esra(H.A.R. Tilaar, 428. 1998).

AL-ANSAB


Bentuk tradisi sebelum Islam yang mengandung sejarah lainnya adalah al-Ansab, yang artinya adalah silsilah. Al-Ansab adalah kata jamak dari kata nasab yang berarti silsilah (genealogi). Sejak masa Jahiliyah orang-orang Arab sangat memperhatikan dan memelihara pengetahuan tentang nasab. Ketika itu pengetahuan tentang nasab merupakan salah satu cabang yang di anggap penting. Setiap kabilah mengahfal silsilahnya, semua anggota keluargnya mengahafalnya agar tetap murni, dan silsilah itu dibanggakan terhadap kabilah lain (Badri Yatim, 37-38, 1997).

METODOLOGI PENELITIAN

A. Deskripsi Objek Penelitian
     Dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih pondok pesanten terpadu Darul ‘Amal secara keseluruhan sebagai objek penelitian dengan menekankan dan fokus terhadap sistem pendidikan yang dilaksakan di pondok pesantren  terpadu Darul ‘Amal, Selajati, Jampang Kulon, Sukabumi, Jawa Barat.
     Penetapan objek tersebut di atas, berdasarkan atas pengamatan penulis bahwa pondok pesantren terpadu Darul ‘Amal cukup menarik dan dianggap tepat untuk dijadikan objek penelitian karena sistem pendidikan yang dilaksanakannya adalah mengembangkan sistem pendidikan yang modern yaitu mencampurkan antara kurikulum pesantren dengan kurikulum Diknas.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
     Penelitian ini berlangsung dari tanggal 29 Oktober 2011 sampai 10 November 2011 . Sedangkan tempat yang dijadikan penelitian adalah pondok pesantren terpadu Darul ‘Amal, Selajati, Jampang Kulon, Sukabumi-Jawa Barat.
C. Metode penelitian
     Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta dan data yang penulis peroleh sebagaimana adanya, kemudian dianalisa, diinterprestasi untuk mengambil sebuah kesimpulan. Dalam melakukan penelitian lapangan ini, digunakan bebera teknik untuk mengumpulkan data-data yang sesuai dengan permasalahan  yang diteliti, yaitu:
1.Penelitian kepustakaan (library reseach)
          Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data atau teori dari berbagai sumber seperti buku, majalah, atau sumber-sumber lain yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.
2.Penelitian Lapangan (field reseach)
          Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendatangi langsung ke objek penelitian yaitu pondok pesantren Terpadu Darul Amal Selajati, Jampang Kulon, Sukabumi. Untuk mendapatkan data di lapangan ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut:
a.   Observasi
     Observasi dapat disebut dengan pengamatan yang meliputi pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh panca indera.
     Dengan menggunakan teknik observasi ini, peneliti mengobservasi antara lain:
1. Lokasi penelitian
2. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam kelas
3. Kegiatan santri sehari-hari dipondok pesantren
4. Sarana dan prasarana yang dimiliki pesantren
b.   Interview
     Istilah interview atau wawancara mempunyai arti sebagai sesuatu percakapan atau tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih, yang duduk berhadapan secara fisik, dan diarahkan pada masalah tertentu.
     Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai Ketua Badan Pengurus Yayasan Terpadu Darul Amal dan Wakapes Kurikulum. Penulis menggunakan metode interview untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pernyataan yang berkaitan dengan persoalan yang diteliti. Adapun interview yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas terpimpin, yaitu wawancara dilakukan dengan berpedoman pada daftar pernyataan yang telah disusun sebelumnya tetapi tidak mengikat atau bebas disesuaikan dengan  situasi dan kondisi yang ada pada saat wawancara tengah berlangsung. Dengan kata lain, di dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada informan, penulis tidak sepenuhnya terkait kepada pedoman wawancara (interview guide) yang telah penulis susun sebelumnya.
c. Studi Dokumentasi
     Studi Dokumentasi merupakan teknik mengumpulkan data yang  dilakukan dengan cara menganalisis data-data tertulis dalam dokumen-dokumen yang relevan dengan tujuan penelitian.
Dengan menggunakan teknik dokumentasi ini, peneliti mendapatkan dokumen berupa:
1.Dokumen-dokumen yang diberikan oleh Yayasan guna mempermudah  penelitian.
2. Buku panduan pesantren dan tata tertib santri
D. Tahap-Tahap Penelitian
     Tahap-tahap penelitian memberikan gambaran tentang keseluruhan  perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis dan penafsiran data (temuan) sampai pada penulisan laporan. Tahap-tahap penelitian itu ada tiga sebagaimana penulis kutip dalam buku “Metode Penelitian Kualitatif” karangan Dr. Lexy J. Moleong, M.A. adalah sebagai berikut:
1.  Tahap pra-lapangan
Ada tujuh kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini, kegiatan tersebut yaitu:
a. Menyusun rancangan penelitian
b.   Memilih lapangan penelitian
c.   Mengurus perizinan
d.   Menjajaki dan menilai lapangan
e.   Memilih dan memanfaatkan informan
f.   Menyiapkan perlengkapan penelitian
g.   Etika penelitian lapangan
2.   Tahap pekerjaan lapangan
Tahap kegiatan lapangan ini dibagi atas tiga bagian, yaitu:
a.   Memahami latar penelitian dan persiapan diri
b.  Memasuki lapangan, seperti keakraban hubungan, mempelajari bahasa, dan peranan penelitian
c.   Berperan-serta sambil mengumpulkan data
3. Tahap analisis dan interpretasi data
Tahap analisis data meliputi tiga pokok persoalan, yaitu:
a.  Konsep dasar analisis data, maksudnya adalah proses mengatur data, mengorganisasikannya ke dalam sebuah pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
b.  Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan.[1]
E. Proses Pencatatan dan Analisa Data 
1. proses Pencatatan Data 
     Setelah diketahui atau dirancang alat pengumpul data, maka perlu dirancang pula pencatatan data yang pada dasarnya dapat ditinjau dari dua segi dimensi yaitu ketepatan dan sruktur. Ketepatan maksudnya adalah kemampuan peneliti untuk bisa menghasilkan data “setepat” adanya. Misalnya dapat dicapai dengan merekamnya melaui catatan lapangan, dengan adanya catatan lapangan yang dibantu dengan alat perekam data maka diharapkan data yang ada dilapangan terkumpul.
2. Analisa data
     Pada tahap ini penulis menggunakan data-data yang diperoleh dari perpustakaan untuk dijadikan sebagai pedoman dalam pemeriksaan terhadap keabsahan data yang diperoleh dari penelitian lapangan, setelah itu data-data yang diperoleh di olah terlebih dahulu. Setelah data-data yang diperoleh dari lapangan diolah barulah dilakukan analisa untuk mengungkap pokok permasalahn dalam penelitian ini dengan menggunakan deskriptif-analisis. Sehingga dapat diperoleh kesimpulan dalam penganalisaan hasil penelitian berupa “Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren Terpadu Darul ‘Amal Sukabumi ”.


     [1] Lexy J. Moleong, MA., Metodologi Penelitian Kualitatif, (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung), h. 127-151.

Surah Al-Fatihah, menjadi pembuka & Kunci kehidupan di Dunia & Akhirat

بسم الله الرحمن الرحيم Asma Alloh harus digunakan dalam kehidupan (bukan sekedar dibaca/dijadikan wiridan saja) الحمد لله رب العالمين...