Di
antara beragam elemen bangsa, kaum muda merupakan elemen terpenting dalam
mengupayakan terwujudnya cita-cita bangsa. Bukan hanya karena kaum muda akan
menjadi penerus generasi masa depan, tetapi karena faktor kesejarahan bahwa
setiap momentum perubahan, pemuda selalu menjadi pelopor di garda terdepan.
Kita lihat dalam historiografi Indonesia, cikal bakal kelahiran negara-bangsa
Indonesia berhutang besar pada peran generasi muda.
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNYA. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (QS. Ar Rahman, 55:29)
IMAM AHMAD BIN HANBAL
BIOGRAFI IMAM AHMAD BIN HANBAL
Nama
lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn Asad Ibn Idris Ibn Abdullah
Ibn Hasan al-Syaibaniy. Ibunya bernama Syarifah Maimunah binti Abdul Malik Ibn
Sawadah Ibn Hindun al-Syaibaniy, jadi baik dari pihak ayah maupun ibu, Imam
Ahmad bin Hanbal berasal dari salah satu kabilah yang berdomisili di
semenanjung Arabia. Imam Ahmad bin Hanbal lahir di Baghdad pada bulan rabi’ul
awal tahun 164 H/780 M. Ayah dan ibunya sebenarnya berasal dari kota Marwin
wilayah Khurasan, tetapi dikala ia masih dikandungan, ibunya pergi ke Baghdad
dan di sana beliau dilahirkan.
Imam Ahmad bin Hanbal
adalah imam yang keempat dari fuqaha Islam. Ahmad bin Hanbal adalah seseorang
yang mempunyai sifat-sifat luhur dan budi pekerti yang tinggi. Garis Silsilah
Ahmad bin Hanbal bertemu dengan keturunan Rasulullah SAW. Pada Mazin ibn Muadz
Ibn Adnan. Ibnu Hanbal dikenal sebagai seorang yang wara, zuhud, amanah, dan
sangat kuat berpegang pada yang haq, ia hafal al Qur’an dan mempelajari bahasa,
belajar menulis dan mengarang ketika berusia empat belas tahun. Ia hidup sebagai
seorang yang cinta menuntut ilmu dan bekerja keras, sehingga ibunya merasa
kasihan kepadanya. Bahkan diceritakan ia pernah ingin keluar untuk menuntut
ilmu sebelum terbit fajar, namun ibunya meminta agar ditunggu saja hingga
orang-orang bangun tidur. (Huzaimah Tahido Yanggo. 137).
MANAJEMEN ORGANISASI & KEPEMIMPINAN
Tulisan ini hadir dari
obrolan ringan bareng beberapa sahabat di Semanggi Institute. Di tengah suasana
selesainya prosesi KONFERCAB PMII CIPUTAT yang kemudian disusul agenda RTK PMII
KOMFAKTAR, berangkat dari celetukan-celetukan aneh sahabat-sahabat sampe
obrolan ngalor ngidul tentang manajeman organisasi dan kemampuan memimpin
organisasi. Selain dari hasil obrolan, biar terkesan ilmiah, karena di ruang
depan tempat ngobrolnya ada rak buku, tulisan ini juga dilengkapi beberapa
kutipan dari para ahli yang membicarakan tentang manajeman organisasi dan
kepemimpin.
Posisi manusia dalam Islam
di anugrahi gelar mulia yaitu “khalifah”.
Sementara fungsi dan tugas manusia sebagai seorang khalifah sejatinya
adalah bagaimana seorang manusia bisa memakmurkan bumi. Karena dalam konteks
manusia sebagai khalifah, manusia diposisikan sebagai wakil Tuhan di bumi yang
bertanggung jawab untuk memakmurkan dan menjaga keberlangsungan hidup seluruh
makhluk yang ada di bumi.
Konsep Taubat dalam Persfektif Tasawuf
Peradaban dunia dewasa ini tengah
dihadapkan pada kehidupan dunia modern, di mana penekanan individual dan
rasionalisme-empiris serta sikapnya yang sangat agresif terhadap kemajuan menjadi
salah satu ciri masyarakat yang paling menonjol. Harus diakui bahwa modernisme
telah memacu perkembangan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Namun
pada saat yang sama, modernisme menggiring manusia memasuki masa-masa krisis
bagi kualitas kemanusiaannya.
Hal ini, ditandai dengan fenomena
perilaku dan pola pikir manusia yang semakin menjauh dari eksistensi kemanusiaannya.
Nilai-nilai kemanusiaan telah banyak diabdikan dan dikorbankan oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Supremasi rasionalisme, empirisme, positivisme
dan pragmatisme tampil dengan gagahnya, seraya dianggap telah berhasil
menggeser dogma agama. (Nurcholis Madjid, 2000. 97)
Menjadikan Kritik Sebagai Hal Positif
Kritik
atau yang biasa juga sebagai umpan balik (feed
back), merupakan suatu pesan yang disampaikan oleh seseorang dalam
komunikasinya dengan orang lain. Kita sendiri terkadang tanpa sadar memberikan
kritik dalam percakapan dengan orang lain. Pada umumnya kritik cenderung tak
ingin kita dengar. Kita biasanya akan terganggu, sakit hati, atau bahkan bias
mengancam identitas kita. Karena itu, wajar jika kadangkala kritik diabaikan
oleh penerimanya.
Bagi
sebagian kalangan nampaknya kritik lebih banyak disikapi secara defensif,
dengan mengatakan membuatnya kurang produktif dan kurang percaya diri. Saya
juga memandang tepat jika ada pandangan yang mengatakan bahwa lebih baik banyak
memuji dari pada mengkritik dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial kita.
Namun, sebaiknya kita tetap perlu mempertimbangkan bagaimana memanfaatkan dan
caranya memberi kritik yang membangun, agar tak sampai terjadi masalah yang
berlarut.
