DALALAH
Ilmu mantiq merupakan suatu ilmu yang membahas mengenai bagaimana cara
kita berpikir secara benar. Dari sini dapat di pahami bahwa adanya keterkaitan
antara ilmu mantiq dengan apa yang dinamakan pikiran. Dari hal ini dapat kita
telusuri lebih dalam lagi apakah terdapat hubungan antara pikiran dengan kata-kata,
karena kata-kata merupakan tanda atau simbol dari suatu pengertian atau suatu
maksud tertentu. Maka untuk memahami itu semua tidak terlepas bagaimana kita
menggunakan kata-kata, dimana dalam ilmu mantiq pembahasannya di sebut dengan
dalalah (tanda), kata dan makna dari kata-kata.
Pengertian Dalalah
Dalalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain. (A.K. Baihaqi,
1996: 11). Sesuatu yang pertama disebut al-Madhul (yang ditunjuk) dan
sesuatu yang kedua disebut al-Dall (penunjuk). Contoh: terdengar raungan
harimau di dalam belukar adalah dalalah bagi adanya harimau dalam belukar
tersebut.
Sementara pembagian dalalah jika dilihat dari segi bentuknya dapat di bagi
ke dalam dua macam, yaitu: dalalah lafzhiyah dan dalalah ghairu lafziyah.
Dalalah lafziyah adalah petunjuk berupa kata atau suara. (AK. Baihaqi,
1996:12). Dalalah ini terbagi lagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
Pertama, Thabi'iyyah; yaitu dalalah yang bersifat
pembawaan. Seperti: ketawa terbahak-bahak menjadi dalalah bagi suasana gembira,
sedangkan menangis terisak-isak menjadi dalalah bagi yang sedih. Kedua, Aqliyyah;
yaitu dalalah yang berdasarkan akal. Seperti suara dalam kamar menunjukkan ada
orang di dalam kamar. Ketiga, Wadh'iyyah; yaitu dalalah yang
dengan sengaja di buat manusia untuk suatu isyarah atau tanda apa saja
berdasarkan kesepakatan. Seperti petunjuk lafaz (kata) kepada makna (benda)
yang disepakati; orang Sunda misalnya; sepakat menetapkan kata cau menjadi
dalalah bagi pisang. Orang Jawa sepakat menetapkan kata gedang menjadi
dalalah bagi pisang. Sedangkan orang Inggris sepakat menetapkan kata banana
menjadi dalalah bagi pisang.
Adapun dalalah lafziyah wad'iyyah ini juga dapat dibagi lagi ke dalam
tiga bagian, diantaranya: Mathabaqiyah mengandung pengertian petunjuk
kata pada makna selengkapnya. Contoh: kata "rumah" memberi petunjuk
kepada bangunan lengkap yang terdiri dari dinding, jendela, pintu, atap dan
lain-lainnya.
Selanjutnya, Tadhammuniyyah yang mengandung pengertian petunjuk
kata pada bagian-bagiannya saja. Contoh ketika anda mengucapkan kata rumah,
kadang-kadang yang anda maksudkan adalah bagian-bagiannya saja. Salah satu
contoh "jika anda menyuruh tukang untuk memperbaiki rumah, maka yang
dimaksudkan bukanlah seluruh rumah melainkan bagian-bagiannya yang rusak saja.
Kemudian Iltizamiyah yaitu petunjuk kata kepada sesuatu yang
diluar makna lafazh yang disebutkan, tetapi terikat erat dengan makna yang
dikandungnya. Contohnya: " jika anda menyuruh tukang memperbaiki asbes
loteng rumah yang akan runtuh, maka yang anda maksudkan bukanlah asbesnya saja,
melainkan juga meliputi kayu-kayu yang melekat, sedangkan asbes dan kayu yang
menjadi tulangnya terkait amat erat
(iltizam).
Lalu pengertian dari dalalah Ghairu Lafziyah, merupakan petunjuk yang
tidak berbentuk kata/suara. Dan dalalah ini pun terbagi menjadi tiga bagian. Pertama,
Thabi'iyyah; yaitu dalalah bukan kata atau suara yang bersifat alami
atau pembawaan. Seperti merah muka berarti malu. Kedua, Aqliyyah;
yaitu dalalah bukan kata atau suara yang berupa pemahaman melalui akal pikiran.
Seperti perubahan susunan kamar, menunjukkan ada orang yang masuk dan
mengadakan perubahan tersebut. Ketiga, wadh'iyyah; yaitu dalalah
bukan kata atau suara yang bisa berbentuk tanda-tanda atas dasar kesepakatan,
sengaja dibuat untuk jadi isyarat bagi pengertian yang dikandungnya. Seperti:
bendera setengah tiang menandakan sedang berkabung.
Kata dan Makna
Dalam terminologi Arab, kata (lafadz) di artikan dengan suara yang
mengandung huruf hijaiyah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata merupakan
unsur bahasa yang di ucapkan atau dituliskan merupakan perwujudan kesatuan
perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.
Dalam ilmu mantiq, kata dibagi menjadi dua bagian yaitu; Mufrad
atau disebut kata tunggal. Seperti kata "kuda". Dan Murakkab
yaitu susunan kata yang bagian-bagiannya sudah menunjukkan arti yang
dimaksud oleh kata tersebut. Seperti "A'la yaqroul Qur'an" setiap
kata dalam kalimat tersebut sudah menunjukkan arti masing-masing.(Sapiudin
Shidiq, 2003. 19).
