ANALISA KEBIJAKAN KURIKULUM
Mutu pendidikan dipengaruhi oleh mutu proses belajar
mengajar; sedangkan mutu proses belajar mengajar ditentukan oleh berbagai komponen yang saling terkait
satu sama lain, yaitu input peserta didik, kurikulum, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana prasarana, dana, manajemen, dan lingkungan.
Kurikulum merupakan
salah satu komponen pendidikan yang sangat strategis karena merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memberikan makna bahwa di dalam kurikulum
terdapat panduan interaksi antara guru dan peserta didik. Dengan demikian,
kurikulum berfungsi sebagai “nafas atau inti” dari proses pendidikan di sekolah
untuk memberdayakan potensi peserta didik.
Sementara itu Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen
Mandikdasmen) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menyebutkan bahwa
salah satu tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas (Dit. PSMA) adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar,
kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi
pelaksanaan kurikulum.
Lebih jauh dijelaskan dalam Permendiknas nomor 25
tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Ditjen Mandikdasmen
bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran - Dit. PSMA, antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman
dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan
kurikulum.
Pengembangan KTSP (KTSP) berdasarkan SNP
memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji berdasarkan analisis yang
cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap tuntutan kompetensi yang
tertuang dalam rumusan SK dan KD; analisis mengenai kebutuhan dan potensi
peserta didik, masyarakat, dan lingkungan; serta analisis peluang dan tantangan
dalam memajukan pendidikan pada masa yang akan datang dengan dinamika dan
kompleksitas yang semakin tinggi.
KEBIJAKAN
KURIKULUM
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) Pasal 36 ayat (2) menyatakan bahwa ”Kurikulum pada
semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik”. Kemudian
ayat (3) menyatakan bahwa ”Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
dalam kerangka NKRI dengan memperhatikan antara lain: keragaman potensi daerah
dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja;
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; serta dinamika perkembangan
global.”
Pasal 37 ayat (2) menyatakan bahwa ”Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan Kabupaten/Kota atau kantor Departemen
Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan kantor Departemen Agama
Propinsi untuk pendidikan menengah.
PPSNP pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa ”Kurikulum
tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK,
atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan
peserta didik. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan mengacu
pada visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan. Bila visi, misi, dan tujuan
satuan pendidikan berbeda satu sama lain, maka KTSP nyapun mestinya juga
terdapat perbedaan.
Selanjutnya, PPSNP ayat (2) menegaskan bahwa ”Sekolah dan
komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah mengembangkan kurikulum
tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum
dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan
departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs,
MA, dan MAK”.
Satuan pendidikan dan komite sekolah diberikan
kewenangan untuk menyusun sendiri kurikulumnya merupakan perwujudan dari
kebijakan otonomi manajemen pendidikan dalam rangka school based management. Namun demikian, penyusunan KTSP bukan
bebas tanpa batas, melainkan harus mengacu pada kerangka dasar kurikulum dan
standar kompetensi lulusan.
KONSEP
Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” berasal dari bahasa Latin, yakni
curriculum yang berarti a running course, dalam bahasa Perancis courier berarti
to run = berlari. Dari istilah ini kemudian digunakan untuk menempuh sejumlah
mata pelajaran (courses) demi memperoleh suatu gelar penghargaan akademik, pada
akhirnya ada yang menamakani jazah. Pada
perkembangan selanjutnya terjadi friksi dalam mendefinisikan istilah kurikulum
sesuai dengan persepsi para tokoh yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Secara garis besar pemahaman kurikulum bisa dipandang dalam perspektif
tradisional, yakni kurikulum diartikan sejumlah matapelajaran yang diajarkan di
sekolah, sedangkan dalam pandangan modern berarti seluruh aktivitas yang
dilakukan oleh siswa di dalam dan luar sekolah sebagai kegiatan pendidikan dan
tidak hanya sebatas matapelajaran atau proses belajar-mengajar untuk
mentransfer matapelajaran.[1] Pengertian
kurikulum bekembang sejalan perkembangan teori dan praktik pendidikan,
bervarisai sesuai dengan aliran atau
teori pendidikan yang dianutnya. Menurut Mac Donald (1965, hlm. 3)
kurikulum merupakan suatu rencana yang memberikan pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan
belajar mengajar.[2]
Menurut UU
Sisdiknas No. 20 tahun2003, kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengertian KTSP
KTSP adalah
kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan
oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan
Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ).[3]
KTSP
adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, silabus (Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo: 2007/2008).
