Pengawas/Supervisi
Pendidikan
Supervisi
berasal dari kata “Supervision”
(super dan Vision) yang secara laterlek berarti pengamatan atau pengawasan
yang ketat. Karena itu dalam pengertian lama/tradisional supervisi diartikan
dengan inspeksi yaitu pengawasan yang ketat untuk mencari kesalahan atau
kekurangan seorang petugas (Alisuf Sabri, 115).
Secara
etimologi supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu
para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara
efektif (Ngalim Purwanto, 76), Sebagaimana dikutip Piet
A Sahertian memberikan pengertian supervisi dari tinjauan yang berbeda-beda,
yaitu :
Menurut Adam dan Dickey, Supervisi adalah Pengawasan sebagai
program yang berencana. Karena kegiatan pengawasan termasuk kepada kegiatan
pendidikan yang dimaksudkan untuk mengembangkan insitusi sekolah. Selanjutnya,
Good Carter mengatakan supervisi adalah usaha memimpin guru-guru dalam jabatan
mengajar. Mengingat pengawas sebagai atasan bagi guru-guru di sekolah.
Sementara
Alexander dan Saylor, mengatakan bahwa supervisi adalah sebagai program in service education. Menurut Broadman,
supervisi adalah upaya kesanggupan berpartisipasi dalam masyarakat modern.
Kemudian Mc. Neyner, mengatakan bahwa supervisi adalah proses penelitian secara
terus menerus menuju pencapaian tujuan pendidikan. Karena pengawasan ini
dilakukan secara terencana dan rutin agar dapat membantu tercapainya tujuan
pendidikan sekolah yang diawasi. Legih lanjut Burton menyatakan supervisi
adalah sebagai usaha bersama untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan belajar murid-murid (Piet A. Sehartian, 21-22).
Made
Pidarta menyimpulkan bahwa ada tiga unsur yang terdapat dalam pengertian
kepengawasan yaitu: Satu. Unsur proses pengarahan, bantuan dan
pertolongan dari pihak atasan atau pihak yang lebih memahami. Kedua. Unsur
guru-guru dan personalia sekolah lainnya yang berhubungan langsung dengan
belajar para siswa sebagai pihak yang diberi pertolongan. Ketiga. Unsur
proses belajar mengajar atau situasi belajar mengajar sebagai objek yang
diperbaiki (Alisuf Sabri, 115).
Beberapa definisi di atas secara implisit memiliki
wawasan dan pandangan baru tentang pengawas pendidikan yang mengandung ide-ide
pokok, seperti menggalakan pertumbuhan profesional guru, mengembangkan
kepemimpinan demokratis, melepaskan energi, dan memecahkan berbagai masalah
yang berkaitan dengan efektivitas proses belajar mengajar.
Pendekatan-pendekatan baru tentang pengawas pendidikan tersebut menekankan pada
peranan pengawas sebagai bantuan, bimbingan serta fasilitas kepada guru dan
personil pendidikan umumnya, khususnya kualitas proses belajar mengajar di
sekolah.
Pengawas pendidikan ini bersifat formal, bisa juga
bersifat tidak formal. Bersifat formal karena ada hubungan kedinasan dengan
sekolah, mereka ini pada umumnya berasal dari badan-badan pendidikan di luar
sekolah. Bersifat tidak formal karena hubungan pengawasan pendidikan tidak
bersifat kontinue yang diatur oleh tata kerja tertentu, melainkan secara
insidental mereka diundang oleh sekolah untuk memberikan supervisi.
Pengawas pendidikan dari luar sekolah yang bersifat
formal ialah pengawas pendidikan yang ditunjuk oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
di tingkat kecamatan untuk melakukan pengawasan ke sekolah-sekolah yang telah
ditentukan. Perwakilan Departemen yang sama di tingkat Kabupaten dan Provinsi dapat
juga mengadakan pengawasan ke sekolah-sekolah bila dibutuhkan dalam rangka
pembaharuan pendidikan di sekolah. Pengawas pendidikan yang berasal dari kantor
perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang lebih tinggi diharapkan
dapat membantu pengawas pendidikan dari tingkat Kecamatan dalam meluruskan dan
melancarkan sistem pendidikan yang baru.