Disamping pada setiap kata itu mengandung arti, kata juga mengandung
makna, yang akan tampak jelas ketika kata itu ditempatkan dalam susunan kata.
Dalam hal ini kata mengandung bermacam-macam pengertian. Diantaranya:
Pertama, kata mengandung pengertian positif, yaitu jika kata
mengandung penegasan adanya sesuatu, seperti: kaya (banyak harta), gemuk (ada
daging), pandai (ada ilmu). Kedua, kata yang mengandung pengertian
negative, yaitu jika kata itu diawali oleh salah satu imbuhan yang berarti
meniadakan seperti; kata tidak, tak, non, bukan. Contohnya tidak
gemuk, tak berguna, dan non kolesterol. Ketiga, kata yang menunjukkan
arti privative, yaitu jika kata itu mengandung arti tidak adanya sesuatu tanpa
ibuhan yang meniadakan. Contohnya kurus (tidak ada daging), bodoh (tidak adanya
ilmu). (M. Ali Hasan, 1995. 21).
Selanjutnya dalam makna kata sebagaimana yang telah dijelaskan diatas,
bahwa selain kata itu memiliki arti, setiap kata juga mengandung makna. Dalam
hal ini kata mengandung tiga macam makna. (M. Ali Hasan, 1995. 22). Antara
lain: Mencakup, Menentu dan Mengelompok. Jika pada sebuah kata menunjuk
pada sebuah pengertian yang mengandung sifat-sifat yang dapat dipasangkan
(diterapkan) pada sekian banyak diri, maka kata semacam itu disebut mencakup.
Seumpamanya sekolah adalah satu kata untuk satu pengertian. Sifat-sifat
tertentu yang membentuk pengertian sekolah ini, dapat diterapkan pada SD, SMP,
SMA, MAN, MTSN, dan sebagainya dari sini dapat di pahami bahwa pengertian sekolah
itu mencakup.
Seterusnya, jika sebuah kata menunjuk pada pengertian yang mengandung
sifat-sifat yang dapat dipasangkan hanya kepada satu diri saja, maka kata
semacam itu disebut menentu. Contoh: Jakarta adalah sebuah nama untuk sebuah
pengertian. Sifat-sifat tertentu yang membentuk sebuah pengertian Jakarta,
hanya di pasangkan kepada satu diri saja. Yaitu sebuah kota besar yang terdapat
di wilayah Jawa Barat sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.
Selanjutnya adalah makna konkret dan Abstrak, Mutlak dan Relatif (Mundiri,
2006. 24-25). Sebuah kata mempunyai pengertian kongkret apabila ia menunjuk
pada suatu benda, orang atau apa saja yang mempunyai eksistensi tertentu.
Seperti: buku, kursi, kuda, rumah, hasan.
Suatu kata mempunyai pengertian abstrak apabila ia menunjuk pada sifat,
keadaan, kegiatan yang dilepas dari objek tertentu seperti; kesehatan,
kebodohan, kekayaan dan kepandaian. Ternyata terdapat beberapa makna konkret
pada suatu saat dan bermakna abstrak pada saat yang lain, dan hal ini terjadi
menurut penggunaannya. Salah satu contohnya orang jawa adalah sekelompok
manusia yang tinggal di Jawa Timur, Jawa barat, Jawa Tengah adalah bermakna
konkret. Sedangkan cara hidup life style mereka menjadi abstrak.
Dan suatu kata mempunyai pengertian mutlak apabila ia dapat dipahami
dengan sendirinya tanpa membutuhkan hubungan dengan benda lain. Diantaranya;
rumah, kuda, dan dapat juga memiliki pengertian relatif apabila ia di pahami
dengan sendirinya, tetapi harus ada hubungannya dengan benda lain seperti ayah,
pemimpin, suami, kakek.
Dalam susunan kalimat, makna kata mengandung tiga macam makna
diantaranya, makna laras, apabila maknanya selaras dengan makna
seutuhnya seperti kata rumah dalam kalimat saya membeli rumah maka yang
dimaksud adalah semua bagian yang menjadi unsur rumah. Kedua, makna
Kandungan;Ketiga, makna lazim; yaitu
yang dimaksud adalah pengertian yang lain, tapi merupakan kemestian (lazim)
bagi kata tersebut seperti makna rumah dalam kalimat: saya mencangkul rumput
di rumah saya. Yang dimaksud disini adalah halaman. Sedangkan pengertian
halaman sangat jauh berbeda dengan pengertian rumah. yaitu makna yang dimaksud hanya sebagian dari arti seutuhnya.
Seperti makna rumah dalam pengertian saya mengetuk rumah, ini menandakan
sebagian unsure runmahnya saja yaitu pintu.
DAFTAR BACAAN
A.K. Baihaqi, Ilmu Mantiq, (Jakarta: Darululum Press 1996)
M. Ali Hasan, Ilmu Mantiq Logika, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
1995)
A. M. Thohir, Ilmu Mantiq (logika), (Jakarta: Wijaya 1995)
Mundiri, Logika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2006)
No comments:
Post a Comment