Di
antara beragam elemen bangsa, kaum muda merupakan elemen terpenting dalam
mengupayakan terwujudnya cita-cita bangsa. Bukan hanya karena kaum muda akan
menjadi penerus generasi masa depan, tetapi karena faktor kesejarahan bahwa
setiap momentum perubahan, pemuda selalu menjadi pelopor di garda terdepan.
Kita lihat dalam historiografi Indonesia, cikal bakal kelahiran negara-bangsa
Indonesia berhutang besar pada peran generasi muda.
Sebab
dari mereka dan perkumpulannya, gagasan negara-bangsa terus bergulir memberikan
pengaruh kepada rakyat. Dalam sejarah nasional Indonesia, lahirnya kebangkitan
pemuda-pemudi di era penjajahan Belanda dan Jepang dimotivasi oleh kesadaran
akan pentingnya peran dan pemikiran pemuda untuk berjuang membebaskan diri dari
otoritas penindasan bangsa asing. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menjadi bukti
sejarah bahwa pemuda memiliki semangat untuk memperbaiki negeri. Semangat yang
dikobarkan kala itu mengarah kepada satu tujuan yaitu membentuk Negara yang
merdeka dan berdaulat.
Semangat
dan aksi heroik pemuda 1928 tersebut, telah menjadi bagian perjalanan sejarah
bangsa Indonesia, yang sampai saat ini masih terus diperingati sebagai bentuk
keteladanan dan penghormatan terhadap para founding
fathers bangsa ini. Momentum Sumpah Pemuda tahun ini dirayakan dengan
ekspresi beragam dari seluruh elemen bangsa, (baik itu pegawai sipil, anak
jalanan, para musisi, budayawan, pelajar/mahasiswa, dan sebagainya).
Namun
menjadi ironis perayaan Sumpah Pemuda tahun ini, di tengah gembar-gembor media,
birokrasi pemerintah, para politisi, dan seluruh elemen bangsa memperingati
momentum Sumpah Pemuda, ternyata masih ada sahabat-sahabat sebangsa kita di Lampung
Selatan sana tengah berada dalam konflik horizontal antar sesama anak bangsa. Ditambah
lagi tertangkapnya para pelaku teror di kawasan leuwiliang bogor dan sederet
aksi kekerasan di berbagai daerah lainnya yang kita saksikan di media,
menandakan bahwa belum sepenuhnya masyarakat dan para pemuda Indonesia sadar,
kemudian mengerti dan mampu memaknai dengan sebenar-sebenarnya akan momentum
besar Sumpah Pemuda bagi bangsa dan Negara Indonesia.
SEJARAH SUMPAH
PEMUDA
Sumpah
Pemuda pertama kali dicetuskan pada 28 Oktober 1928 dengan ikrar satu bangsa,
satu bahasa, dan satu tanah air Indonesia. Kelahiran Sumpah Pemuda tidak hanya
dilihat sebagai kelahiran teks bernuansa kesatuan bangsa, tanah air dan bahasa.
Namun lebih dari itu adalah sebagai momentum lahirnya semangat dan tatanan baru
dalam menyongsong Indonesia ke depan yang lebih baik, berkemanusiaan, merdeka
dan berperadaban.
Momentum
Sumpah Pemuda 1928 merupakan puncak lahirnya gerakan dan kesadaran
“Negara-bangsa” yang mulai menggeliat kuat di tahun 1920-an, yang banyak
disuarakan oleh para mahasiswa dan kaum intelektual yang sedang menempuh
pendidikan di Eropa. Benih kelahiran dan kesadaran pemuda atau kaum intelektual
ini bisa dirunut dari tahun 1900-an, ketika banyak pemuda-pemudi nusantara
menempuh pendidikan tinggi di Eropa. Kesempatan yang didapat dalam bidang
pendidikan ini salah satunya adalah berkat gerakan politik etis. Kesempatan
pendidikan bagi pribumi berkat gerakan politik etis inilah yang telah
melahirkan kaum intelektual yang memiliki kesadaran Negara-kebangsaan
Indonesia. Yang selanjutnya atas saran Wahidin Soedirohusodo pada 20 Mei 1908
didirikannya perkumpulan Boedi Utomo.
Sumpah
Pemuda yang dibacakan pada 28 Oktober 1928 adalah rumusan dari Kongres Pemuda
II Indonesia, yang merupakan tindak lanjut dari Kongres Pemuda I Indonesia pada
tahun 1926. Dengan demikian tercetusnya ikrar pemuda 1928 bukanlah suatu proses
yang instan terjadi, melainkan merupakan hasil dari proses dan pergulatan
panjang dari pemuda-pemudi Indonesia.