Menurut
Karen Wright (Psikology Today April 2011), apabila diberikan dengan tepat,
umpan balik merupakan hal penting untuk bernegosiasi dalam mencapai relasi
sosial yang baik. Seperti kita ketahui, pembelajaran yang kita peroleh dalam
hidup sebagian besar terletak pada bagaimana “kita mengenali, menganalisis, dan
menerima kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan”. Hal tersebut bisa kita
dapatkan dari kritik yang kita terima dari orang lain.
Jika
seorang teman menilai kita dalam hal penampilan, bisa dilihat dari opininya
saja sehingga tak masalah jika kita abaikan. Tetapi dalam hubungan yang lebih
intim, pendapat adalah segalanya. Jika seseorang memberitahu bahwa ia merasa
belum pernah didengarkan atau kurang dihargai, pasti ada masalah. Meskipun anda
mungkin merasa telah mendengarkan dan menghargainya dengan baik, oleh karenanya
memberikan umpan balik dalam sebuah komunitas bisa menjadi masalah sensitif
yang spesifik.
Sementara
itu, ada perbedaan antara kritik yang diarahkan pada hal-hal yan sifatnya
eksternal (seperti cara mengemudi, gaya berpakaian, dll) dan umpan balik yang
pada dasarnya merupakan ungkapan kerinduan, kemarahan, atau keluhan mengenai
kondisi suatu relasi. Jika yang pertama dapat dianggap berorientasi pada tugas,
yang kedua mungkin berorientasi pada permintaan, karena biasanya menyelubungi keinginan
akan sesuatu, seperti ingin banyak berbagi atau membutuhkan rasa aman.
Semisal,
dalam analogi suatu kasus, jika ada seorang pasangan yang mengucapkan “kamu terlalu
mementingkan kantormu atau temanmu dan sebagainya”, bisa berarti “bisakah kita
lebih sering bersama?” atau “saya kurang mendapat perhatianmu”. Begitu juga
dalam ranah organisasi publik dan civil
society. Dalam hubungan yang lebih intim, kedua jenis kritik tersebut bisa
menyatu, membuat beragam argumentasiyang saling campur aduk dan tidak
produktif. Kita perlu mengetahui apakah kita sedang mengkritik cara seseorang
melakukan sesuatu atau sedang mengekspresikan kebutuhan mendasar, ketakutan,
atau keinginan kita. Selain itu kita perlu mengingat, kunci keberhasilan bagi
penerima kritik adalah lebih peka untuk mendengarkan perasaan dibalik tuntutan
untuk berubah. Karena Percakapan akan berhasil jika setiap pihak bisa saling
mendengarkan dan memahami sehingga dapat berakhir dengan kepuasan.
Menjadi
pendengar yang baik menurut Komaruddin Hidayat, berkaitan dengan makna dan
pesan yang tersimpan di balik suara atau di antara kata-kata. Ini diperlukan
pelatihan dan kesiapan mental bagi penerima kritik/umpan balik serta ketulusan
untuk menerima dan menghargai orang lain yang mengkritiknya.
Kemudian
Karen Wright (2011) memberikan 8 buah aturan untuk kritik yang efektif, yaitu:
1.
Selalu
memulai dengan pertanyaan, misalnya “menurut kamu bagaimana kamu melakukannya”
?. cara demikian membuat penerima kritik merasa ikut memiliki masalah dan
merasa dilibatkan.
2.
Jangan
pernah memberikan kritik, kecuali jika
diminta. Umpan balik negative yang tidak di inginkan hanya akan menimbulkan
gangguan dan akan di abaikan.
3.
Pastikan
anda terlihat memiliki kewenangan untuk memberikan umpan balik yang korektif.
Kritik dari seseorang yang dipandang tidak berwenang atau kurang kompeten akan
menimbulkan resistensi (perlawanan). Paling tidak seseorang kritikus adalah
seseorang yang dapat ditiru untuk prilaku yang dikritiknya.
4.
Bedakan
kritik sebagai tuntutan untuk berubah yang merefleksikan kebutuhan kita atau
kritik yang pald tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu. Misalkan kita
perlu memahami bahwa ucapan “kau terlalu menuntut” sebenarnya berarti “saya
berharap saya merasa lebih diterima.
5.
Jangan
pernah memberikan umpan balik ketika anda marah. Kemarahan akan mengasingkan
pendengarnya, lebih produktifnya bila kita mengekspresikan kekecewaan.
6.
Kenali
dengan siapa anda berbicara. Seseorang yang sangat mencintai dirinya sendiri,
akan memandang setiap kritik sebagai serangan terhadap pribadinya, rasa tak aman
akan meruntuhkan semua harga dirinya.
7.
Kenali
juga diri sendiri. Jika anda relative tidak sensitive terhadap kritik,
kendalikan untuk menjadi langsung saat menyampaikannya.
8.
Lebih
baik berharap munculnya sikap defensif sebagai respon pertama, sedangkan
perubahan mungkin akan datang kemudian.
Dengan
demikian adanya kritik dalam relasi sosial menjadi suatu hal yang lumrah
terjadi, yang terpenting adalah bagaimana kita baik dalam saat kondisi sedang
memberikan atau menerima umpan balik memandang bahwa hal ini sebagai upaya
positive menuju kondisi dan untuk memfasilitasi kepentingan bersama.
Wallahul Muaffiq Illa Aqwamithariq
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Paradigma Pendidikan Multikultural H. A. R. Tilaar*
Henry Alex Rudolf Tilaar, lahir dan dibesarkan dari darah seorang
guru yang berjiwa nasionalis dan keluarga yang sederhana di desa yang cukup
relatif terpencil di tepi
Danau Tondano
di Sulawesi Utara. Sebagai pendidik,
orang tua Tilaar selalu
memberi dukungan, menyemangati-Nya
untuk terus belajar
dan terus berproses mengikuti jenjang pendidikan. Namun, apa yang sudah saya
capai saat ini, ungkap Tilaar, “lebih didasarkan pada dorongan pribadi (kemauan)
yang tertanam di jiwa
saya untuk fokus dalam mengembangkan studi
pendidikan, khususnya pendidikan
di Indonesia”.