Pada hakikatnya, kepengawasan mengandung beberapa
kegiatan yaitu pembinaan yang kontinue, pengembangan kemampuan profesional
personil, perbaikan bimbingan belajar mengajar dengan sasaran akhir pencapaian
tujuan, pendidikan dan pertumbuhan pribadi peserta didik. Dengan kata lain,
dalam kepengawasan ada proses pelayanan untuk membantu atau membina guru-guru,
pembinaan ini menyebabkan perbaikan dan peningkatan kemampuan kemudian
ditransfer ke dalam prilaku mengajar sehingga tercipta situasi belajar mengajar
yang lebih baik, pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan peserta didik, sehingga
secara bertahap tujuan-tujuan pendidikan dapat tercapai.
Macam-Macam Kepengawasan
a. Kepengawasan
Manajerial
Supervisi manajerial adalah pemantauan dan pembinaan
terhadap pengelolaan dan administrasi sekolah. Fokus kepengawasan ini ditujukan
pada pelaksanaan bidang garapan manajemen sekolah, yang antara lain meliputi: 1)
manajemen kurikulum dan pembelajaran, 2) kesiswaan, 3) sarana dan prasarana, 4)
ketenagaan, 5) keuangan, 6) hubungan sekolah dengan masyarakat, dan 7) layanan
khusus.
Dalam melakukan kepengawasan terhadap hal-hal di atas,
pengawas dituntut melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan standar nasional
pendidikan yang meliputi delapan komponen, yaitu: a). Standar isi, b). Standar
kompetensi lulusan, c). Standar proses, d). Standar pendidik dan tenaga
kependidikan, e). Standar sarana dan prasarana, f). Standar pengelolaan, g). Standar
pembiayaan, dan h). Standar penilaian. Tujuan kepengawasan terhadap kedelapan
aspek tersebut adalah agar sekolah terakreditasi dengan baik dan memenuhi
standar nasional pendidikan.
Salah satu fokus penting lainnya dalam dalam kepengawasan
manajerial oleh pengawas terhadap sekolah, adalah berkaitan pengelolaan atau
manajemen sekolah. Sebagaimana diketahui dalam dasa warsa terakhir telah dikembangkan
wacana manajemen berbasis sekolah (MBS), sebagai bentuk paradigma baru
pengelolaan dari sentralisasi ke desentralisasi yang memberikan otonomi kepada
pihak sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat (Sudarwan Danim, 2006: 4).
Pengawas dituntut dapat menjelaskan sekaligus mengintroduksi model inovasi
manajemen ini sesuai dengan konteks sosial budaya serta kondisi internal
masing-masing sekolah.
b. Kepengawasan Akademik
Glickman mendefinisikan kepengawasan akademik dengan
serangkaian kegiatan dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola
proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan
yang dikemukakan Daresh bahwa kepengawasan akademik merupakan upaya membantu
guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran (Daresh,
1989). Dengan demikian, berarti esensi kepengawasan akademik itu sama sekali
bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan
membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalitasnya.
Meski demikian, kepengawasan akademik tidak bisa terlepas
dari penilaian untuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan
bahwa kepengawasan akademik merupakan serangkaian kegiatan dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya
mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola
proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan
prosesnya (Sergiovanni, 1987).
Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas kerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran merupakan bagian integral dari serangkaian
kegiatan kepengawasan akademik. Apabila dikatakan kepengawasan akademik
merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka
dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru,
sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara
mengembangkannya.
Sergiovanni menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk
kerja guru dalam kepengawasan akademik adalah melihat realita kondisi untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya:
Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?, Apa yang sebenarnya
dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas?, Aktivitas-aktivitas mana
dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan
murid?, Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik?, Apa
kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai
kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran.
Namun satu hal yang perlu ditegaskan, bahwa setelah
melakukan penilaian untuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas kegiatan
kepengawasan akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan
pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui kepengawasan akademik
guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Menurut
Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian
kepengawasan akademik.
Satu. Kepengawasan akademik
harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan prilaku guru dalam
mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial kepengawasan
akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit bahwa
hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam kegiatan pengembangan
perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku kepengawasan akademik yang baik dan
cocok bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan,
minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru harus
dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan
program kepengawasan akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh, 1989).
Kedua. Perilaku pengawas
dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial,
sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut.