Tujuan KTSP
Secara umum
tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk
memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan
pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
- Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemnadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
- Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangankan kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama.
- Meningkatkan kompetesi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.
Landasan KTSP
- UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
- Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
- Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
- Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006
Ciri-ciri KTSP
- KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah.
- Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
- Guru harus mandiri dan kreatif.
- Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.
Karekteristik KTSP [4]
KTSP merupakan
bentuk opersional pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi
pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap
sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa
dampank tehadap peningkatan yang efektifitas dan efisiensi kinerja sekolah,
khususnya dalam penigkatan kualitas pembelajaran. Masing-masing karakteristik
tersebut dideskripsikan sebagai berikut:
1. Pemberian otonomi sekolah dan satuan pendidikan
KTSP memeberik
otonomi sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat. Sekolah dan satuan
pendidikan juga diberi kewenanggan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan
pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perseta didik serta tuntutan
masyarakat, dan pelaksanaan ktsp perlu disertai seperangkat kewajiban, serta memonitoring
dan tuntutan pertanggung jawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk
menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai
kewajibanmelaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan
masyarakat.
2.
Otonomi guru
Dalam ktsp guru
harus mampu berkerja mandiri untuk mengembangkan kurikulum secara mandiri dalam
pembelajaran.hal ini sangat penting sekali agar bener-bener menjadi guru yang
digugu dan ditiru. Sehingga tidak saja mampu mengembangkan ktsp tetap juga
mampu melaksanakannya dalam pembelajaran secara efektif dan menyenagkan.
Kemandirian
guru terutama dipelukan dalam menghadapi dan memecahkan dalam berbagai problema
yang sering muncul dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus mampu
mengambil tindakan terhadap berbagai permasalahan secara tepat waktu dan sesuai
dengan sasaran. Kemandirian guru menjadikan figur bagi perserta didik, sehingga
mereka terbiasa untuk memecahkan masalah secara mandiri dan propesional.
3.
Partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi
Partisipasi
masyarakat dsn orang tua sangat berperan penting dalam perencanan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program-program sekolah/madrasah
perlu dibangkitkan kembali. Wujud keterlibatan, bukan hanya dari segi
finansial, tetapi lebih dari itu, dalam pemikiran- pemikiran untuk menigkatkan
kualitas pembelajaran. Masyarakat dan orang tua harus disadarkan bahwa sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang perlu didukung oleh semua pihak. Prestsi atau
keberhsilan seorang anak bukan hanya dari guru melainkan dari orang tua dan
masyarakat agar anak menjadi anak yang berguna di lingkungan masyarakat dan
orang tua. Jadi pelaksanan ktsp memerlukan kesadaran dan partisipasi aktif dari
semua pihak yang terkait dengan pendidikan sekolah.
4.
Kepemimpinan yang demokratis dan propesional
Pelaksanaan
ktsp sangat memerlukan sosok kepala sekolah/madrsah yang memiliki kemampuan
manajerial dan intergritas profesional yang tinggi serta demokratis dalam
proses penggambilan keputusan-keputusan mendasar. Dalam KTSP, kepala sekolah
dan guru merupakan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Kepala sekolah
merupakan orang yang diberi pertanggung jawab unbtuk mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum untuk mewijudkan pembelajaran bekualitas sesuai visi,
misi,dan tujuan sekolah.
