Dalam buku History and
Philosophy of Science karangan L.W.H. Hull (1950), menulis
setidaknya sejarah, filsafat dan ilmu yang dibagi ke dalam beberapa periode, Pertama.
Periode filsafat Yunani (Abad 6 SM-0 M). Pada masa ini ahli filsafatnya
adalah Thales yang ahli astronomi dan geometri. Dalam pengembaraan intelektualnya
menggunakan pola deduktif.
Sementara Aristoteles
sebagai tokoh filsafat dan ilmu empiris menggunakan pendekatan induktif,
sedangkan Phytagoras menggunakan pendekatan mistis dan matematis dalam
aritmatika dan geometrinya. Plato sebagai orang yang ahli ilmu rasional dan
filsafat menggunakan pendekatan deduktif. Yang pasti pada periode ini para
filosof dan intelek pada masa itu menggunakan dua metode yaitu metode
filosofis deduktif dan filosofis induktif dan empiris.
Kedua, periode kelahiran Nabi Isa (Abad 0-6 M). Pada
masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para
pastur dan para raja yang pro kepada gereja. Sehingga pada masa ini filsafat
mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingg filsafat
seolah-olah telah mati suri, ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi
otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber
kebenaran.
Ketiga, Periode kebangkitan Islam (Abad 6-13 M), pada masa
ini dunia Kristen Eropa mengalami kegelapan, ada juga yang menyatkan
periode ini sebagai periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam
ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing,
berbagai buku ilmiah diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah
Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hukum Islam, Al-farabi ahli
astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya
yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali
intelek yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan
dan mensintesis antara agama, filsafat mistik dan sufisme. Ibnu Khaldun ahli
sosiologi, filsafat, sejarah, politik, ekonomi, sosial dan ketatanegaraan.
Anzahel ahli dan penemu teori peredaran planet. Tetapi setelah perang salib
terjadi umat Islam mengalami kemunduran, umat Islam dalam keadaan porak-poranda
oleh berbagai peperangan.
Keempat, periode kebangkitan Eropa (Abad 14-20). Pada masa ini
Kristen yang dalam berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami
kehancuran, abad kemunduran umat Islam berbagai pemikiran Yunani muncul, alur
pemikiran yang mereka anut adalah empirisrme dan rasionalitas. Peradaban Eropa
bangkit melampaui dunia Islam. Masa ini juga muncul intelektual Gerard Van
Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina The canon of medicine,
Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme dan realisme
berusaha menenentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa pada
waktu itu.
Dalam hal ini Galileo dan
Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa, masa ini juga menyebabkan
perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen katolik dan protestan. Perlawanan
terhadap gereja dan raja yang menindas terus berlangsung, revolusi ilmu
pengetahuan makin gencar dan meningkat, apakah revolusi dalam bidang teknik
maupun intelektual. Pada masa ini banyak muncul para ilmuwan seperti Newton
dengan teori gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan kepada
pihak gereja dengan mengemukakan bahwa manusia bebas untuk berbicara, bebas
mengeluarkan pendapat, hak untuk hidup, hak untuk merdeka, hak berfikir.
Hal serupa juga dilakukan oleh J.J. Rousseau mengecam penguasa dalam bukunya
yang berjudul Social Contak.
Hal berbeda terjadi di dunia
Islam, pada masa ini umat Islam tertatih untuk bangkit dari keterpurukan
spiritual. Intelektual Islam yang gigih menyeru umat Islam untuk kembali pada
ajaran al-Quran dan Hadist. Pada masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan
lainnya yaitu Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berusaha membangkitkan umat Islam
untuk menggunakan akalnya. Ia berusaha mengikis habis taklid. Hal
tersebut dilakukan oleh Muhammad Abduh agar umat Islam menemukan ilmu yang
berasal dari al-Quran dan hadist.
Perkembangan Filsafat
llmu
Filsafat Ilmu berkembang
dari masa ke masa sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta realitas sosial. Di mulai dengan aliran rasionalisme-empirisme, kemudian
kritisisme dan positivisme. Rasionalisme
adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian,
logika, dan analisis yang berdasarkan fakta. Paham ini menjadi salah satu
bagian dari renaissance atau pencerahan dimana timbul perlawanan terhadap
gereja yang menyebar ajaran dengan dogma-dogma yang tidak bisa diterima oleh
logika.
Filsafat Rasionalisme sangat
menjunjung tinggi akal sebagai sumber dari segala pembenaran. Segala sesuatu
harus diukur dan dinilai berdasarkan logika yang jelas. Titik tolak pandangan
ini didasarkan kepada logika matematika. Pandangan ini sangat popular pada abad
17. Tokoh-tokohnya adalah Rene Descartes (1596-1650), Benedictus de Spinoza -
biasa dikenal: Barukh Spinoza (1632-1677), G.W. Leibniz (1646-1716), Blaise
Pascal (1623-1662).
