REFLEKSI 84 TAHUN SUMPAH PEMUDA MEMPERTANYAKAN KOMITMEN KEBANGSAAN PEMUDA INDONESIA


Di antara beragam elemen bangsa, kaum muda merupakan elemen terpenting dalam mengupayakan terwujudnya cita-cita bangsa. Bukan hanya karena kaum muda akan menjadi penerus generasi masa depan, tetapi karena faktor kesejarahan bahwa setiap momentum perubahan, pemuda selalu menjadi pelopor di garda terdepan. Kita lihat dalam historiografi Indonesia, cikal bakal kelahiran negara-bangsa Indonesia berhutang besar pada peran generasi muda.

Sebab dari mereka dan perkumpulannya, gagasan negara-bangsa terus bergulir memberikan pengaruh kepada rakyat. Dalam sejarah nasional Indonesia, lahirnya kebangkitan pemuda-pemudi di era penjajahan Belanda dan Jepang dimotivasi oleh kesadaran akan pentingnya peran dan pemikiran pemuda untuk berjuang membebaskan diri dari otoritas penindasan bangsa asing. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menjadi bukti sejarah bahwa pemuda memiliki semangat untuk memperbaiki negeri. Semangat yang dikobarkan kala itu mengarah kepada satu tujuan yaitu membentuk Negara yang merdeka dan  berdaulat.

Semangat dan aksi heroik pemuda 1928 tersebut, telah menjadi bagian perjalanan sejarah bangsa Indonesia, yang sampai saat ini masih terus diperingati sebagai bentuk keteladanan dan penghormatan terhadap para founding fathers bangsa ini. Momentum Sumpah Pemuda tahun ini dirayakan dengan ekspresi beragam dari seluruh elemen bangsa, (baik itu pegawai sipil, anak jalanan, para musisi, budayawan, pelajar/mahasiswa, dan sebagainya).

Namun menjadi ironis perayaan Sumpah Pemuda tahun ini, di tengah gembar-gembor media, birokrasi pemerintah, para politisi, dan seluruh elemen bangsa memperingati momentum Sumpah Pemuda, ternyata masih ada sahabat-sahabat sebangsa kita di Lampung Selatan sana tengah berada dalam konflik horizontal antar sesama anak bangsa. Ditambah lagi tertangkapnya para pelaku teror di kawasan leuwiliang bogor dan sederet aksi kekerasan di berbagai daerah lainnya yang kita saksikan di media, menandakan bahwa belum sepenuhnya masyarakat dan para pemuda Indonesia sadar, kemudian mengerti dan mampu memaknai dengan sebenar-sebenarnya akan momentum besar Sumpah Pemuda bagi bangsa dan Negara Indonesia.

SEJARAH SUMPAH PEMUDA
Sumpah Pemuda pertama kali dicetuskan pada 28 Oktober 1928 dengan ikrar satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air Indonesia. Kelahiran Sumpah Pemuda tidak hanya dilihat sebagai kelahiran teks bernuansa kesatuan bangsa, tanah air dan bahasa. Namun lebih dari itu adalah sebagai momentum lahirnya semangat dan tatanan baru dalam menyongsong Indonesia ke depan yang lebih baik, berkemanusiaan, merdeka dan berperadaban.

Momentum Sumpah Pemuda 1928 merupakan puncak lahirnya gerakan dan kesadaran “Negara-bangsa” yang mulai menggeliat kuat di tahun 1920-an, yang banyak disuarakan oleh para mahasiswa dan kaum intelektual yang sedang menempuh pendidikan di Eropa. Benih kelahiran dan kesadaran pemuda atau kaum intelektual ini bisa dirunut dari tahun 1900-an, ketika banyak pemuda-pemudi nusantara menempuh pendidikan tinggi di Eropa. Kesempatan yang didapat dalam bidang pendidikan ini salah satunya adalah berkat gerakan politik etis. Kesempatan pendidikan bagi pribumi berkat gerakan politik etis inilah yang telah melahirkan kaum intelektual yang memiliki kesadaran Negara-kebangsaan Indonesia. Yang selanjutnya atas saran Wahidin Soedirohusodo pada 20 Mei 1908 didirikannya perkumpulan Boedi Utomo.

Sumpah Pemuda yang dibacakan pada 28 Oktober 1928 adalah rumusan dari Kongres Pemuda II Indonesia, yang merupakan tindak lanjut dari Kongres Pemuda I Indonesia pada tahun 1926. Dengan demikian tercetusnya ikrar pemuda 1928 bukanlah suatu proses yang instan terjadi, melainkan merupakan hasil dari proses dan pergulatan panjang dari pemuda-pemudi Indonesia.