Kongres
Pemuda II 84 tahun silam, difasilitasi oleh organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar
Indonesia (PPPI) yang beranggotakan para pelajar dari seluruh nusantara.
Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong
Java, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Sumateranen Bond, Jong Islameten Bond,
Jong Ambon dan sebagainya serta dihadiri juga dari pemuda Tiong Hua yaitu Kwee
Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie.
Pada
peristiwa sumpah pemuda inilah, pertama kalinya diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia
“Indonesia Raya’ yang diciptakan oleh W.R. Soepratman. Semangat yang
dikedepankan dari peristiwa Sumpah Pemuda ini adalah untuk satu tujuan yaitu
membentuk Negara yang merdeka dan berdaulat. Keinginan untuk bersatu memang
tidak dilakukan tanpa alasan, para kaum muda saat itu melihat perjuangan rakyat
dalam melawan penjajahan imperalisme kolonial dilakukan secara kedaerahan,
sehingga dengan mudah dapat dipatahkan.
Ikrar
satu bangsa, satu tanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia, terlihat
begitu sederhana dan retoris. Namun, ketiga poin tersebut telah mampu membawa
semangat perlawanan yang tidak mudah terpecah belah kepada seluruh elemen
bangsa saat itu. Masyarakat Jawa
misalnya, tidak lagi berjuang untuk pembebasan tanah Jawa semata, tapi
pembebasan untuk tanah air Indonesia.
Pada
awalnya kebangkitan pemuda di Jawa dan Sumatera hanya memikirkan nasionalisme
sempit, yaitu nasionalisme Jawa dan Sumatera. Tetapi pada perkembangannya,
gerakan pemuda ini tidak lagi hanya sebatas region-nya
masing-masing, mereka kemudian mulai memikirkan tentang kesatuan pemuda
Indonesia. Semangat inilah yang kemudian melahirkan kesadaran negara-kebangsaan
Indonesia yang pada akrirnya melatari terjadinya proklamasi kemerdekaan 1945.
Tercetusnya
momentum Sumpah Pemuda 84 tahun silam, menegaskan bahwa pemuda memiliki peran
strategis dalam proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bumi nusantara
yang terdiri dari berbagai suku, ras, bahasa, agama dan budaya dapat
dipersatukan dalam satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa yaitu Indonesia.
PEMUDA DALAM
MEMBANGUN BANGSA
Sumpah
Pemuda merupakan bagian dari proses sejarah pembentukan bangsa Indonesia.
Dengan demikian, kita yang hidup pada generasi sekarang adalah pengemban amanah
besar untuk terus melanjutkan visi persatuan yang telah dicetuskan 84 tahun
yang lalu agar tidak terbuang dengan sia-sia. Kaum muda selayaknya berada dalam
sebuah visi besar untuk menyehatkan kondisi sosial-politik yang tengah berjalan
di negeri ini. Dengan melepaskan egoisme pribadi dan meniadakan kepentingan
yang dapat memecah belah ikatan persatuan.
Bila
di masa lalu peran pemuda lebih banyak dikonsentrasikan untuk memperjuangkan Negara
kebangsaan dan meraih kemerdekaan, maka dengan semangat yang sama untuk saat
ini, peranan pemuda dibutuhkan untuk memajukan dan membangun bangsanya. Pasca
bergulirnya reformasi di Indonesia, bangsa ini kembali berbenah diri dengan menegakkan
sistem tata kelola Negara yang disebut dengan “demokrasi” yang paling dianggap
sesuai dengan kondisi bangsa yang plural dan multikultural. Karena sebelumnya
bangsa ini tengah mengalami otoritarianisme Negara yang berlangsung selam tiga dekade
di masa Orde Baru.
Kebebasan
yang menjadi kata kunci demokrasi telah merasuki prilaku masyarakat Indonesia
kontemporer dibandingkan dengan masa Orde Baru. Hal ini dibuktikan dengan
adanya kelompk-kelompok sipil yang terorganisir, institusi media massa,
kebebasan berekspresi yang telah merebak bak jamur di musim penghujan. Meski
pada titik tertentu, kebebasan masih sangat mahal harganya karena berada dalam
area rawan konflik. Seperti kebebasan beragama.