Karena itulah saya menempuh studi
lebih terkonsentrasi pada bidang pendidikan, berusaha konsekuen terhadap apa
yang saya pikirkan, dan kemudian saya letakkan setiap pemikiran saya itu dalam bentuk karya.
Selama
menempuh jenjang studi, aktivitas H.A.R. Tilaar semuanya difokuskan untuk mengajar sebagai guru Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Atas (SMA) hampir 5 tahun di Bandung, dan menjadi dosen di perguruan tinggi sampai saat ini.
Apa
yang menjadi motivasi Bapak
dalam penulisan karya?
Saat
melihat kondisi pendidikan yang terjadi di negeri ini, berdasarkan pada apa
yang sudah saya alami saat berproses dalam menempuh jenjang studi, dan yang
sudah saya jalani selama menjadi guru, maka ini yang menjadi acuan saya dalam
menuliskan karya. Dan ternyata buku-buku saya juga menjadi koleksi dari Life of Congress di Amerika Serikat tentunya menjadi
studi tersendiri. Sehingga saya diberikan
penghargaan Distinguished Alumni Award dari universitas tempat saya
belajar.
Pemberian
penghargaan tersebut sebetulnya sudah di mulai sejak tahun 1977. Pada waktu itu
tahun 2009 lalu, ada tiga orang yang dianugerahi
penghargaan tersebut, yang pertama itu, Dr. Young Hwan Kim dari
Korea Selatan yang dinilai telah membantu pengembangan e-learning
melalui televisi di Korea Selatan dan juga di Asia melalui APEC, Kedua Dr.
Joseph J. Russell yang telah memainkan peran penting dalam pengembangan
pendidikan masyarakat African-American di Amerika Serikat, dan yang
ketiga saya dari Indonesia.
Penghargaan yang diberikan ketika saya
sudah 40 tahun tamat dari sekolah tersebut. Yang katanya mereka juga mengikuti
pemikiran-pemikiran saya melalui internet. Lalu pertanyaannya, kenapa saya mendapatkan
penghargaan tersebut? Karena
saya meletakkan “prinsip
pendidikan nasional itu pada kebutuhan anak Indonesia, bukan kebutuhan yang lain”. Oleh karenanya, saya menentang sekolah
yang bertaraf Internasional yang menggunakan kurikulum asing yang tidak sesuai
dengan kebutuhan anak Indonesia. Hal ini hanya buang-buang uang tanpa konsep.
Kritik ini juga saya lontarkan pada saat
dikeluarkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 (UU SISDIKNAS), dengan mengadakan seminar di Harvard
University yang mengupas tentang bagaimana membangun satu pendidikan nasional,
tapi hal ini tidak diperhatikan oleh bangsa kita, akan tetapi saat salah satu konsultan
pendidikan dari Inggris mengeluarkan kritik terhadap masalah ini, seolah
menjadi heboh. Nah,
pertanyaannya adalah apakah ini yang menjadi mentalitas bangsa kita? Kalau orang Indonesia yang berbicara itu
tidak didengar tapi saat orang bule (asing) yang memberikan opsi ini baru
didengar, aneh bin ajaib inilah mentalitas bangsa ini. Lima tahun yang lalu sudah saya peringatkan, kaji
kembali apakah sudah benar jalan pendidikan bangsa ini.
Sebagai
seorang pendidik, kebijakan apa yang telah Bapak tekankan? (Ketika menjabat sebagai guru, dosen,
dekan, dan birokrasi pemerintahan).
Melakukan
reorientasi dari pendidikan nasional itu sendiri yang kita terapkan, yaitu
dengan tetap mengacu
pada desentralisasi, tetapi ada peran terbatas mengenai biaya dan lain-lain.
Dalam konteks kekinian, bagaimana memberdayakan sekolah-sekolah dengan aturan
bagus yang disebut dengan KTSP yang dibuat oleh Pemerintah
Pusat. Seharusnya sekolahlah yang
mengembangkan KTSP dan hal inilah juga yang disebut dengan manajemen berbasis
sekolah. Begitu juga dengan peran perguruan tinggi baik di kota-kota maupun di daerah. Sedangkan
kuncinya adalah guru.
Bagaimana guru membuat kurikulum yang cocok dengan daerahnya (potensi daerah), bukan diarahkan untuk bisa berbahasa Mandarin, Jepang,
dan sebagainya.
Jadi, pendidikan kita ini sebenarnya adalah proses pembodohan rakyat, bukan mencerdaskan kehidupan bangsa
ini.
Inovasi
pendidikan yang Bapak
inginkan?
Membangun
sebuah bangsa Indonesia yang besar seperti yang dicita-citakan dalam Revolusi 1945 dan yang sudah kita
sepakati dalam Sumpah
Pemuda 1928. Bangsa ini yang dibangun dengan darah dan
air mata dari pemuda-pemudi kita sejak tahun-tahun permulaan abad 20.
Kebangkitan nasional Indonesia yang ditandai dengan lahirnya Budi Utomo,
gerakan taman siswa yang dipelopori Ki Hajar Dewantara, serta Sumpah Pemuda yang dipelopori
oleh mahasiswa Indonesia. Sudah selayaknya kita selaku generasi bangsa ini, meneruskan
jejak perjuangan mereka untuk membangun kembali bangsa Indonesia yang cerdas
bukan yang cerdik sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Mohammad Hatta.