Kongres Pemuda II 84 tahun silam, difasilitasi oleh organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan para pelajar dari seluruh nusantara. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Sumateranen Bond, Jong Islameten Bond, Jong Ambon dan sebagainya serta dihadiri juga dari pemuda Tiong Hua yaitu Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie.

Pada peristiwa sumpah pemuda inilah, pertama kalinya diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia “Indonesia Raya’ yang diciptakan oleh W.R. Soepratman. Semangat yang dikedepankan dari peristiwa Sumpah Pemuda ini adalah untuk satu tujuan yaitu membentuk Negara yang merdeka dan berdaulat. Keinginan untuk bersatu memang tidak dilakukan tanpa alasan, para kaum muda saat itu melihat perjuangan rakyat dalam melawan penjajahan imperalisme kolonial dilakukan secara kedaerahan, sehingga dengan mudah dapat dipatahkan.

Ikrar satu bangsa, satu tanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia, terlihat begitu sederhana dan retoris. Namun, ketiga poin tersebut telah mampu membawa semangat perlawanan yang tidak mudah terpecah belah kepada seluruh elemen bangsa saat itu.  Masyarakat Jawa misalnya, tidak lagi berjuang untuk pembebasan tanah Jawa semata, tapi pembebasan untuk tanah air Indonesia.

Pada awalnya kebangkitan pemuda di Jawa dan Sumatera hanya memikirkan nasionalisme sempit, yaitu nasionalisme Jawa dan Sumatera. Tetapi pada perkembangannya, gerakan pemuda ini tidak lagi hanya sebatas region-nya masing-masing, mereka kemudian mulai memikirkan tentang kesatuan pemuda Indonesia. Semangat inilah yang kemudian melahirkan kesadaran negara-kebangsaan Indonesia yang pada akrirnya melatari terjadinya proklamasi kemerdekaan 1945.

Tercetusnya momentum Sumpah Pemuda 84 tahun silam, menegaskan bahwa pemuda memiliki peran strategis dalam proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bumi nusantara yang terdiri dari berbagai suku, ras, bahasa, agama dan budaya dapat dipersatukan dalam satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa yaitu Indonesia.  

PEMUDA DALAM MEMBANGUN BANGSA
Sumpah Pemuda merupakan bagian dari proses sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Dengan demikian, kita yang hidup pada generasi sekarang adalah pengemban amanah besar untuk terus melanjutkan visi persatuan yang telah dicetuskan 84 tahun yang lalu agar tidak terbuang dengan sia-sia. Kaum muda selayaknya berada dalam sebuah visi besar untuk menyehatkan kondisi sosial-politik yang tengah berjalan di negeri ini. Dengan melepaskan egoisme pribadi dan meniadakan kepentingan yang dapat memecah belah ikatan persatuan.

Bila di masa lalu peran pemuda lebih banyak dikonsentrasikan untuk memperjuangkan Negara kebangsaan dan meraih kemerdekaan, maka dengan semangat yang sama untuk saat ini, peranan pemuda dibutuhkan untuk memajukan dan membangun bangsanya. Pasca bergulirnya reformasi di Indonesia, bangsa ini kembali berbenah diri dengan menegakkan sistem tata kelola Negara yang disebut dengan “demokrasi” yang paling dianggap sesuai dengan kondisi bangsa yang plural dan multikultural. Karena sebelumnya bangsa ini tengah mengalami otoritarianisme Negara yang berlangsung selam tiga dekade di masa Orde Baru.

Kebebasan yang menjadi kata kunci demokrasi telah merasuki prilaku masyarakat Indonesia kontemporer dibandingkan dengan masa Orde Baru. Hal ini dibuktikan dengan adanya kelompk-kelompok sipil yang terorganisir, institusi media massa, kebebasan berekspresi yang telah merebak bak jamur di musim penghujan. Meski pada titik tertentu, kebebasan masih sangat mahal harganya karena berada dalam area rawan konflik. Seperti kebebasan beragama.

Selain itu, seiring dengan perkembangan demokrasi di Indonesia, globalisasi yang mengguyur Indonesia dengan nilai-nilai kebudayaan baru telah banyak mempengaruhi perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Globalisasi memberikan banyak efek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada wilayah struktural maupun kultural. Pada wilayah struktur, para pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan aspek-aspek prilaku global yang sedang berkembang. Misalnya, kebijakan untuk melawan terorisme yang belakangan sedang gencar digalakkan pemerintah Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari kampanye Negara-negara barat untuk melawan gerakan militan Islam.