Desain tersebut terwujud dalam bentuk program kepengawasan akademik yang
mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena kepengawasan akademik merupakan
tanggung jawab bersama antara pengawas dan guru, maka alangkah baiknya jika
programnya di desain bersama oleh pengawas dan guru.
Ketiga. Tujuan akhir
kepengawasan akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi
murid-muridnya. Secara rinci, tujuan kepengawasan akademik akan diuraikan lebih lanjut berikut
ini.
Tujuan kepengawasan akademik adalah membantu guru mengembangkan
kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya
(Glickman, 1981). Maka melalui kepengawasan akademik diharapkan kualitas
akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980).
Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit,
semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar
guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness)
atau motivasi (motivation) guru,
sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran
akan meningkat. Sedangkan menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan
kepengawasan akademik sebagaimana dapat
dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Tiga Tujuan Supervisi/Kepengawasan
Kepengawasan akademik diselenggarakan dengan maksud
membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya dalam memahami akademik,
kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan
kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu. Selanjutnya, Kepengawasan akademik
juga bermaksud untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan
memonitor ini bisa dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di
saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya,
maupun dengan sebagian murid-muridnya. Kepengawasan akademik diselenggarakan
untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas
mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong
guru agar memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981), Kepengawasan
akademik yang baik adalah kepengawasan akademik yang mampu berfungsi mencapai
multi tujuan tersebut. Tidak ada keberhasilan bagi kepengawasan akademik jika
hanya memperhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan
lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah kepengawasan akademik
akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan
perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar
murid yang lebih baik. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menggambarkan sistem
pengaruh perilaku kepengawasan akademik sebagaimana gambar 2.2.
Sumber: Alfonso, RJ., Firth, G.R., & Neville, R.F.1981. Instructional Super- vision, A Behavior System, Boston: Allyn and
Bacon, Inc., p. 45.
Gambar
2.2 di atas memperjelas kita dalam memahami sistem pengaruh perilaku
kepengawasan akademik. Perilaku kepengawasan akademik secara langsung
berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui
kepengawasan akademik, pengawas mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga
perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya
perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar murid.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir kepengawasan akademik
adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.
Richard
Waller mendefinisikan supervisi klinis sebagai supervisi yang difokuskan pada
perbaikan pengajaran melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan,
pengamatan dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar
sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional (Ngalim
Purwanto, 90). Sementara Lucio membatasi maksud dari kepengawasan klinik hanya
untuk menolong guru-guru agar mengerti inovasi dan mengubah performan mereka
agar cocok dengan inovasi tersebut (Made Pidarta, 250).
Jhon
J. Bolla mengemukakan bahwa kepengawasan klinik adalah suatu proses bimbingan
yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesional guru/calon guru,
khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara
teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar
tersebut (Ngalim Purwanto, 91).
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepengawasan klinik adalah
suatu pembinaan yang dilakukan oleh pengawas pendidikan secara demokratis
terhadap kinerja guru dalam upaya pencapaian pembelajaran yang efektif dan
efisien.
Tujuan kepengawasan klinik adalah untuk membantu
memodifikasi pola-pola pengajaran yang dianggap kurang efektif. Menurut
Sergiovanni (1987) ada dua sasaran pengawasan klinik yang dalam hemat penulis
merefleksikan multi tujuan kepengawasan pengajaran, di antaranya pengembangan
profesional dan motivasi kerja guru, Di satu sisi, kepengawasan klinik
dilakukan untuk membangun motivasi dan komitmen kerja guru. Di sisi lain, pengawasan
klinik dilakukan untuk menyediakan pengembangan staf bagi guru. Sedangkan
menurut dua orang teoritis lainnya, yaitu Acheson dan Gall (1987) tujuan kepengawasan
klinik adalah meningkatkan pengajaran guru dikelas. Tujuan ini dirinci lagi ke
dalam tujuan yang lebih spesifik, di antaranya; Menyediakan umpan balik yang
obyektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya,. Mendiagnosis
dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran,. Membantu guru
mengembangkan keterampilannnya menggunakan strategi pengajaran,. Mengevaluasi
guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya,. Membantu guru
mengembangkan sikap positif terhadap pengembangan profesional yang
berkesinambungan.