Empirisisme adalah
pencarian kebenaran melalui pembuktian-pembukitan indrawi. Kebenaran belum
dapat dikatakan kebenaran apabila tidak bisa dibuktikan secara indrawi, yaitu
dilihat, didengar dan dirasa. Francis Bacon (1561-1624) seorang filsuf
Empirisme pada awal abad Pencerahan menulis dalam salah satu karyanya Novum
Organum "segala kebenaran hanya diperoleh secara induktif, yaitu
melalui pengalaman dan pikiran yang didasarkan atas empiris, melalui kesimpulan
dari hal yang khusus kepada hal yang umum". Empirisme muncul sebagai
akibat ketidakpuasan terhadap superioritas akal.
Paham ini bertolak belakang dengan Rasionalisme yang
mengutamakan akal. Tokoh-tokohnya adalah John Locke (1632-1704), George
Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776). Kebenaran dalam Empirisme harus
dibuktikan dengan pengalaman. Peranan pengalaman menjadi tumpuan untuk
memverifikasi sesuatu yang dianggap benar. Kebenaran jenis ini juga telah
mempengaruhi manusia sampai sekarang ini, khususnya dalam bidang Hukum dan HAM.
Kedua aliran ini dibedakan lewat caranya untuk mencari
kebenaran rasionalisme di dominasi akal sementara empirisme di dominasi oleh
pengalaman dalam pencarian kebenaran. Kedua aliran ini secara ekstrim bahkan
tidak mengakui realitas di luar akal, pengalaman atau fakta. Superioritas akal
menyebabkan agama dilempar dari posisi yang seharusnya. Agama didasarkan pada
doktrin-dokrtin yang tidak bisa diterima oleh rasio sehingga tidak diterima
oleh para pemegang paham rasionalisme dan empirisisme. Bukan berarti dogma
agama itu tidak benar, tapi rasio manusia masih terbatas untuk menguji
kebenaran dogma Tuhan. Munculah aliran kritisisme sebagai jawaban dari
rasionalisme dan empirisme untuk menyelamatkan agama.
Kritisisme merupakan filsafat yang terlebih dahulu
menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio sebelum melakukan pencarian
kebenaran. Tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah Immanuel Kant
(1724-1804). Filsafatnya dikenal dengan Idealisme Transendental atau filsafat Kritisisme.
Menurutnya, pengetahuan manusia merupakan sintesa antara apa yang secara
apriori sudah ada dalam kesadaran dan pikiran dengan impresi yang diperoleh
dari pengalaman (aposteriori).
Kritik Sains
Perkembangan sains sampai abad 20 membawa manusia ke
tingkat yang lebih tinggi pada kehidupannya. Level pemahaman terhadap alam
mencapai tingkat level yang lebih tinggi. Pengamatan alam sudah sampai ke level
mikroskopis, ternyata pengamatan pada level mikroskopis mementahkan hukum-hukum
fisika yang pada saat itu menjadi pijakan ilmu fisika. Hukum-hukum fisika
klasik seperti mekanika dan gravitasi dimentahkan oleh perilaku elektron dan
proton yang acak tapi teratur.
Penemuan-penemuan baru pada bidang fisika pada level
mikroskopis merubah pandangan ilmuwan pada saat itu mengenai alam secara
keseluruhan. Tenyata sains merupakan ilmu yang tidak pasti, ada ketidakpastian
dalam kepastian terutama pada level mikroskopis dimana ketidakpastian itu
semakin besar. Pada masa ini terjadi pergeseran paradigma dari paradigma
Newtonian ke paradigma pos Newtonian. Perubahan paradigma ini merupakan
revolusi pada bidang fisika, yang melahirkan tokoh-tokoh baru seperti Einstein
dan Heisenberg.
Werner Heisenberg mengajukan teori ketidakpastian yang
menyatakan tidak mungkin mengukur secara teliti suatu partikel secara stimultan
dalam ruang dan waktu. Teori ini bukan hanya menjungkirbalikan teori fisika
klasik yang dikembangkan oleh Newton, namun juga mengubah cara pandang berbagai
disiplin ilmu terhadap sifat alam yang tadinya dianggap determenistik (dapat ditentukan)
menjadi indeterministik (tidak dapat ditentukan).
Teori ini menjadi landasan fisika kuantum. Perubahan
paradigma terhadap alam mengubah arah perkembangan teknologi. Namun
perkembangan teknologi yang revolusioner malah menjadi petaka bagi seluruh umat
manusia, puncaknya ketika Albert Einstein menemukan bom atom dan digunakan oleh
manusia untuk menghancurkan kota Hirosima dan Nagasaki. Dunia terkejut oleh
kemampuan sains yang bukan hanya memudahkan manusia, namun juga menghancurkan.
