Teologi Islam

Eksistensi Madzhab Politik Syi'ah Khawarij & Sunni 
Dalam Perkembangan Hukum Islam

Madzhab Syi'ah
Istilah syi'ah berasal dari bahasa arab "syi'ah",merupakan bentuk tunggal dari kata Syi'i. Landasan filosofis syi'ah disandarkan pada kalimat  bersejarah syi'ah ali (pengikut ali) yang berkenaan dengan QS. Al Bayyinah, yang saat turunnya nabi pernah  bersabda ”wahai Ali kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung." Syi'ah secara etimologi berasal dari bahasa arab bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna sebagai kaum yang berkumpul diatas suatu perkara. Secara terminologi syariat, syi'ah bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali Bin Abi Thalib beserta keturunannyalah yang sangat utama diantara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin. 

Muslim syi'ah percaya bahwa keluarga Muhammad Saw (para imam syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang al Qur'an dan Islam setelah nabi Muhammad Saw, sebagai penjaga tradisi terpercaya mengenai sunnah. Secara khusus muslim syi'ah berpendapat bahwa Ali Bin Abi Thalib sebagai sepupu dan menantu serta ahlul bait adalah penerus kekhalifahan setelah Muhammad Saw. Muslim syi'ah percaya bahwa Ali dipilih melalui tittah langsung dari Rasul Saw. ( Suyuthi Pulungan, 2002. 201).

Syi'ah pada mulanya bertujuan merebut kekuasaan. Dalam pandangan politik kaum syi'ah, khalifah haruslah secara turun-temurun digantikan dari keturunan Ali bin Abi Thalib, sedangkan  dalam hal ajaran mereka tentang khalifah yang dalam istilah kaum syi'ah disebut dengan "Imam" adalah sayyidina Ali setelah wafatnya nabi Muhammad Saw, kemudian berlanjut kepada keturunan Ali bin Abi Thalib. Paradigma kaum syi'ah mengakui imam dan mentaatinya merupakan bagian dari iman. Imam dalam pandangan kaum syi'ah ialah guru tertinggi yang ma'sum (terpelihara dari dosa). Dalam sejarahnya Ali dipandang sebagai Imam pertama yang mewarisi ilmu dari nabi yang dalam kacamata pengikut syi'ah ilmu tersebut terdiri dari dua macam yaitu Ilmu Lahir dan Ilmu Bathin. Nabi Muhammad Saw dipandang telah mengajarkan kedua ilmu tersebut kepada ali dalam menyingkap segala rahasia jagat raya. (A.Hasjmy, 1983. 39).

Adapun perbedaan tentang ahlul bait dan Abu Bakar menjadi perbedaan tajam antara syi'ah dan sunni dalam hal menafsirkan al Qur'an, hadits , mengenai sahabat dan lain sebagainya. Ini dapat ditelisik dari beberapa perawi hadits pengikut madzhab syi'ah yang menyandarkan sanadnya pada perawi dari ahlul bait saja. Selanjutnya, menyoal permasalahan khalifah, kaum syi'ah mengakui otoritas para imam syi'ah yang meraka persepsikan sebagai khalifah illahi sebagai pemegang otoritas agama, walau terdapat perbedaan sekte dalam syi'ah dalam menggantikan imam-imam mereka.

Dalam madzhab syi'ah juga mengenal ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu'udin (masalah penerapan agama). Adapun untuk pokok-pokok agama syi'ah memiliki lima ushuluddin, diantaranya: 1) Tauhid; Allah Ta'ala adalah esa, 2) Al Adl, Allah Swt adalah Maha adil, 3) An Nubuwwah, kaum syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia, 4) Al Imamah, Tradisi syi'ah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian, dan yang ke 5) Al Maad, yang diyakini kaum syi'ah bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.

Dimensi ini dihasilkan dari penafsiran terhadap sekumpulan ayat-ayat dalam Qur'an yang menginformasikan bahwa Allah Swt berkuasa menciptakan sesuatu termasuk membuat taqdir. Dialah yang awal dan yang akhir, yang dhahir dan yang bathin (al hadid / QS. 57:3). Allah tidak terikat ruang dan waktu, baginya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau yang akan datang. Allah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkan taqdirnya (QS. 25.2) dan apakah kamu tidak  mengetahui bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitabnya, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah (QS. 22. 70), dia (Allah) menciptakan apa yang dikehendakinya (QS, 05.17) sedangkan kalau dia (Allah) menghendaki maka ia memberi petunjuk kepada semuanya (QS. 6:149).