Demikianlah sekilas deskripsi konsep pengawasan klinik,
bila disimpulkan, karakteristik kepengawasan klinik adalah berikut; kepengawasan
klinik berlangsung dalam bentuk hubungan tatap muka antara pengawas dan guru,
tujuan kepengawasan klinik itu adalah untuk pengembangan profesional guru.
Kegiatan kepengawasan klinik ditekankan pada aspek-aspek yang menjadi perhatian
guru serta observasi kegiatan pengajaran di kelas, observasi harus dilakukan
secara cermat dan mendetail, analisis terhadap hasil observasi harus dilakukan
bersama antara pengawas dan guru dan hubungan antara pengawas dan guru harus
bersifat kolegial bukan autoritarian.
Prinsip dan Teknik Pengawas Pendidikan
Seorang pengawas pendidikan dalam melaksanakan
kepengawasan hendaknya bertumpu pada prinsip pengawasan. Sebagaimana dijelaskan
oleh Piet A Sahertian dan Frans Mataheru sebagai berikut:
Prinsip
Pengawasan; 1). Ilmiah (Scientific), 2). Demokratis,
3). Kooperatif, 4). Konstruktif dan kreatif (Piet A Sahertian dan Frans Mataheru 30-31). Jika prinsip-prinsip
pengawasan ini telah dipahami oleh seorang pengawas pendidikan, Maka seorang pengawas
pendidikan akan lebih mudah dalam mengadakan kepengawasan melalui teknik-teknik
kepengawasan yang digunakan.
Teknik kepengawasan berarti cara dalam mengadakan
kepengawasan, mekanisme yang dipakai dalam mengadakan pengawasan. Pengawasan
dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan tujuan agar apa yang diharapkan bersama
dapat menjadi kenyataan.
Secara garis besar, cara atau teknik pengawas dapat digolongkan
menjadi dua yaitu teknik individual dan teknik kelompok (Piet A
Sahertian dan Frans Mataheru 45). Teknik Individual yaitu bila pengawas
pendidikan memberikan bimbingan atau bantuan kepada guru yang biasanya bila
guru tersebut menghadapi masalah khusus. Teknik yang bersifat individual antara
lain perkunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, saling
mengunjungi kelas, dan menilai diri sendiri. Kemudian Teknik Kelompok bersifat kelompok digunakan dalam kegiatan pengawas untuk mendapatkan
penyelesaian atau pun pendapat yang tidak hanya bersifat dua arah, antara
supervisor atau pengawas pendidikan dengan guru yang di awasi, tetapi multi
arah, pendapat berasal dari supervisor atau pengawas pendidikan dan guru-guru
dalam suatu kelompok. Beberapa teknik yang dilakukan antara lain: Pertemuan orientasi bagi guru baru, Panitia Penyelenggara, Rapat guru, Study kelompok antar guru,Diskusi sebagai
proses kelompok, Tukar menukar pengalaman, Lokakarya, Diskusi panel, Seminar, Simposium, Demonstrasion teaching, Perpustakaan jabatan, Buletin supervisi, Membaca langsung, Mengikuti kursus, Organisasi jabatan, Curiculum laboratory, dan Perjalanan sekolah untuk anggota staff.
Kinerja Pengawas Pendidikan
1. Pengertian Kinerja
Kinerja dalam kamus bahasa Indonesia adalah sesuatu yang
ingin dicapai, prestasi yang ingin diperlihatkan dan kemampuan kerja seseorang
(W.J.S. Purwadarminta, 56). Demikian pula Hadari Nawawi mengartikan kinerja
sebagai prestasi seseorang dalam suatu bidang keahlian tertentu, dalam
melaksanakan tugas-tugas pekerjaannya yang didelegasikan dari atasan dengan
efektif dan efesien (Hadari Nawawi, 34). Kinerja adalah kemampuan yang dimiliki
individu dalam melakukan suatu pekerjaan, sehingga terlihat prestasi
pekerjaannya dalam mencapai tujuan. Dengan demikian, kinerja dapat diartikan
sebagai kemampuan seseorang dari pekerjaannya, sehingga tercapai tujuan yang
ditetapkan sebelumnya. Namun, kemampuan disini bukan hanya terletak bagaimana
cara mengelola, tetapi memimpin dan mengaplikasikan semua kemampuan yang ada
dalam dirinya.
