Konghuchu
China memiliki sejarah yang panjang dan mulia tiada tandingan.
Ketika sejarah mereka dimulai sekitar 2700 SM, watak, sifat, dan
lembaga-lembaga di China telah mapan. Mereka telah berbudaya dan telah
mempunyai agama yang terorganisir. Sekitar abad ke 6 SM tampak ada keadaan
tanpa hukum yang besar pengaruhnya di China. Baik kehidupan politik, maupun
keagamaan menjadi rusak dan merosot dari kemuliaan yang semula. Peradaban besar
yang ditegakan di China oleh penguasa dinasti Chou hanya tinggal bayangan saja.
Dalam keadaan semacam inilah dua agama China yang besar, yakni Kong
Hu Chu dan Tao lahir. Dari segenap agama-agama di China, maka Kong Hu Chu telah
meninggalkan kesan yang kuat dalam kehidupan dan kebudayaan di China. Untuk
hampir 25 abad Kong Hu Chu dianggap oleh China sebagai guru yang pertama tidak
karena ketiadaan guru sebelum beliau, tetapi karena beliau mengatasi mereka
dalam derajatnya.
Kehidupan
Kong Hu Chu
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Chu (juga: Kong Fu
Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa,
istilah aslinya adalah Rujiao (儒教) yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati,
terpelajar dan berbudi luhur. Kong Hu Chu memang bukanlah pencipta agama ini
melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum
kelahirannya seperti apa yang beliau sabdakan: "Aku bukanlah pencipta
melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang
kadang mengira bahwa Kong Hu Chu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat
untuk meningkatkan moral
dan menjaga etika
manusia.
Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan
utuh tentang Ru Jiao atau Agama Kong Hu Chu, maka orang akan tahu bahwa dalam
agama Kong Hu Chu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para
penganutnya. Agama Kong Hu Chu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan
antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita
melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang
disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".[1]
Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan
menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik.
Penganutnya diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka
hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang
mengajar bagaimana manusia bertingkah laku.
Confusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah
keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah
barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disermbah, yang
dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha
memperbaiki moral. Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mensius ke
seluruh Tiongkok
dengan beberapa perubahan. Kong Hu Chu disembah sebagai seorang dewa dan falsafahnya menjadi agama baru, meskipun dia
sebenarnya adalah manusia
biasa. Pengagungan yang luar biasa akan Kong Hu Chu telah mengubah falsafahnya
menjadi sebuah agama dengan diadakannya perayaan-perayaan tertentu untuk
mengenang Kong Hu Chu.
Confucius adalah nama latin dari nama K’ungfu-tzu atau Tuan K’ung.
Beliau dilahirkan pada tahun 551 SM di daerah Lu yang sekarang dikenal sebagai
propinsi Shantung. Beberapa[2] peristiwa
mu’jizat, impian-impian, dan kejadian lainnya dihubungkan denga peristiwa
kelahirannya seperti halnya dengan guru-guru agama lain. Beliau dilahirkan dari
keluarga terpandang tetapi miskin dan memperoleh sukses atas hasil usahanya sendiri.
Sejak muda dia bercita-cita untuk bekerja di pemerintahan, tetapi dia tidak
mendapatkannya segera pada massa pergolakan tersebut. Dia memulai karirnya
sebagai pegawai gudang gandum di daerah kelahirannya dan seringkali ditempatkan
untuk melayani rakyat.
Pada tahun 528 SM, Kong Hu Chu melepaskan jabatannya di
pemerintahan karena berkabung atas kematian ibunya. Selama berduka dalam jangka
tiga tahun dia mengabdikan diri dengan belajar dan bermeditaasi. Kadang-kadang
ia muncul dari pengasingannya sebagai guru dimasyarakat dan cepat menarik
segolongan besar murid-muridnya yang berbakti. Beliau ditunjuk sebagai hakim
ketua dari kota Chung-tu dan segara dipromosikan pada kedudukan mentri tenaga
kerja dan kehakiman. Jadi dia mendapatkan kesempatan untuk memperaktekan
ajaran- ajarannya dan membangun suatu model administrasi.