Sementara dalam memandang kenabian, kaum syi'ah membangun landasannya tentang I'tikad kenabian, diantaranya: Jumlah nabi dan rasul Allah terdapat 124.000. Nabi dan rasul terakhir ialah Muhammad Saw. Nabi Muhammad suci dari segala aib dan tiada cacat apapun sekaligus merupakan nabi paling utama dari nabi yang ada. Ahlul baitnya yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husein dan Sembilan imam dari keturunan Husain adalah manusia-manusia suci serta al Qur'an ialah mukjizat kekal nabi Muhammad Saw.(Karya Ibnu Taimiyah.567)

Selanjutnya dalam proses pengangkatan kepala pemerintahan (khalifah) dikalangan ulama syi'ah terjadi perbedaan pendapat, antara lain; sebagian dari mereka berpendapat bahwa pengangkatan khalifah ditunjuk oleh khalifah sebelumnya dengan syarat harus keturunan Fatimah puteri Rosulullah Saw. Namun sebagian kalangan syi'ah berpendapat, bahwa pengangkatan khalifah harus melalui musyawarah dan juga harus keturunan Fatimah puteri Rosulullah Saw.

Dari kedua pendapat tersebut, maka argumentasi pertama diikuti oleh golongan syi'ah imamiyah dan pandangan yang kedua diikuti oleh sekte syi'ah zaidiyah.

Syi'ah Imamiyah
Syi'ah Imamiyah disebut juga syi'ah dua belas, karena mereka mempunyai dua belas imam, tidak ada imam lain yang wajib diikuti melainkan imam yang dua belas itu. (Huzaimah Tahido Yanggo. 1997.146). Dinamakan Imamiyah karena mereka hanya membatasi imamnya dalam dua belas orang, dari yang pertama Ali bin Abi Thalib sampai yang kedua belas Muhammad al Mahdi yang dianggap belum mati, bersembunyi, dan akan muncul di akhir zaman untuk memenuhi bumi ini dengan keadilan.(Rasyad Hasan Khalil, 2009 .82). 

Syi'ah Imamiyah membangun ketetapan hukumNya disandarkan pada al Qur'an, sunnah, ijma dan ra'yu. Pada mulanya ulama syi'ah Imamiyah melaksanakan ijtihad mengikuti alur berpikir Imam Syafi'I dalam menetapkan hukum. Akan tetapi berjalannya waktu mereka menetapkan ushul fiqh sendiri dan beristinbath dengan caranya sendiri, dan meraka berijtihad menggunakan maslahat bukan dengan qiyas.

Diantara hukum-hukum fiqih khusus bagi pengikut madzhab syi'ah Imamiyah, diantaranya yaitu; Tidak boleh sujud diatas selain apa yang selain tanah dan tumbuh-tumbuhan. Istinja dengan batu khusus pada buang air besar dan tidak boleh istinja dari air kecil, tidak sah mengusap kepala dalam wudhu kecuali dengan sisa air yang melekat ditangan ketika membasuh kedua belah tangan, dan membolehkannya nikah mut'ah (Huzaimah Tahido Tanggo. 1997. 148-149), mengharamkan nikah dengan wanita ahlul kitab dan menolak qiyas. (Rasyad Hasan Khalil, 2009 . 82). 

Syi'ah Zaidiyyah
Dalam perspektif syi'ah zaidiyyah mereka mengenal lima imam yang merupakan pengikut Zaid Bin Ali Bin Husain Bin Ali Bin Abi Thalib dan kelompok ini lebih dekat dengan Ahlussunnah Wal Jama'ah (Huzaimah Tahido Yanggo. 1997. 150). Syi'ah Zaidiyyah dianggap sekte moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum Ali Bin Abi Thalib itu tidak sah. Adapun urutan dari imam-imam itu, yaitu:

1. Ali bin Abi Thalib (600-661) yang dikenal sebagai Amirul Mukminin.
2. Hasan bin Ali (625-669) yang dikenal dengah Hasan al-Mujtaba.
3. Husain bin Ali (626-680) yang dikenal dengan Husain Asy-syahid.
4. Ali bin Husain (658-740) dikenal dengan Ali Zainal Abidin.
5. Zaid bin Ali (658-740) dikenal dengan sebutan Zaid bin Ali Asy Syahid, yang merupakan anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al baqir.

Syi'ah zaidiyyah merupakan kelompok yang dinisbatkan kepada Zaid bin Ali bin al Husein bin Ali bin Abi Thalib, dan para ulama memang mengakui keahlian zaid dalam beberapa cabang ilmu, diantaranya Ilmu al Qur'an, Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih, Ilmu Filsafat dan ilmu lainnya. Zaid termasuk orang yang disegani dan di hormati dikalangan ulama maupun masyarakat awam ketika itu. Adapun pokok-pokok pemikiran Zaid adalah sebagai berikut:

Pertama, sanad hadits yang diutamakan adalah berasal dari ahlul bait. Kedua, khalifah bukanlah jabatan turun temurun, tetapi khalifah paling baik adalah diangkat melalui musyawarah dan mengutamakan keturunan Fatimah puteri Rosulullah jika ada. Ketiga,Keempat, orang yang berdosa besar diletakkan antara kufur dan iman yang disebut fasik. Kelima, manusia berkemampuan berikhtiar dan bertindak sesuai dengan kemampuannya. Keenam, hanya para Rasul/Nabi yang memiliki mukjizat dan para imam tidak. (Huzaimah Tahedo Yanggo: 1999. 150-152).  menentang keyakinan tentang munculnya Imam mahdi saat menjelang hari kiamat.