Makna
pendidikan multikultural menurut Bapak
?
Manusia
itu lahir dalam lingkungan dan kebudayaannya sendiri, dan tidak bisa dia
menghilangkannya, karena itulah budaya manusia sendiri itu harus dirawat, bukan
berarti nasionalisme menjadi hilang karenanya, tapi ternyata manusia ketika pada
kebudayaannya, akan terus menapaki orientasinya yang lebih luas mengikuti
perkembangannya secara dinamis. Seperti ilustrasi, Anda lahir di bogor berarti orang Sunda, orang Sunda ini lahir dengan budaya Sundanya, bukan budaya Jawa dan bukan budaya Manado. Tetapi
budaya Sunda
ini diarahkan pada budaya yang lebih abstrak dalam buku saya dijelaskan
seakan-akan berbentuk piramida terbalik, kalau mula-mula diturunkan urutannya
adalah kekeluargaan, kultur (suku sendiri), lama-kelamaan naik tingkat dan
orientasinya menjadi lebih tinggi, lebih luas, yang lebih tinggi itu adalah
ke-Indonesia-an. Dari kesundaan itu Anda
hanya akan mengetahui akan Bogor
saja dan terikat pada kesundaannya. Tetapi, kita sepakat dengan Sumpah Pemuda
bahwa kita itu adalah Indonesia. Indonesia yang berakar pada sub-budaya yang ada, itulah keindahan dari
Indonesia.
Lalu,
bagaimana kita menaiki orientasi yang lebih luas itu ?
Melalui
pendidikan multikultural. Dengan menaiki tingkat yang lebih tinggi maka kita
akan mempunyai orientasi yang lebih luas yaitu ke-Indonesia-an. Untuk itu
multikulturalisme harus dilengkapi dengan apa yang saya sebut dengan “meng-Indonesia”,
sebab menurut saya Indonesia itu adalah suatu proses. Itu harus kita peroleh
melalui pendidikan nasional, pendidikan rakyat, untuk menjadi bangsa Indonesia,
bukan sudah jadi.
Pada tahun 2007 ada tiga buku yang
terbit, pertama yang dieditori oleh Komaruddin Hidayat mengenai Islam
bagaimana Indonesia menjadi satu pada zamannya, kedua mengenai sejarah
timbulnya Indonesia oleh simbolon dan yang ketiga Tilaar dengan melalui
proses pendidikan untuk menjadi Indonesia. Misalnya: bagaimana meninggalkan
rasa kesukuan yang sempit menjadi ke-Indonesia-an, maksud dari buku “meng-Indonesia” yang saya tulis.
Kalau saya berpendapat dalam buku itu,
tidak menghilangkan identitas suku, karena bagaimanapun orang Sunda sifat kesukuan (kesundaannya) akan
tetap melekat, akan tetapi semakin diperhalus karena adanya suku-suku yang
lain. Jadi dengan adanya suku-suku yang
lain akan memberikan indeks terhadap
pembentukan pribadi kita sebagai identitas suku.
Oleh karena itu, multikulturalisme merupakan sesuatu yang
indah untuk Indonesia. Kalau kita berhasil maka kita akan menjadi contoh dunia,
antara lain kita bisa melawan apa yang disebut globalisasi tanpa arah,
globalisasi yang banyak dikupas oleh para ahli mengenai polemiknya.
Globalisasi antara lain yang
dikendalikan oleh modal-modal usaha. Contoh: di mall-mall sekarang banyak
terlihat toko-toko yang merupakan cabang-cabang dari negara lain, seperti: Paris, New York, Tokyo.
Mengapa demikian itulah yang disebut dengan modal multinasional yang mendikte
kita.
Perdagangan bebas yang dimotori WTO pada
tahun 2015 nanti,
akan diberlakukannya perdagangan bebas ASEAN. Kalau kita tidak siap dan kuat bersaing maka
kita akan tergilas oleh negara-negara kuat. Inilah nasib bangsa kita yang
dikendalikan oleh Multinational
Corporation,
korporasi internasional yang memiliki modal besar.
Bagaimana
penerepan pendidikan multikultural di Indonesia ?
Implementasi
pendidikan multikultural haruslah menyangkut ke dalam semua aspek kehidupan termasuk
agama dalam kehidupan sehari-hari. Karena setiap suku bangsa mempunyai
keunggulan masing-masing untuk dikembangkan kemudian disumbangkan pada bangsa
Indonesia. Seperti budaya sunda mempunyai cara-cara yang halus yang kemudian
bisa disumbangkan untuk ke-Indonesia-an, begitu juga dengan agama bukan untuk
gontok-gontokan, tetapi saling menghargai keyakinan yang berbeda. Semua aspek
itulah yang harus kita kembangkan untuk ke-Indonesia-an. Begitu juga dengan 4
pilar kehidupan nasional kita, yaitu: Pancasila, UUD 45, NKRI & Kebhinekaan
yang harus ditanamkan sejak muda.
Bagaimana
gagasan Bapak
tentang kurikulum pendidikan multikultural ?
Kurikulum
pendidikan multikultural itu berisikan ajaran bagaimana menumbuhkan sikap
toleran dari warga masyarakat agar supaya mengakui akan pluralisme dalam
masyarakatnya,
antara lain dalam rangka upaya untuk mengurangi gesekan-gesekan atau ketegangan
yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan di dalam masyarakat. Dan bagaimana
mereduksi berbagai jenis prasangka negatif yang secara potensial hidup dalam
masyarakat plural.