ALASAN
ADANYA KEBIJAKAN KURIKULUM
Dalam TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1999 dinyatakan bahwa
arah kebijakan pembangunan pendidikan nasional antara lain untuk:
(1) melakukan pembaharuan sistem
pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk
melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku secara
nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat serta jenis pendidikan
secara profesional; dan
(2) melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional
berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen.
(3) kurikulum harus sesuai dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada
di daerah. Selain itu, kurikulum harus selalu diperbaharui sesuai dengan
tuntutan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(4) yang mengembankan kurikulum bukan lagi Pemerintah, melainkan
kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Pemerintah daerah
hanya melakukan koordinasi dan supervisi.
(5) kurikulum merupakan
inti dari pendidikan, sebab selain berisi rumusan tentang tujuan yang
menentukan ke mana peserta didik akan dibawa dan diarahkan, juga berisi rumusan
tentang isi dan kegiatan belajar, yang akan membekali peserta didik dengan
pengetahuan, kecakapan, ketrampilan serta nilai-nilai yang mereka perlukan
dalam kehidupan dan pelaksanaan tugas pekerjaan di masa yang akan datang.
Hal ini mencerminkan kesatuan dalam kebijakan,
keberagaman dalam pelaksanaan. Kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi
lulusan dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional.
BUKTI
PENDUKUNG
Tahun
2006, BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) meluncurkan “Panduan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan”, jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ini
sebagai langkah lanjut Peraturan Pemerinah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, setiap sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum yang
berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dan
berpedoman pada panduan yang ditetapkan BSNP.
Panduan
ini terdiri dua bagian, yaitu bagian pertama berupa Panduan Umum dan bagian
kedua berupa model KTSP. BSNP (2006) menyatakan satuan telah melakukan uji coba
kurikulum 2004 secara menyeluruh diperkirakan mampu secara mandiri mengembankan
kurikulumnyanya berdasar SKL, SI, dan Panduan Umum.
Berdasar
hal tersebut, pada awal tahun 2007, berbagai sekolah secara sendiri-sendiri
maupun melalui kumpulan sekolah menyusun KTSP dan dilaksanakan pada tahun
pelajaran 2007/2008. Meskipun terdapat toleransi 3 (tiga) tahun setiap satuan
pendidikan mengembangkan KTSP, namun pada tahun itu pula hampir seluruh satuan
pendidikan telah mempu menyetorkan KTSP secara lengkap, termasuk silabus,
rencanan pelaksanaan pembelajaran, jaringan tematis, rumusan indikator, dan
segala pernik-pernik kurikulum.
Harus
diakui, bahwa secara kuantitas tuntutan/aling tidak himbauan penyusunan KTSP
telah memenuhi target, mungkin hanya daerah terpencil saja yang belum mampu
merampungkannya. Namun secara kualitatif, hasil tersebut belum menggambarkan
kemampuan sekolah (termasuk seluruh pemangku sekolah) telah mampu menyusun KTSP
sesuai harapan. Demikian pun, secara administratif, seluruh sekolah saat ini
telah memiliki seperangkat KTSP yang secara simbolis terpajang di almari dan
diletakkan di almari yang mudah dilihat oleh tamu (terutama SD-SD terkemuka
yang memiliki ruang tamu), namun linear dengan keterkaitan kuantitas dan
kualitas, maka bila di dalami, para guru ternyata juga belum sepenuhnya
menggunakan KTSP yang telah disusunnya sendiri.
Coba
kita membuka berbagai blog milik pemerintah maupun milik periabadi, menunjukkan
situasi yang menggembirakan. Berbagai artikel merujuk keberhasilan KTSP, hasil
penelitian yang menggembirakan, bahwa KTSP telah meningkatkan kualitas
pembelajaran di tempat penelitian di laksanakan. Bahkan, sering pula para
peneliti menggambarkan peningkatan tidak hanya hasil belajar, bahkan berbagai
aspek lain.