Sedangkan prinsip-prinsip dasar pemahaman madzhab yang mereka pegang bisa disarikan sebagai berikut: Al Kitab nas-nash al Qur'an terdiri dari beberapa tingkatan,. Sunnah ucapan lebih didahulukan dari perbuatan Rasul Saw dan pengakuannya karena petunjuk lafal sebuah dalil lebih kuat dan lebih jelas,. Ijma,. Qiyas mencakup semua jenisnya seperti ikhtisan, maslahah mursalah,. Akal merupakan sarana yang dapat dijadikan dalam mengambil hukum-hukum yang tidak ada dali sebelumnya. Kemudian jika hasil akal itu bernilai baik, meninggalkannya dianggap akan mendatangkan hukuman dan jika ketetapan yang dihasilkan akal adalah buruk maka harus ditinggalkan agar tidak mendatangkan hukuman. (Rasyad Hasan Khalil, 2009. 208).

Selanjutnya pokok-pokok pikiran, fatwa, dan kumpulan pendapat Zaid dituliskannya dalam kitab yang diberi nama al Majmu, yang didalamnya meliputi; hadits, tafsir dan fiqih. Sebagian kalangan banyak menyatakan bahwa isi dari kitab ini banyak kesamaannya dengan fatwa Imam Abu Hanifah, Malik, syafi'I dan Ahmad Ibn Hanbal, kesamaaan itu dikarenakan sama-sama bersumberkan pada al Qur'an dan hadits dan pendapat para sahabat. (Huzaimah Tahido Langgo, 1997. 150-151).

Syi'ah Ja'fariyah
Sekte Ja'fariyah dinisbatkan kepada Imam Ja'far ash Shodiq bin Muhammad al Baqir bin Ali bin Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib yang lahir di Madinah pada tahun 80 H dan wafat dikota Madinah tahun 148 H. Beliau diberikan gelar ash Shodiq karena dikenal tidak pernah berdusta. (Rasyad Hasan Khalil, 2009. 210). 

Diantara dasar fiqih madzhab Ja'fariyah yaitu; al kitab sebagai sumber utama bagi setiap hukum syar'I, sunnah, ijma yang merupakan kesepakatan para imam syi'ah ja'fariyah terhadap suatu masalah syar'ie, serta logika madzhab ja'fari tidak menggunakan qiyas melainkan memakai maslahah mursalah.
Madzhab syi'ah ja'fariyah dalam menentukan hukum syari'at sama seperti manhaj semua imam madzhab Islam yang lain dengan menggunakan al Qur'an dan sunnah nabi, namun mereka tidak mau mengambil kecuali hadits yang diriwayatkan para imam syi'ah. (Rasyad Hasan Khalil, 2009. 212).

Kaum Khawarij
Kaum Khawarij adalah para pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan barisannya ketika tidak setuju dengan sikap Ali bin Abi Thalib dalam menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang khilafah dengan Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Secara linguistik kata khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada para pengikut Ali yang telah keluar dari barisannya.

Kemudian para khawarij memilih Abdullah bin Abi Wahab al Rasidi menjadi imam mereka sebagai pengganti dari Ali bin Abi Thalib. Dalam pertempuran dengan kekuatan Ali mereka mengalami kekalahan besar, tetapi akhirnya seorang khariji bernama Abd al Rahman Ibn Muljam dapat membunuh Ali. Setelah mengalami kekalahan kaum khawarij menyusun barisan kembali dan meneruskan perlawanan terhadap kekuatan Islam resmi baik di zaman dinasti umayyah maupun pada zaman dinasti abassiyah. Pemegang-pemegang kekuasaan yang ada pada waktu itu mereka anggap telah menyeleweng dari Islam dan oleh karena itu mesti ditentang dan dijatuhkan. (Harun Nasution, 2008. 13).

Dalam membangun logika ketatanegaraannya, kaum khawarij mempunyai paham yang demokratis dari yang lainnya pada waktu itu, karena menurut kaum khawarij, khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam dan yang berhak menjadi khalifah bukanlah anggota suku Quraisy saja, bukan hanya orang arab, tetapi siapa saja yang sanggup asal orang islam. Sekalipun hanya hamba sahaya yang berasal dari Afrika. Khalifah terpilih selama berlaku adil dan menjalankan syari'at Islam ia akan memegang terus jabatannya, tetapi jika menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, maka wajib dipecat atau dibunuh. (Huzaimah Tahido Langgo, 1997. 159).