Mengenai rancangan kurikulum pendidikan
multikultural, kita juga harus melihat otonomi pendidikan yang diberikan kepada
daerah, sejalan dengan otonomi daerah yang sekarang sedang berlangsung, maka
daerah masing-masinglah yang mempunyai kewenangan menyusun kurikulum pendidikan
multikultural yang dibutuhkan oleh masyarakatnya, karena kondisi sosial dan
budaya di masing-masing daerah tentunya berbeda. Untuk itu, kurikulum
multikultural harus didesain sesuai budaya daerahnya dan diarahkan pada budaya
nasional. KTSP yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat bisa kita jadikan
pegangan dalam merancang kurikulum pendidikan multikultural yang sesuai dengan
daerahnya masing-masing. Yang harus kita pahami pendidikan multikultural bukan
berarti disusunnya mata pelajaran pendidikan multikultural, melainkan kurikulum
pendidikan multikultural harus menjiwai semua mata pelajaran dalam lembaga
pendidikan baik
formal maupun informal.
Bagaimana
pandangan Bapak
tentang sistem pendidikan nasional ?
Mengenai
sistem, jika kita lihat SISDIKNAS sudah nyelonong terkesan tidak mempunyai arah
untuk dibawa ke mana
pendidikan nasional bangsa kita ini. Contoh saja: Sejak reformasi orang tidak
lagi berbicara mengenai pancasila, sejarah nasional, akan tetapi orang lebih
banyak berbicara mengenai ujian nasional dengan beberapa mata pelajaran yang
menentukan nasib anak. Hal ini yang saya kritik dalam buku yang saya tulis “Standarisasi
Pendidikan Nasional”,
ini
jelas menghancurkan kepribadian anak. Karena arahannya hanya terorientasi pada fulus saja. Kita menggunakan standarisasi
tapi rakyat tidak dijelaskan apa itu standar, yaitu standar yang kita gunakan
adalah standar negara-negara maju.
Bambang Sudibyo (Mantan Menteri Pendidikan) mengatakan bahwa standar yang
dipakai adalah mengikuti negara-negara maju, standar Organization Economic
Development (OECD).
Bagaimana kita membangun pendidikan
bangsa ini dengan mengikuti standar tersebut, kenapa tidak melihat dari bawah,
coba lihat pendidikan pedalaman Kalimantan
sana atau di daerah-daerah pedalaman bagian selatan, apakah perangkat-perangkat
di sana
sudah bisa berjalan untuk menjalankan standar tersebut.
Apa
harapan Bapak
untuk pendidikan nasional Indonesia ke
depan?
Memiliki
tujuan dan arah yang jelas, mempunyai
konsep serta mempunyai pemimpin yang tegas. Saya pribadi sekarang merasa tidak
memiliki pemimpin yang tegas sehingga menimbulkan kesan tidak memiliki arah yang
jelas, yang menurut Gus Solah (KH Sholahuddin Wahid) adanya pemerintah atau tidak itu sama
saja, bahkan Syafii Ma’arif lebih pedas
mengeluarkan kritiknya bahwa kita tidak mempunyai presiden lagi.
Mengenai struktur Kemendiknas harus direorientasi
meski hal ini sensitif, saya melihatnya
terlalu banyak dimasuki oleh politik. bahkan ada NGO yang mempersoalkan akan performance beberapa kementerian seperti; (Keuangan, BUMN, Kemendiknas,
dan Kemenag) mengenai kegagalan pengelolaan departemen tersebut. Kalau saya melihat birokrasi itu terlalu
banyak dicekcoki oleh partai-partai jadi meskipun tidak mempunyai kemampuan
dalam bidangnya, dia dapat menempati posisi strategis. Misalnya saja latar
belakang mantan menteri dan menteri pendidikan sekarang, saya tahu betul
bagaimana backround pendidikannya, tapi karena support dari partai dia dapat menduduki posisi
jabatan tersebut. Ini juga terkait dengan masalah profesionalisme yang harus
ditegakkan dalam struktur Kementerian Pendidikan
Nasional, kalau kita lihat kenapa
bukannya Prof. Azra yang menjadi menteri padahal beliau selain sebagai dosen
tamu di Australia juga sudah diakui kapasitasnya secara Internasional. Secara
kasat mata, dari hal ini bisa kita lihat bahwa profesionalisme sangatlah kurang
ditegakkan. Terkait masalah kebohongan terjadinya banyak korupsi, itu karena
profesionalisme yang masih sempit. Salah
satu contoh lainnya mengenai PP 19 dalam UU SISDIKNAS mengenai Badan Standar
Nasional Pendidikan, salah satu anggotanya ada yang diambil dari pendeta. Lalu,
pertanyaannya apakah pendeta tersebut mampunyai konsep untuk pengembangan
pendidikan. Inilah salah satu bentuk terlalu besarnya peranan politik sehingga
mengesampingkan profesionalisme dengan tidak menempatkan seseorang pada tempatnya.
*Hasil Wawancara Penulis, Jakarta “Lembaga Manajeman UNJ” 24-Maret-2011
*Hasil Wawancara Penulis, Jakarta “Lembaga Manajeman UNJ” 24-Maret-2011
OTAK, PERILAKU DAN KOGNISI
Sistem syaraf
merupakan system kordinasi atau system control yang bertugas menerima
rangsangan, menghantarkan rangsangan ke semua bagian tubuh dan sekaligus
memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Dengan demikian system
ayaraf merupakan jaringan komunikasi yang terdapat di dalam tubuh. System
syaraf organ dalam tubuh yan terdiri atas struktur jaringan serabut syaraf yang
sangat halus terpusat di susunan syaraf pusat (central nervis). Sel syaraf atau
neuron dipandang sebagai unit kerja yang sangat penting pada system syaraf
pusat dan tepi. (Linda, L. Davidof. 1986, 140)
KESULTANAN MALAKA
Sejarah Kesultanan Malaka
Para ahli sejarah, berbedapendapat tentang kapan
Malaka lahir, Tom Piers, seorang penulis Portugis, yang tinggal di Malaka tahun
1512-1515, memberitakan bahwa Malaka telah dibuka lebih kurang seratus tahun
sebelum Malaka ditaklukan oleh bangsanya (Darmawijaya, 2010. 07). Kesultanan Malaka didirikan oleh Prameswara, ia adalah anak raja Palembang dari dinasti Syailendra yang terlibat dalam peperangan merebut kekuasaan Majapahit. Ia
berhasil meloloskan diri dari serangan Majapahit pada 1377 dan berlindung di
Tumasik. Nama tua singapura yang pada waktu itu di bawah kekuasaan Siam.