Saya
menjadi termenung dan memikirkan berbagai peningkatan yang terpaparkan dalam
artikel. Kemudian saya berpikir, hanya dalam waktu belum genap 3 (tiga) tahun ,
itupun masih dalam taraf pengembangan KTSP (toleransi BSNP), tetapi telah
menunjukkan hasil menggembirakan. Selanjutnya, saya mengimpikan, bila benar itu
terjadi tidakmemerlukan 10 (sepuluh) tahun pasti kondisi pendidikan pasti akan
menunjukkan hasil yang lebih terakselerasi dibanding saat ini.
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF ADANYA
KEBIJAKAN KURIKULUM
Dampak
Positif
1) Kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan,
kondisi, karakteristik, dan perkembangan satuan pendidikan dan masyarakat
setempat, sehingga satuan pendidikan
secara langsung atau tidak langsung dapat membantu perkembangan
masyarakat;
2) Lebih mudah dilaksanakan karena
desain kurikulum disusun oleh guru-guru sendiri dengan mempertimbangkan
faktor-faktor pendukung pelaksanaannya yang ada di sekolah dan masyarakat
sekitar.
3) Dalam pengembangan KTSP, desain
kurikulum yang meliputi sasaran atau tujuan kurikulum, materi atau isi
kurikulum, model pembelajaran dan penilaian hasil belajar disesuaikan dengan
kebutuhan, tantangan, karakteristik, dan tahap perkembangan sekolah dan
masyarakat dimana sekolah berada. Kurikulum menjadi lebih bermakna, karena
bertolak dari situasi dan kondisi setempat dan diarahkan kepada pemenuhan
kebutuhan, tuntutan dan perkembangan setempat. Pengembangan kurikulum oleh
satuan pendidikan akan menghasilkan desain kurikulum yang beragam, tetapi lebih
mudah difahami, dikuasai dan dilaksanakan oleh guru, sebab mereka sendiri yang
mengembangkannya, minimal ikut serta dalam pengembangannya.
Dampak
Negatif
1) tidak semua guru memiliki keahlian
atau kecakapan dalam pengembangan kurikulum, atau tidak semua satuan
pendidikan/daerah memiliki guru atau orang yang ahli atau cakap dalam
pengembangan kurikulum;
2) kurikulum dapat bersifat lokal,
lulusannya kurang memiliki kemampuan atau daya saing secara nasional;
3) desain kurikulum sangat beragam,
dapat menimbulkan kesulitan dalam pengawasan dan evaluasi kurikulum dan
evaluasi hasil belajar secara nasional;
4) kepindahan peserta didik dari satu
sekolah atau daerah ke sekolah atau daerah lain dapat menimbulkan
kesulitan.
Ada beberapa faktor yang
perlu menjadi perhatian berkenaan dengan pelaksanaan KTSP.[5]
Pertama,
keberadaan faktor pendukung pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah/kelompok.
Pendidik terkadang kekurangan informasi dan juga stimulus mengenai pengembangan
kurikulum berbasis sekolah/kelompok. Jika
pendidik tidak memperolehnya, maka pengembangan kurikulum sukar terwujud
apalagi sampai mencapai taraf yang standar. Tentunya keberadaan faktor pendukung
yang membantu pendidik dan warga sekolah/kelompok lainnya ini sangat menentukan
keberhasilan pelaksanaan KTSP.
Kedua,
faktor pengambilan keputusan yang mendukung pelaksanaan pengembangan kurikulum.
Partisipasi semua jajaran sekolah/kelompok dalam pengambilan keputusan
sangatlah diperlukan dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu,
ketentuan-ketentuan berkenaan dengan pengambilan keputusan yang menarik
partisipasi perlu ada. Ini apabila dominasi kepala sekolah/kelompok yang
berlebihan atas keputusan pengembangan kurikulum dapat menghambat keberhasilan
pengembangan kurikulum.