Selain
itu, seiring dengan perkembangan demokrasi di Indonesia, globalisasi yang
mengguyur Indonesia dengan nilai-nilai kebudayaan baru telah banyak
mempengaruhi perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Globalisasi
memberikan banyak efek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada
wilayah struktural maupun kultural. Pada wilayah struktur, para pengambil
kebijakan perlu mempertimbangkan aspek-aspek prilaku global yang sedang
berkembang. Misalnya, kebijakan untuk melawan terorisme yang belakangan sedang
gencar digalakkan pemerintah Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari kampanye
Negara-negara barat untuk melawan gerakan militan Islam.
Pada
aspek kultural juga berpengaruh pada aspek perilaku dan cara berpikir. Pada
aspek perilaku dapat diperhatikan pada perilaku berpakaian, minat olahraga,
permainan dan konsumsi. Sementara pada aspek cara berpikir, kehidupan individualis
yang menekankan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum telah menjadi
corak kerangka berpikir masyarakat. Parahnya lagi, kaum muda yang seharusnya
dapat menjadi tameng arus globalisasi justru malah mengikuti arus, sehingga
secara sadar atau tidak sadar telah menghilangkan karakter dan identitasnya.
Di
Indonesia, penjajahan globalisasi kian diperparah dengan adanya koruptor yang
memanfaatkan jubah kekuasaan Negara. Mereka asyik dengan korupsinya, dan rakyat
terlena dengan kesibukan mencari makan dengan cara-cara yang tidak benar.
Bahkan hanya untuk sesuap nasi mereka rela bertumpah darah melakukan
perbuatan-perbuatan anarkhis.
Perilaku-perilaku
demikian sangat bertolak belakang dengan apa yang diharapkan oleh para founding fathers bangsa ini. Meminjam
ungkapan H.A.R. Tilaar, melakukan aksi teror, tindak kekerasan dan tidak mau
hidup berada di bawah naungan Negara Kesatuan Rebulik Indonesia (NKRI)
bersama-sama, jelas-jelas sudah mencederai dan mengkhianati amanah dari Sumpah
Pemuda Indonesia.
Ancaman-ancaman
di atas semestinya menjadi warning
bagi masyarakat Indonesia, karena dampak dari globalisasi memang tidak bisa di bendung
lagi, globalisasi bukan untuk dihindari akan tetapi merupakan kenyataan
sekaligus tantangan yang harus di hadapi oleh bangsa ini.
Pertanyaannya
kemudian adalah bagaimana kita menjawab tantangan-tantangan global dalam
menjalani kehidupan berbangsa?, salah satu jawabannya adalah dengan memaknai kembali
dan merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda. Sebab para founding fathers negeri ini adalah
orang-orang yang sangat memperhatikan aspek sumber daya manusia yang salah
satunya menciptakan sistem dan struktur yang baik yang menunjang antara aspek
politik dan pasar. Jika kita berkaca pada para pencetus Sumpah Pemuda itu
sendiri adalah orang-orang yang berpendidikan. Sehingga aspek pertama dari
pemaknaan tentang Sumpah Pemuda adalah pembangunan sumber daya kaum muda itu
sendiri. Dengan demikian pembangunan sumber daya manusia (SDM) pemuda harus
didukung oleh perbaikan pendidikan dan penyelenggaraannya yang sesuai dengan
kebutuhan bangsa dan pasar dunia global secarta optimal.
Karena
seorang intelektual yang baik dan berdedikasi terhadap negerinya akan selalu
menghadapi persoalan sekaligus merumuskan arah bangsanya, dengan terlebih
dahulu membekali dirinya dengan segala pengetahuan dan kecakapan yang
seharusnya dimilikinya, sebab upaya untuk menjawab suatu persoalan dan
penyikapan atas problematika kehidupan berbangsa dan bernegara yang terjadi
akan membutuhkan ketepatan cara pandang atau pisau analisis yang hanya
memungkinkan dengan jalan menjadikan diri sebgai seorang yang siap untuk
menjawab persoalan itu sendiri. Sementara kesiapan diri akan begantung pada
kualitas intelektual dan kecakapan yang kita miliki.
Dengan
demikian, pembangunan pendidikan dan karakter adalah suatu tawaran pertama
untuk membangun generasi muda. Pendidikan yang baik dan terarah akan melahirkan
generasi muda yang siap mengabdi pada profesinya. Sikap profesionalitas ini
pada akhirnya akan melahirkan dan memberikan sumbangan yang berarti terhadap
dunia global dan kosmopolit. Pendidikan semestinya dapat menciptakan
kreatifitas, kualitas disiplin, dan daya pikir yang tangguh. Untuk itu, di negara-negara
maju aspek pendidikan selalu menjadi fondasi dalam menciptakan kemajuan.
Bogor, 30 Oktober
2012
22.13 WIB
No comments:
Post a Comment