Di sana
Prameswara membunuh Temagi sebagai penguasa setempat dan kemudian melantik
dirinya menjadi penguasa yang baru. Karena takut dengan ancaman Siam,
Prameswara mencari tempat perlindungan yang aman, yang akhirnya sampai di
Malaka tahun 1400-an. Pada masa itu Malaka sebuah kampong kecil dan terpencil.
Penduduknya terdiri dari bajak laut dan penangkap ikan. Malaka memberikan rasa
aman bagi Prameswara dari ancaman Siam. (M.C. Ricklefs, 1998. 28)
PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM PADA MASA SAHABAT (KHULAFAURRASYIDIN)
Pasca
kepergian Rasulullah SAW, hukum Islam yang telah di bangun oleh oleh beliau
sebagai dasar-dasar yang mengatur kehidupan bermasyarakat, kemudian diteruskan
oleh para sahabat-sahabat nabi yang semasa hidupnya secara sukarela sudah ikut
terlibat dalam perjuangan nabi mensyi’arkan ajaran-ajaran Islam. Pada zaman
Rasulullah SAW, pemegang otoritas kekuasaan tasy’ri sepenuhnya di pegang oleh
nabi Muhammad SAW.
Sepeninggalnya
Rasulullah SAW, nabi telah mewariskan dua sumber hukum Islam yang dapat
dijadikan rujukan dalam pemecahan segala permasalahan yang ada, yaitu al Qur’an
dan Sunnah nabi. Kehidupan bermasyarakat yang semakin dinamis, memingkinkan
timbulnya permasalahan-permasalahan baru yang harus dipecahkan, untuk itu para
ulama baik dikalangan sahabat dan tokoh Islam lainnya, berkeawjiban menegakkan hukum
tas’ri pada zamannya masing-masing. Kewajiban tersebut, sebagaimana AW. Khalaf simpulkan berupa; penjelasan
kepada umat Islam tentang persoalan-persoalan yang membutuhkan penjelasan dan
interpretasi dari teks-teks al Qur’an dan as Sunnah.
HUKUM ISLAM PADA MASA KERASULAN MUHAMMAD SAW
Pada masa kerasulan atau fase di
mana nabi Muhammad SAW hidup, dapat disebut sebagai periode kelahiran dan
pembentukan hukum syari’at Islam (Rasyad Hasan Khalil. 35, 2009). Dengan
lahirnya hokum syari’at Islam pada fase ini, telah menjadi pedoman atau
petunjuk tentang sumber-sumber dan dalil-dalil yang di pergunakan ke depannya
untuk mengetahui suatu hukum atau ketetapan dari persoalan yang belum ada
ketetapannya (A. Wahab Khalaf. 08, 2002). Dengan demikian pada masa ini, telah
melahirkan sekaligus mewariskan dasar-dasar pembentukan hukum tasyri secara
sempurna.
Pembentukan hokum Islam pada masa
kehidupan nabi Muhammad SAW, oleh mayoritas ulama dapat di bagi ke dalam dua
fase yang memiliki corak dan karakteristik tersendiri. Adapun fase itu adalah fase Makkiyah, fase ini berlangsung
selama 12 tahun beberapa bulan, sejak nabi dilantik sebagai Rasul (masih
menetap di Mekkah) hingga hijrah ke Madinah. Kondisi ummat Islam pada era ini
secara kuantitas masih sedikit dan lemah, sehingga belum memiliki lembaga hukum
yang kuat, sehingga perhatian Rasulullah SAW tercurah pada aktivitas dakwah
dalam rangka penanaman tauhid kepada Allah SWT, dan meninggalkan praktek
penyembahan berhala dan patung-patung (A. Wahab Khalaf. 9, 2002)
Abdul Karim bin Muhammad al-Jilli
Al Jilli lahir pada tahun 1365 M,
di Jilan (Gilan). Sebuah provinsi di sebelah selatan kasfia dan wafat pada
tahun 1417 M. Sedangkan nama Jilli di ambil dari tempat kelahirannya di Gilan.
Al Jilli adalah seorang sufi yang terkenal di Baghdad. Riwayat hidupnya tidak
banyak diketahui oleh para ahli sejarah, tapi sebuah sumber pernah menyatakan
bahwa ia telah melakukan perjalanan ke India pada tahun 1387 M, kemudian
belajar tasawuf di bawah bimbingan Syaikh Abdul Qodir al Jailany. Selain itu al
Jilli juga berguru pada Syaikh Syafaruddin Isma’il bin Ibrahim al Jabiri di
Zabid (Yaman) pada tahun 1393-1403 (Rosihin Anwar. 253, 2007).
Abdul Karim bin Muhammad al Jilli
merupakan sufi kreatif, ia banyak menulis tentang tasawuf sekitar dua puluh
buku, di antara karangannya yang
terkenal adalah: 1. Al Insan al Kamil fi Ma’rifatil Awakhir wal Awa’il, 2. Al
Kahf war Raqim fi Syarhi Bismillahirrohmanirrohim. Al Insan al Kamil adalah
sebuah buku yang pernah menggemparkan ulama-ulama sunnah dan fiqih pada masa
itu, padahal isinya hanya sekedar menjelaskan buah fikiran Ibnu Arabi dan
Jalaluddin ar Rumi (Proyek Pembinaan PTAIN. 86, 1982).