Pada tahap ini mulai dipertanyakan peranan sains dalam menuju kehidupan manusia
yang lebih baik. Kritik mulai dilontarkan terhadap sains karena ternyata
kemajuan sains belum tentu memajukan kemanusiaan di muka bumi.
Sains memiliki tiga sifat utama yaitu netral,
humanistik dan universal. Namun pada perkembangannya ternyata sains tidak
netral, humanistik dan universal. Sains sangat tergantung pada kondisi ekonomi,
sehingga pemilik modal dapat mengarahkan perkembangan sains. Pada masa perang
dunia II, sains memberi kontribusi besar pada kematian umat manusia lewat
penemuan senjata pemusnah masal. Sains juga kehilangan sifat netralnya karena
pengembangan sains sangat tergantung dari pemilik modal. Sains berpihak kepada
pemilik modal.
Sains bersifat humanistik yaitu manusia sebagai pusat
dari segalanya. Ternyata pandangan ini malah menghancurkan manusia. Kemajuan
sains seiring dengan kemajuan teknologi sangat menguntungkan manusia karena
bersifat memudahkan. Teknologi membutuhkan sumber daya yang diambil dari alam
dan teknologi juga menghasilkan limbah yang sulit diuraikan oleh sistem alam.
Eksploitasi sumber daya alam berlebih mengakibatkan keseimbangan lingkungan
terganggu yang menjadikan Bumi rentan terhadap bencana. Limbah hasil industri
diketahui berbahaya bagi manusia, sehingga menimbulkan kanker yang membunuh
jutaan manusia tiap tahunnya.
Menurut Amsal Bakhtiar, sejarah perkembangan filsafat terbagi ke dalam tiga periode. Periode
pertama, merupakan masa awal dari kaum filosof alam yang dimulai dari
Thales hingga Parmanides. Dalam periode pertama, para filosof dengan segala
pendapat dan pandangan yang berbeda-beda, dianggap tidak dapat memberikan
jawaban yang memuaskan tentang manusia dan kebenaran.
Periode berikutnya
dikenal dengan sebutan periode kaum ”sofis” yang di motori oleh Protagoras yang
menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran yang merupakan cikal bakal
humanisme. Kaum sofis memberikan ruang gerak pada ilmu untuk berkembang,
berspekulasi dan merelatifkan teori ilmu. Mereka beranggapan bahwa ilmu itu
terbatas tetapi proses mencari ilmu tak terbatas. Periode berikutnya adalah
filosof yang menentang pandangan kaum sofis tentang relativisme kaum sofis.
Periode ini di motori oleh Sokrates, Plato dan Aristoteles. Socrates terkenal
dengan semboyannya ”kenalilah dirimu sendiri” Plato murid Socrates yang cerdas
mampu ”mendamaikan” pandangan Hiraklitos dan Parmanides serta Aristoteles murid
Plato yang lebih dikenal dengan analisis silogisme-nya. Aristoteles juga
merupakan filosof rasionalisme penutup dari filsafat Yunani yang mampu membagi
filsafat dalam dua bagian yang bersifat teoritis dan praktis.
Sejarah perkembangan ilmu
juga dibagi dalam tiga periode, yaitu: perkembangan ilmu zaman Islam, kemajuan
ilmu zaman Renaisans dan modern serta kemajuan ilmu zaman Kontemporer.
Perkembangan pengetahuan zaman Islam dimulai sejak peristiwa Fitnah Al-Kubra
yang di motori oleh Abdullah Ibn Umar dan Abdullah Ibn Abbas. Kemajuan pesat
mencapai puncaknya dizaman pemerintahan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
Salah satu pelopornya adalah Al Mansur yang memerintahkan penerjemahan
buku-buku filsafat Yunani kedalam bahasa Arab.
Namun kejayaan Islam ini
akhirnya jatuh dan runtuh hingga mencapai titik terendah pada abad ke-18 M.
Kemunduruan ini oleh Iqbal disebabkan karena diterimanya faham Yunani yang
menyatakan bahwa ilmu itu statis, padahal sesungguhnya ilmu menurut pandangan
Islam adalah sesuatu yang dinamis. Menurut Amin Abdullah, ilmu itu selalu
mengalami pergeseran shifting paradigm karena merupakan kegiatan historis
yang terkait dengan ruang dan waktu.
Zaman renaisans
dipelopori oleh salah satunya yaitu N. Copernicus yang terkenal dengan teori Heliosentris-nya.
Revolusi pemikiran ini memicu pertentangan antara pemikir dan gereja Katolik
Roma. Akibat revolusi pemikiran ini melahirkan F. Bacon dengan Knowledge is
Power-nya, Tycho Brahe dengan gugusan bintang Cassiopeia-nya, Y. Keppler
dengan ilmu Astronomi-nya, Galileo dengan ilmu gerak-nya serta
Napier dengan logaritma berbasis e-nya dan sederet nama lainnya.