Kong Hu Chu mendakwahkan “pada usia 50 tahun saya menerima risalah
tuhan”. Maka pada tahun 497 SM dengan segera ia mengikuti panggilan ilahi, dan
selama 14 tahun bersama sekelompok kecil muridnya yang berbakti ia pergi dari
satu tempat ke tempat yang lain, sering kali dalam ancaman bahaya maut,
diremehkan, dan kesengsaraan. Akhirnya ia diijinkan untuk kembali ke tanah
kelahirannya, yakni Lu, ia sudah berusia lanjut 68 tahun. Beliau menghabiskan
sisa akhir hayatnya dalam menyiarkan risalah-risalah wahyunya, dan menerbitkan
buku-buku klasik Cina. Dia menyadari bahwa gagasan-gagasanya jauh lebih penting
daripada langsung dicobakan secara mendadak dalam praktek. Beliau wafat pada
tahun 479 SM.
Ajaran
Kong Hu Chu
Kong Hu Chu menghindarkan diskusi mengenai hal-hal yang metafisik
dan abstrak. Seorang muridnya, Chung Yun, suatu kali bertanya kepada tuannya tentang
roh. Kong Hu Chu menjawab: “Bilamana engkau tidak dapat mengenal manusia,
bagaimana engkau mengenal roh?” ketika beliau ditanya mengenai kematian,
jawabnya: “Bilamana engkau tidak mengenal kehidupan, bagaimana engkau bisa
mengetahui kematian?” juga dikatakan tentang beliau: “tuan tidak pernah
berbicara tentang hal-hal yang menyimpang dari hukum, adu kekuatan,
pemberontakan, ataupun dewa-dewa”.[3]
Meskipun demikian tidak dapat disangsikan lagi akan kenyataan bahwa
Kong Hu Chu percaya kepada Tuhan dan seorang yang ketat bertauhid. Beliau
mendakwahkan bahwa kehendak Tuhan telah diwahyukan kepadanya adalah misinnya
agar kehendaknya itu unggul di muka bumi. Kong Hu Chu percaya bahwa dunia ini
dibangun berdasarkan landasan moral. Bilamana manusia dan Negara menjadi rusak
akhlaknya, maka tata susunan alam akan terganggu akan ada bencana peperangan
banjir, gempa bumi, paceklik yang panjang, dan wabah penyakit.
Dari segi etika, Kong Hu Chu menekankan pada senasib
sepenanggungan, atau timbal balik menyuburkan simpati dan kerja sama yang harus
dimulai dalam keluarga, kemudian diperluas secara bertahap ke perkumpulan.
Adapun intisari dari ajaran Kong Hu Chu antara lain :
1.
Penguasa dengan rakyatnya
2.
Ayah dengan anaknya
3.
Saudara tua dengan adiknya
4.
Suami dengan istrinya
5.
Sahabat dengan temannya.
- Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Kong Hu Chu:
a.
Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha
Esa (Cheng Xin Huang Tian)
b.
Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan
(Cheng Juen Jie De)
c.
Sepenuh Iman Menegakkan Firman
Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
d.
Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa
dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
e.
Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti
(Cheng Yang Xiao Shi)
f.
Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani
Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
g.
Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu
dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
h.
Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci
(Cheng Xing Da Dao)
- Lima Sifat Kekekalan (Wu Chang):
a.
Ren - Cintakasih
b.
Yi - Kebenaran/Keadilan/Kewajiban
c.
Li - Kesusilaan, Kepantasan
d.
Zhi - Bijaksana
e.
Xin - Dapat dipercaya
- Delapan Kebajikan (Ba De):
a.
Xiao - Laku Bakti
b.
Ti - Rendah Hati
c.
Zhong - Satya
d.
Xin - Dapat Dipercaya
e.
Li - Susila
f.
Yi - Bijaksana
g.
Lian - Suci Hati
h.
Chi - Tahu Malu
- Zhong Shu = Satya dan Tepa selira/Tahu Menimbang:
"Apa yang
diri sendiri tiada inginkan, jangan dilakukan terhadap orang lain" (Lunyu)[4]
Kong Hu Chu melihat bahwa kekacauan yang timbul di China ketika
raja tidak bertingkah laku sebagai raja, rakyat tidak bertindak sebagai rakyat,
bapak tidak berbuat sebagai bapak dan seterusnya. Maka ia merasa bahwa langkah
pertama ke arah perombakan dunia yang kacau ialah dengan cara setiap orang
harus menyadari dan memenuhi kewajibannya sendiri dengan tepat.