Dasar-dasar Psikologi Sosial
Situasi Kelompok Sosial
Pengertian Situasi Kelompok
Sosial
Kelompok merupakan agregat sosial di mana
anggota-anggotanya saling bergantung, dan setidaknya memiliki potensi untuk
melakukan interaksi antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan situasi social
adalah setiap situasi di mana terdapat saling hubungan antara manusia yang satu
dengan manusia yang lainnya. Dengan kata lain, yang dinamakan situasi social
itu di mana terdapatnya interaksi sosial, maka dapat disebut sebagai situasi
sosial (David O Hears. 107, 1994).
Dalam bahasa yang berbeda, Ikhwan Lutfhi memandang bahwa yang di
maksud dengan situasi sosial adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
melakukan interaksi dalam mencapai tujuan bersama. Tujuan ini tidak dapat
dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus didukung oleh semua orang yang
menjadi anggota kelompok dengan hubungan yang mendalam (Ikhwan lutfhi. 93,
2009).
Melihat Konsep Dasar Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural masih diartikan sangat beragam,
apakah pendidikan ini berkonotasi tentang pendidikan tentang keragaman budaya,
atau pendidikan untuk membentuk sikap menghormati keragaman budaya. Secara
etimologis pendidikan multikultural terdiri dari dua term, yaitu pendidikan dan
multikultural. Sedangkan dari sisi terminologis, pendidikan multikultural
merupakan proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai
pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis,
suku, dan aliran (agama). (Ainurrofiq Dawam. 75, 2006).
Melihat Konsep Pendidikan dan Pendidikan Islam
Add caption |
KINERJA PENGAWAS PENDIDIKAN
Pengawas/Supervisi
Pendidikan
Supervisi
berasal dari kata “Supervision”
(super dan Vision) yang secara laterlek berarti pengamatan atau pengawasan
yang ketat. Karena itu dalam pengertian lama/tradisional supervisi diartikan
dengan inspeksi yaitu pengawasan yang ketat untuk mencari kesalahan atau
kekurangan seorang petugas (Alisuf Sabri, 115).
Secara
etimologi supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu
para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara
efektif (Ngalim Purwanto, 76), Sebagaimana dikutip Piet
A Sahertian memberikan pengertian supervisi dari tinjauan yang berbeda-beda,
yaitu :
Biografi Prof. Dr. H.A.R. Tilaar,M. Sc. Ed
Henry Alexis
Rudolf (HAR) Tilaar adalah sosok yang sudah sangat familiar dalam dunia
pendidikan nasional di Indonesia. Ia merupakan salah seorang pendidik, pemikir,
praktisi pendidikan yang kini menjadi aset nasional bangsa ini, karena
pemikiran kritisnya dalam menyikapi kinerja pendidikan nasional. Tilaar
dilahirkan pada 16 Juni 1932 di desa yang relatif terpencil di tepi Danau
Tondano, Sulawesi Utara(H.A.R. Tilaar, xxii. 2004). Profesi mengajar sudah
dijalaninya sejak tahun 1952 hingga sekarang. Kini suami Martha Tilaar ini
sebagai guru besar Emeritus pada Program Pascasarjana dan Direktur Utama
Lembaga Manajemen Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Semangat belajar dan
mengajarnya tak pernah padam dari keluarganya, ia adalah anak ketiga yang
berasal dari keturunan atau keluarga guru. Pada 12 Januari 1963, dia menikah
dengan Martha Tilaar, dan dianugerahi empat anak; Bryan David Emil, Pingkan
Engelien, Wulan Maharani, dan Kilala Esra(H.A.R. Tilaar, 428. 1998).
AL-ANSAB
Bentuk tradisi sebelum Islam yang mengandung sejarah lainnya adalah
al-Ansab, yang artinya adalah silsilah. Al-Ansab adalah kata
jamak dari kata nasab yang berarti silsilah (genealogi). Sejak masa Jahiliyah
orang-orang Arab sangat memperhatikan dan memelihara pengetahuan tentang nasab.
Ketika itu pengetahuan tentang nasab merupakan salah satu cabang yang di anggap
penting. Setiap kabilah mengahfal silsilahnya, semua anggota keluargnya
mengahafalnya agar tetap murni, dan silsilah itu dibanggakan terhadap kabilah
lain (Badri Yatim, 37-38, 1997).
METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis
memilih pondok
pesanten terpadu Darul ‘Amal secara keseluruhan sebagai objek penelitian dengan
menekankan dan
fokus terhadap sistem pendidikan yang dilaksakan di
pondok pesantren terpadu Darul ‘Amal,
Selajati, Jampang Kulon, Sukabumi, Jawa Barat.
Penetapan objek tersebut di atas, berdasarkan atas pengamatan penulis
bahwa pondok pesantren terpadu Darul ‘Amal cukup menarik dan dianggap tepat untuk
dijadikan objek penelitian karena sistem
pendidikan yang dilaksanakannya adalah mengembangkan sistem pendidikan yang modern yaitu
mencampurkan antara kurikulum pesantren dengan kurikulum Diknas.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari tanggal 29 Oktober 2011 sampai 10 November 2011
.
Sedangkan tempat yang dijadikan penelitian adalah pondok pesantren terpadu
Darul ‘Amal, Selajati, Jampang Kulon, Sukabumi-Jawa Barat.
C.
Metode penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu pemecahan masalah
dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan
fakta dan data yang penulis peroleh sebagaimana adanya, kemudian dianalisa,
diinterprestasi untuk mengambil sebuah kesimpulan. Dalam melakukan penelitian
lapangan ini, digunakan bebera teknik untuk mengumpulkan data-data yang sesuai
dengan permasalahan yang diteliti,
yaitu:
1.Penelitian
kepustakaan (library reseach)
Metode ini digunakan untuk memperoleh
data-data atau teori dari berbagai sumber seperti buku, majalah, atau
sumber-sumber lain yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas dalam
skripsi ini.