2. Kualifikasi Pengawas Pendidikan
Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan berhasil,
seorang pengawas pendidikan haruslah memiliki kemampun mengorganisir dan
membantu staf di dalam merumuskan perbaikan pengajaran di sekolah dalam bentuk
program yang lengkap, memiliki kemampuan untuk membangkitkan dan memupuk
kepercayaan pada diri sendiri dari guru-guru dan anggota staf sekolah lainya,
mempunyai kemampuan untuk membina dan memupuk kerja sama dalam melakukan dan
melaksanakan program-program pengawasan, serta memiliki kemampuan untuk
medorong dan membimbing guru-guru serta segenap staf sekolah lainya agar mereka
dengan penuh kerelaan dan tanggung jawab berpartisipasi secara aktif pada
setiap usaha-usaha sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah.
3. Kompetensi Pengawas Pendidikan
a. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian pengawas pendidikan adalah
kemampuan pengawas pendidikan dalam menampilkan dirinya atau performance diri
sebagai pribadi yang: Bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas pokoknya, kreatif
dalam bekerja dan memecahkan masalah, ingin tahu hal-hal baru tentang ilmu
pengetahuan teknologi dan seni, memiliki motivasi kerja dan bisa memotivasi
orang lain dalam bekerja.
Makna dari kompetensi kepribadian sebagai mana
dikemukakan di atas adalah sikap dan perilaku yang ditampilkan pengawas
pendidikan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan mengandung
empat karakteristik di atas. Ini berarti sosok pribadi pengawas pendidikan
harus tampil beda dengan sosok pribadi yang lain dalam hal tanggung jawab,
kreatifitas, rasa ingin tahu dan motivasi dalam bekerja. Sosok pribadi tersebut
diharapkan menjadi kebiasaan dalam perilakunya.
b. kompetensi Sosial
Kompetensi sosial pengawas pendidikan adalah kemampuan
pengawas pendidikan dalam membina hubungan dengan berbagai pihak serta aktif
dalam kegiatan organisasi profesi pengawas (APSI ). Kompetensi sosial pengawas
pendidikan mengindikasikan dua keterampilan yang harus dimiliki pengawas
pendidikan yakni keterampilan berkomunikasi baik lisan atau tulisan termasuk
keterampilan bergaul dan keterampilan bekerja dengan orang lain baik secara individu
maupun secara kelompok/ organisasi. Keterampilan ini mensyaratkan tampilnya
sosok pribadi pengawas pendidikan yang luwes, terbuka, mau menerima kritik
serta selalu memandang positif orang lain.
Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial pengawas
pendidikan sebagaimana dijelaskan di atas hanya tambahan dari kompetensi
kepribadian dan kompetensi sosial guru dan kepala sekolah karena pengawas
pendidikan berasal dari guru atau kepala sekolah sehingga kompetensi
kepribadian dan kompetensi sosial guru atau kepala sekolah sudah melekat pada
dirinya.
c. Kompetensi Kepengawasan Manajerial
Kompetensi kepengawasan manajerial adalah kemampuan
pengawas pendidikan dalam melaksanakan pengawasan manajerial yakni menilai dan
membina kepala sekolah dan tenaga kependidikan lain yang ada di sekolah dalam
mempertinggi kualitas pengelolaan dan administrasi sekolah.
Standar administrasi dan pengelolaan sekolah secara
konseptual dan operasional tersirat dan tersurat dalam rumusan kompetensi inti
kepala sekolah (PERMENDIKNAS No.13 Tahun 2007) khususnya pada dimensi
kompetensi manajerial pengawas sekolah. Pengawas dituntut juga untuk menguasai
program dan kegiatan bimbingan konseling serta memantau pelaksanaan standar
nasional pendidikan di sekolah binaannya. Untuk itu pengawas sekolah harus
menguasai teori, konsep serta prinsip tentang metode dan teknik pengawasan
pendidikan berikut aplikasinya dalam penyusunan program dan praktek pengawasan
manajerial.
d. Kompetensi Kepengawasan Akademik
Kompetensi kepengawasan akademik adalah kemampuan
pengawas pendidikan dalam melaksanakan pengawasan akademik yakni menilai dan
membina guru dalam rangka mempertinggi kualitas proses pembelajaran yang
dilaksanakannya agar berdampak terhadap kualitas hasil belajar siswa.