Menurut Kong Hu Chu, kemuliaan yang harus disuburkan di atas
segalanya ialah kasih antara sesama manusia. Etikanya, kebijakannya, cita-cita
hidupnya semuanya mengalir dari kemuliaan yang utama ini. Kong Hu Chu
menginginkan kemajuan manusia sepanjang jalan peradaban yang benar, yang
dijamin penguasa yang baik, yang memimpin di depan dan menegakan suatu contoh
teladan, serta para pembantunya yang baik menjalankan hukum sesuai kerangka
agama yang tertulis. Dia menginginkan agar seluruh negeri disusun sebagai suatu
lembaga pendidikan, kerja keras harus dimulai, dan atau dengan para penguasa
terlebih dahulu, sebab bilamana penguasa memberi contoh buruk maka ia akan
menjerumuskan seluruh rakyat dalam kesengsaraan. Menurut ajaran Kong Hu Chu
tiada sedikitpun diragukan bahwa tujuan satu-satunya dari suatu Negara adalah
meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan hukum Tuhan.
Konsep
Ketuhanan Dalam Agama Kong Hu Chu
Ru Jiao atau agama Konghucu adalah agama monoteis, percaya hanya
pada satu Tuhan, yang biasa disebut sebagai Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau
Shangdi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Kong Hu Chu tidak dapat
diperkirakan dan ditetapkan, namun tiada satu wujud pun yang tanpa Dia. Dilihat
tiada nampak, didengar tidak terdengar, namun dapat dirasakan oleh orang
beriman.[5]
Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan);
Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng); Maha Pemurah, Maha Pemberi
Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen).
Kitab
Suci Agama Kong Hu Chu
Kitab yang paling penting untuk memahami Kong Hu Chu pribadi dan
ajarannya, yakni Lun Yu (kumpulan literatur Kong Hu Chu). Ini adalah himpunan
dari ucapan-ucapan Kong Hu Chu yang disusun oleh murid-muridnya beberapa waktu
setelah wafatnya junjungan mereka. Ada tiga versi dari buku ini :
Versi Lu, Versi Sh’I, dan versi Skripsi kuno. Ketiga versi ini
tidak seluruhnya sejalan, baik dalam lingkup isinya maupun susunannya dari teks
tersebut. Versi yang terkenal pada saat ini ialah versi Lu yang dibagi dalam
dua puluh bab.
Sesudah kitab himpunan ini, maka kita menemukan 6 kitab klasik kaum
Kong Hu Chu yang ditulis atau disunting oleh Kong Hu Chu. Kitab-kitab itu
adalah :
1.
Shu Ching (kitab sejarah).
Aslinya berisi 100 dokumen sejarah dari para dinasti kuno China dan meliputi
suatu periode panjang antara abad 24 hingga abad ke 8 SM.
2.
Shih Ching (buku sya’ir)
ini adalah kumpulan sajak-sajak yang popular dan ditulis selama 500 tahun
pertama dari dinasti Chou.
3.
Yi Ching (kitab
perobahan). Buku ini menawarkan suatu sistem filsafat yang sangat menarik.
Kitab ini menerangi apa yang disebut prinsip-prinsip dalam Yin (lelaki) Yang
(wanita).
4.
Li Chi (kitab upacara).
Kong hu chu menyetujui beberapa upacara tradisional untuk mendisiplinkan rakyat
dan akan membawa perbaikan, kemuliaan, serta kekayaan terhadap sikap sosial
mereka.
5.
Yeo (kitab musik)
pada massa Kong Hu Chu musik sangat erat sangkut pautnya dengan sajak. Maka ketika
beliau menyunting puisi-puisi lama, beliau meyusun suatu pengaturan musik yang
mengiringi setiap sajak-sajaknya.
6.
Ch’un Ch’iu (kitab
bersambungnya musim semi dan musim gugur)
Penting pula untuk memahami agama Kong Hu Chu, yakni 3 kitab
lainnya yang berisi penyajian yang sangat awal dari doktrin agama Kong Hu Chu
ini adalah :
1.
Ta Hsueh ( pelajaran
besar )
2.
Chung Yung ( doktrin
jalan tengah)
3.
Hsiau Ching ( buku klasik
tentang kewajiban untuk taat )
Untuk penyajian agama Kong Hu Chu yang belakangan, marilah kita
tengok 3 kitabnya yang lain:
1.
Kitab Mencius
2.
Buku dari hsun tzu
3.
Ch’un Ch’iu Fan – Lu ( aneka ragam
embun di musim semi dan gugur.)[6]
DAFTAR BACAAN
Ulfat
Azis-Us-Samad, Agama – agama Besar Dunia, Jakarta : Daarul Kutubil
Islamiyah, 2002
No comments:
Post a Comment