2.Penelitian
Lapangan (field reseach)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan
mendatangi langsung ke objek penelitian yaitu pondok pesantren Terpadu Darul
Amal Selajati, Jampang Kulon, Sukabumi. Untuk mendapatkan data di lapangan ini,
penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut:
a.
Observasi
Observasi dapat disebut dengan pengamatan
yang meliputi pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan
seluruh panca indera.
Dengan menggunakan teknik observasi ini,
peneliti mengobservasi antara lain:
1. Lokasi penelitian
2.
Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam kelas
3. Kegiatan santri
sehari-hari dipondok pesantren
4. Sarana dan prasarana
yang dimiliki pesantren
b.
Interview
Istilah interview atau wawancara mempunyai
arti sebagai sesuatu percakapan atau tanya
jawab secara lisan antara dua orang atau lebih, yang duduk berhadapan secara
fisik, dan diarahkan pada masalah tertentu.
Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai Ketua Badan Pengurus Yayasan Terpadu
Darul Amal dan Wakapes Kurikulum. Penulis menggunakan
metode interview untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pernyataan yang
berkaitan dengan persoalan yang diteliti. Adapun interview yang penulis gunakan
dalam penelitian ini adalah interview bebas terpimpin, yaitu wawancara
dilakukan dengan berpedoman pada daftar pernyataan yang telah disusun
sebelumnya tetapi tidak mengikat atau bebas disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat
wawancara tengah berlangsung. Dengan kata lain, di dalam menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan kepada informan, penulis tidak sepenuhnya terkait kepada
pedoman wawancara (interview guide) yang telah penulis susun sebelumnya.
c.
Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi merupakan teknik
mengumpulkan data yang dilakukan dengan
cara menganalisis data-data tertulis dalam dokumen-dokumen yang relevan dengan
tujuan penelitian.
Dengan
menggunakan teknik dokumentasi ini, peneliti mendapatkan dokumen berupa:
1.Dokumen-dokumen yang
diberikan oleh Yayasan guna mempermudah
penelitian.
2.
Buku panduan pesantren dan tata tertib santri
D. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap
penelitian memberikan gambaran tentang keseluruhan perencanaan,
pelaksanaan pengumpulan data, analisis dan penafsiran data (temuan) sampai pada
penulisan laporan. Tahap-tahap penelitian itu ada tiga sebagaimana penulis kutip
dalam buku “Metode Penelitian Kualitatif” karangan Dr. Lexy J. Moleong, M.A.
adalah sebagai berikut:
1. Tahap pra-lapangan
Ada tujuh kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini, kegiatan tersebut yaitu:
a. Menyusun rancangan penelitian
b.
Memilih lapangan penelitian
c.
Mengurus perizinan
d.
Menjajaki dan menilai lapangan
e.
Memilih dan memanfaatkan informan
f.
Menyiapkan perlengkapan penelitian
g.
Etika penelitian lapangan
2.
Tahap pekerjaan lapangan
Tahap kegiatan lapangan ini dibagi atas tiga bagian, yaitu:
a.
Memahami latar penelitian dan persiapan diri
b. Memasuki lapangan,
seperti keakraban hubungan, mempelajari bahasa, dan peranan penelitian
c.
Berperan-serta sambil mengumpulkan data
3. Tahap analisis dan interpretasi data
Tahap analisis data meliputi tiga pokok persoalan, yaitu:
a.
Konsep dasar analisis data, maksudnya adalah proses
mengatur data, mengorganisasikannya ke dalam sebuah pola, kategori, dan satuan
uraian dasar.
b.
Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti
dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang
dilakukan.[1]
E. Proses Pencatatan dan Analisa Data
1.
proses Pencatatan Data
Setelah diketahui atau dirancang alat
pengumpul data, maka perlu dirancang pula pencatatan data yang pada dasarnya
dapat ditinjau dari dua segi dimensi yaitu ketepatan dan sruktur. Ketepatan maksudnya
adalah kemampuan peneliti untuk bisa menghasilkan data “setepat” adanya.
Misalnya dapat dicapai dengan merekamnya melaui catatan lapangan, dengan adanya
catatan lapangan yang dibantu dengan alat perekam data maka diharapkan data
yang ada dilapangan terkumpul.
2.
Analisa data
Pada tahap ini
penulis menggunakan data-data yang diperoleh dari perpustakaan untuk dijadikan
sebagai pedoman dalam pemeriksaan terhadap keabsahan data yang diperoleh dari
penelitian lapangan, setelah itu data-data yang diperoleh di olah terlebih
dahulu. Setelah
data-data yang diperoleh dari lapangan diolah barulah dilakukan analisa untuk mengungkap
pokok permasalahn dalam penelitian ini dengan menggunakan deskriptif-analisis.
Sehingga dapat diperoleh kesimpulan dalam penganalisaan hasil penelitian berupa
“Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren Terpadu Darul ‘Amal Sukabumi ”.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Surah Al-Fatihah, menjadi pembuka & Kunci kehidupan di Dunia & Akhirat
بسم الله الرحمن الرحيم Asma Alloh harus digunakan dalam kehidupan (bukan sekedar dibaca/dijadikan wiridan saja) الحمد لله رب العالمين...
-
Kepiawaian bertutur dimuka umum sampai detik ini masih dianggap sebagai hal yang mewah untuk bisa...
-
Bentuk tradisi sebelum Islam yang mengandung sejarah lainnya adalah al-Ansab , yang artinya adalah silsilah. Al-Ansab adalah kata jam...
-
A. Pendahuluan Program kerja sekolah merupakan proses perencanaan atas semua hal, untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam ha...