Pada aspek kultural juga berpengaruh pada aspek perilaku dan cara berpikir. Pada aspek perilaku dapat diperhatikan pada perilaku berpakaian, minat olahraga, permainan dan konsumsi. Sementara pada aspek cara berpikir, kehidupan individualis yang menekankan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum telah menjadi corak kerangka berpikir masyarakat. Parahnya lagi, kaum muda yang seharusnya dapat menjadi tameng arus globalisasi justru malah mengikuti arus, sehingga secara sadar atau tidak sadar telah menghilangkan karakter dan identitasnya.

Di Indonesia, penjajahan globalisasi kian diperparah dengan adanya koruptor yang memanfaatkan jubah kekuasaan Negara. Mereka asyik dengan korupsinya, dan rakyat terlena dengan kesibukan mencari makan dengan cara-cara yang tidak benar. Bahkan hanya untuk sesuap nasi mereka rela bertumpah darah melakukan perbuatan-perbuatan anarkhis.

Perilaku-perilaku demikian sangat bertolak belakang dengan apa yang diharapkan oleh para founding fathers bangsa ini. Meminjam ungkapan H.A.R. Tilaar, melakukan aksi teror, tindak kekerasan dan tidak mau hidup berada di bawah naungan Negara Kesatuan Rebulik Indonesia (NKRI) bersama-sama, jelas-jelas sudah mencederai dan mengkhianati amanah dari Sumpah Pemuda Indonesia.

Ancaman-ancaman di atas semestinya menjadi warning bagi masyarakat Indonesia, karena dampak dari globalisasi memang tidak bisa di bendung lagi, globalisasi bukan untuk dihindari akan tetapi merupakan kenyataan sekaligus tantangan yang harus di hadapi oleh bangsa ini.

Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kita menjawab tantangan-tantangan global dalam menjalani kehidupan berbangsa?, salah satu jawabannya adalah dengan memaknai kembali dan merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda. Sebab para founding fathers negeri ini adalah orang-orang yang sangat memperhatikan aspek sumber daya manusia yang salah satunya menciptakan sistem dan struktur yang baik yang menunjang antara aspek politik dan pasar. Jika kita berkaca pada para pencetus Sumpah Pemuda itu sendiri adalah orang-orang yang berpendidikan. Sehingga aspek pertama dari pemaknaan tentang Sumpah Pemuda adalah pembangunan sumber daya kaum muda itu sendiri. Dengan demikian pembangunan sumber daya manusia (SDM) pemuda harus didukung oleh perbaikan pendidikan dan penyelenggaraannya yang sesuai dengan kebutuhan bangsa dan pasar dunia global secarta optimal.

Karena seorang intelektual yang baik dan berdedikasi terhadap negerinya akan selalu menghadapi persoalan sekaligus merumuskan arah bangsanya, dengan terlebih dahulu membekali dirinya dengan segala pengetahuan dan kecakapan yang seharusnya dimilikinya, sebab upaya untuk menjawab suatu persoalan dan penyikapan atas problematika kehidupan berbangsa dan bernegara yang terjadi akan membutuhkan ketepatan cara pandang atau pisau analisis yang hanya memungkinkan dengan jalan menjadikan diri sebgai seorang yang siap untuk menjawab persoalan itu sendiri. Sementara kesiapan diri akan begantung pada kualitas intelektual dan kecakapan yang kita miliki.

Dengan demikian, pembangunan pendidikan dan karakter adalah suatu tawaran pertama untuk membangun generasi muda. Pendidikan yang baik dan terarah akan melahirkan generasi muda yang siap mengabdi pada profesinya. Sikap profesionalitas ini pada akhirnya akan melahirkan dan memberikan sumbangan yang berarti terhadap dunia global dan kosmopolit. Pendidikan semestinya dapat menciptakan kreatifitas, kualitas disiplin, dan daya pikir yang tangguh. Untuk itu, di negara-negara maju aspek pendidikan selalu menjadi fondasi dalam menciptakan kemajuan.


Bogor, 30 Oktober 2012
22.13 WIB



No comments:

Post a Comment

Surah Al-Fatihah, menjadi pembuka & Kunci kehidupan di Dunia & Akhirat

بسم الله الرحمن الرحيم Asma Alloh harus digunakan dalam kehidupan (bukan sekedar dibaca/dijadikan wiridan saja) الحمد لله رب العالمين...