Perkembangan zaman modern
dipelopori oleh I. Newton dengan teori grafitasi-nya yang selanjutnya
berkembang ilmu kimia yang dipelopori oleh J. Black dengan CO2-nya
sampai pada masa penemuan elektron oleh J.J Thompson yang menggugurkan teori
atom sebagai bahan terkecil yang tidak dapat berubah dan bersifat kekal. Selanjutnya
kemajuan ilmu zaman kontemporer adalah kemajuan ilmu yang kita alami sekarang
ini meliputi semua bidang ilmu dan teknologi. Beberapa diantaranya adalah
kajian ilmu sosial keagamaan yang ditulis oleh Clifford Geertz tentang santri,
priyayi dan abangan. Embrio splitting technique oleh Jerry Hall, Teknologi
Informasi dan lain lainnya.
Menyoal masalah
pengetahuan, terdapat empat macam pengetahuan yaitu pengetahuan biasa (common
sense), pengetahuan ilmu (pengetahuan common sense yang terorganisasi dan
sistematis)) dan pengetahuan filsafat serta pengetahuan agama. Secara teori,
hakikat pengetahuan dapat diperoleh melalui dua pandangan yaitu pandangan
realisme dan idealisme. Pengetahuan menurut pandangan realisme adalah gambaran
atau copy dari yang sebenarnya ada dalam alam nyata, artinya pengetahuan adalah
benar dan tepat jika sesuai dengan kenyataannya, sementara ajaran idealisme
menegaskan bahwa pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah
mustahil, pengetahuan adalah sebuah proses mental/psikologis yang bersifat
subyektif.
Selanjutnya ada tiga
sumber pengetahuan yang dapat kita pahami diantaranya, empiris yaitu melalui
pengalaman. John Locke adalah bapak empirisme dengan teori tabularasanya.
Kelemahan dari teori ini terletak pada kelemahan/keterbatasan indera sebagai
pengumpul pengalaman. Teori yang kedua adalah rasionalisme yang mengutamakan
pada kemampuan akal sebagai dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar
diperoleh dan diukur dengan akal melalui kegiatan menangkap obyek. Intuisi
adalah salah satu sumber pengetahuan yang merupakan hasil dari evolusi pemahaman
yang tertinggi, demikian dikatakan oleh Henry Bergson.
Sumber pengetahuan
tertinggi dalam terminologi Islam adalah wahyu yang merupakan penyampaian pengetahuan
langsung dari Allah Swt melalui rasul-Nya. Pengetahuan para nabi dan rasul terjadi
atas kehendak Allah Swt dengan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya jiwa
mereka untuk memperoleh kebenaran melalui
wahyu.
Dalam falsafah ilmu
terdapat kategori kebenaran yang dibagi ke dalam tiga jenis yaitu, kebenaran
epistemologis, kebenaran ontologis dan kebenaran semantis. Kebenaran
epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia,
kebenaran dalam ontologis adalah kebenaran sesebagai sifat dasar yang melekat
pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan dan kebenaran semantis
adalah kebenaran yang terdapat dan melekat dalam tutur kata dan bahasa.
Epistemologi atau teori
pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ilmu
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung-jawaban
atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang diperoleh
manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam
teori ilmu pengetahuan diantaranya metode induktif, metode deduktif, metode
positivisme, metode kontemplatif, dan metode dialektis.
Sementara istilah
ontologi adalah ilmu yang memperlajari tentang hakikat yang ada (ultimate
reality) baik jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Di dalam pemahaman
ontologi ditemukan pandangan-pandangan seperti monoisme yang menyatakan bahwa
hakikat yang asal itu hanya satu. Cabang dari monoisme ini adalah materialisme
yang berpandangan bahwa hakikat yang asal adalah satu yaitu dari materi,
sementara cabang lainnya yaitu idealisme yang berpandangan bahwa segala yang
asal itu berasal dari ruh. Pandangan lainnya adalah dualisme yang menyatakan
bahwa segala sesuatu berasal dari dua unsur yaitu materi dan ruh, jasmani dan
rohani.
Pandangan lainnya adalah
pluralisme yang menyatakan bahwa kenyataan alam tersusun dari banyak unsur,
lebih dari satu atau dua entitas yaitu unsur tanah, air, api dan udara. Ada
juga faham nihilisme yang nampaknya frustrasi menghadapi realistas. Realitas
harus dinyatakan tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, di cipta dan
tak dicipta, semuanya sirna kontradiksi, sehingga lebih baik tidak menyatakan
apa-apa tentang realistis.
No comments:
Post a Comment