Sedangkan yang menjadi doktrin pada madzhab ini diantaranya, mereka menjadikan khalifah sebagai hak setiap muslim, tidak hanya terbatas pada kelompok tertentu seperti ahlul bait atau orang Quraisy atau orang arab bahkan gelar khalifah boleh disandang oleh siapa saja bahkan hamba sahaya sekalipun.

Para kaum khawarij juga menentang qiyas dan tidak menganggapnya sebagai sumber hukum syariat, serta menolak ijma. Mereka mewajibkan memotong tangan seorang pencuri, baik barang yang dicuri itu sedikit atau banyak, dan tidak menetapkan batasan nisab tertentu terhadap harta yang dicuri. (Rasyad Hasan Khalil, 2009. 80).

Pengikut khawarij pada umumnya berasal dari orang-orang arab badawi yang hidup di padang pasir serba tandus,kondisi demikian membuat mereka hidup sederhana, merdeka, berani dan keras hati. Mereka tidak bisa mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut versi mereka, walau hanya penyimpangan dalam hal kecil. Dari sini kemudian kaum khawarij mulai terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil. (Harun Nasution, 2008. 15).

Faham Sunni (Ahlussunah wal Jama'ah)
Berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, yang lahir didorong oleh unsur-unsur politik, maka ahlussunnah wal jama'ah ini, pada mulanya hanya sekelompok ulama yang memandang bahwa orang-orang dalam syi'ah, mur'jiah, dan mu'tajilah telah banyak melewati koridor ajaran agama, terutama dalam sunnah nabi, dan kelompok ini lahir pada masa daulah Abbasiyah. (A.Hasjmy, 1983. 43-44).

Oleh karena itu, mereka bergerak membawa misi mengembalikan umat ke jalan yang benar yaitu jalan Rosul dan para sahabatnya. Aliran ini bersifat abstain apolitis dan tidak ikut-ikutan terjun kedalam pergolakan politik. Kelompok ini menempuh jalur ilmu yang benar dan manhaj yang lurus serta kajian yang tepat dalam memahami agama Allah Swt. Memahami secara teliti terhadap ajaran syariat berdasarkan penjelasan al Qur'an dan sunnah yang suci serta riwayat-riwayat dari para sahabat serta menghindari dari segala pengaruh fitnah yang terjadi diantara sahabat di akhir kekhalifahan Ali. (Rasyad Hasan Khalil, 2009. 83). 

Peristiwa tahkim antara Ali dan Muawiyah menjadi tonggak penting dalam sejarah perpolitikan umat Islam. Sebab secara aspiratif umat Islam dalam peristiwa itu, mulai terpolarisasi untuk mengorbitkan siapa yang berhak menduduki posisi khalifah. Akhirnya umat Islam terkotak-kotak kedalam berbagai alran, yaitu: Khawarij, Mu'tazilah, Ahlussunah wal jama'ah atau Sunni.

Menyoroti pemikiran Politik kaum sunni menurut Abu Zahroh secara umum didasarkan pada empat prinsip., diantaranya; Pertama, berdasarkan keutamaan keturunan. Kedua, baiat sebagai syarat yang disepakati oleh mayoritas umat Islam dalam pemilihan kepala Negara yang dilakukan oleh Ahl al hall wa al 'Aqd. Ketiga, Syura (Musyawarah / Konsultasi), yakni pemilihan khalifah melalui pemilihan musyawarah atau konsultasi. Keempat, Prinsip keadilan. Karena keadilan dalam pandangan umat Islam bersifat universal baik dalam perundang-undangan dan praksis keseharian. (Suyuthi Pulungan, 2002. 213-214).  


DAFTAR BACAAN
A. Hasjmy, Syi'ah dan Ahlussunah, (Surabaya: Bina Ilmu 1983)
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999)
Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Perbandingan,(Jakarta: UI Press. 2008)
Karya Ibnu Taimiyah, Ash Sharimul Maslul a'la Syatimir Rasul..
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri, Sejarah Legislasi Islam, (Jakarta:  Amzah 2009).
Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah, Ajaran, Sejarah & Pemikiran, (Jakarta: Grafindo. 2002)



No comments:

Post a Comment

Surah Al-Fatihah, menjadi pembuka & Kunci kehidupan di Dunia & Akhirat

بسم الله الرحمن الرحيم Asma Alloh harus digunakan dalam kehidupan (bukan sekedar dibaca/dijadikan wiridan saja) الحمد لله رب العالمين...