Kompetensi kepengawasan akademik intinya adalah membina
guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran. Oleh sebab itu sasaran
supervisi akademik adalah guru dalam proses belajar mengajar (pembelajaran).
Materi pokok dalam proses pembelajaran adalah (penyusunan silabus dan RPP,
pemilihan strategi/metode/teknik pembelajaran, penggunaan media dan teknologi
informasi dalam pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran serta
penelitian tindakan kelas).
e. Kompetensi Evaluasi Pendidikan
Kompetensi evaluasi pendidikan merupakan kemampuan
pengawas pendidikan dalam kegiatan mengumpulkan, mengolah, menafsirkan dan
menyimpulkan data dan informasi untuk menentukan tingkat keberhasilan
pendidikan. Materi pokok kompetensi evaluasi pendidikan adalah penilaian proses
dan hasil belajar, penilaian program pendidikan, penilaian kinerja guru,
kinerja kepala sekolah, dan kinerja sekolah.
Penilaian itu sendiri diartikan sebagai proses memberikan
pertimbangan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Oleh sebab itu ciri
dari kegiatan penilaian adalah adanya objek yang dinilai. Adanya kriteria yang
dijadikan indikator keberhasilan dan adanya interprestasi dan judgement. Setiap
kegiatan penilaian akan menghasilkan data hasil penilaian yang harus diolah dan
dianalisis untuk pengambilan keputusan.
f. Kompetensi Penelitian dan Pengembangan
Kompetensi penelitian dan pengembangan adalah kemampuan
pengawas sekolah dalam merencanakan, melaksanakan penelitian pendidikan /pengawasan
serta menggunakan hasil-hasilnya untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan.
Penelitian adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah
menafsirkan dan menyimpulkan data dan
informasi untuk memecahkan masalah praktis dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Penelitian merupakan metode ilmiah yakni memecahkan masalah dengan menggunakan
logika berpikir yang didukung oleh data empiris. Logika berpikir tampak dalam
prosesnya dengan menempuh langkah-langkah yng sistematis mulai dari pengumpulan
data, mengolah, dan menafsirkan data, menguji data sampai menarik kesimpulan.
Data dikatakan empiris sebab menggambarkan apa yang
terjadi di lapangan. Dalam kompetensi penelitian materi yang perlu dikuasai
pengawas pendidikan antara lain pendekatan, metode dan jenis penelitian,
merencanakan dan melaksanakan penelitian, mengolah dan menganalisis data,
menulis laporan hasil penelitian sebagai karya tulis ilmiah serta memanfaatkan
hasil-hasil penelitian. Kompetensi penelitian bagi pengawas bermanfaat ganda
yakni manfaat untuk dirinya sendiri agar dapat menyusun karya tulis ilmiah
berbasis penelitian dan manfaat untuk membina guru dan kepala sekolah dalam hal
merencanakan dan melaksanakan penelitian khususnya penelitian tindakan (Nana
Sujana, 4-21).
Dari berbagai uraian teori tentang kinerja pengawas
pendidikan di atas maka yang dimaksud dengan kinerja pengawas pendidikan adalah
kemampuan kerja seorang pengawas pendidikan dalam bidang kepengawasan
pendidikan yang di delegasikan dari Departemen Pendidikan dalam melaksanakan
tugasnya di Sekolah. Kinerja pengawas pendidikan dapat diukur berdasarkan 5
aspek: 1). Kompetensi Kepribadian 2). Kompetensi Sosial 3). Kompetensi
Kepengawasan Manajerial 4). Kompetensi Kepengawasan Akademik 5). Kompetensi
Evaluasi Pendidikan 6). Kompetensi Penelitian dan Pengembangan.
DAFTAR BACAAN
Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV
Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet.1.
Purwanto, M. Ngalim.,
Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung-PT Remaja Rosdakarya,
2009), Cet. 19.
Sahertian, Piet. A., dan Frans Mataheru, Prinsip dan
Teknik Supervisi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981).
Pidarta,
Made., Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
1999).
Poerwadarmita, W. J. S., Kamus Besar Indonesia,
(Jakarta: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 1998).
Sudjana,
Nana., Kompetensi Pengawas Sekolah, (Binamitra Publising-2009).
No comments:
Post a Comment