Ketiga,
perubahan dalam persepsi peran pendidik terhadap pengembangan kurikulum.
Pengembangan KTSP menghendaki adanya perubahan persepsi peran pendidik dari
peran sebagai penerima pasif ke arah peran pengambilan keputusan kurikulum.
Jika persepsi terhadap peran pendidik tidak berubah, pengembangan kurikulum
model ini tidak akan pernah berhasil.
Keempat,
persoalan keahlian pengembangan kurikulum warga sekolah/kelompok. Jika warga
sekolah/kelompok memiliki sejumlah pengalaman dan pengetahuan yang memadai
tentang pengembangan kurikulum, pelaksanaannya akan dapat dilaksanakan dengan
mudah.
Masalah dalam Penerapan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Yaitu:
1. Tidak
memadainya kualitas SDM yang mampu menjabarkan KTSP di satuan pendidikan.
2. Kurangnya
sarana pendukung kelengkapan pelaksanaan KTSP.
3. Belum
sepenuhnya guru memahami KTSP secara utuh, baik dari segi konsep maupun
penerapannya di lapangan.
4. Materi
kurikulum yang dibuat oleh sejumlah penerbit yang menterjemahkan KTSP ke dalam
banyak versi, sehingga membuat konsentrasi para siswa menjadi semakin terpecah
karena harus membeli buku dalam banyak versi.
5. Pengurangan
jumlah jam pelajaran seperti yang diamanatkan oleh kurikulum ini berdampak
kepada penghasilan guru, karena otomatis akan mengurangi penghasilan mereka,
terutama guru honorer.
Key Actor + kepentingan
NO
|
KEY ACTOR
|
KEPENTINGAN
|
1
|
Pemerintah Pusat
|
Kepentingan
politik sehingga mengalami perubahan dari KBK menuju KTSP untuk merubah
kondisi pendidikan yang lebih baik dan menjadikan pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhannya.
|
2
|
Pemerintah wilayah
|
Untuk
menigkatkan mutu pendidikan disetiap wilayah masing-masing agar pendidikan di
setiap daerah dapat meju dan berkenbanag. Pemerintah daerah dapat menjalankan tugas dalam
pengawasn kurikulum pendidikan di tiap-tiao sekolah.
|
3
|
Kepala sekolah
|
menjadikan
sekolah yang bemmutu dan berkualitas dalam perkembangan kurikulum KTSP dan
pembelajaran yang lebih baik.
|
4
|
guru
|
Memudahkan
guru untuk melaksanakan pengajaran yang mandiri dan kreatif dalam pengjaran.
|
5
|
Murid
|
Memudahkan
siswa untuk menjalankan pembelajarabn yang baik dan kreatif. Baik itu di
lingungan sekolah dan di masyarakat
|
6
|
Orang tua/ masyarakat
|
Mendapatkan
pembelajaran bagi anak-anaknya untuk menjadikan anak yang berakhalak baik,
jujur, berpengetahuan yang baik dan cerdas
|
Konflik kepentingan
Pemerintah pusat dan daerah
Dalam
kepentingan pemerintah pusat merubah KBK
menjadi KTSP mengalami kendala di pemerintah daerah. Di karenakan
kurikulum KBK mempunyai kelemahan dan kelebihan yaitu;
Mengembangkan kompetensi-kompetensi siswa pada
setiap aspek mata pelajaran dan bukan pada penekanan penguasaan konten mata
pelajaran itu sendiri
Mengembangakan
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented). Siswa dapat
bergerak aktif secara fisik ketika belajar dengan memanfaatkan indra seoptimal
mungkin dan membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar.
Guru
diberi kewenangan untuk menyusun silabus yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di sekolah/daerah masing-masing
Bentuk
pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran
memudahkan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik.
Penilaian yang menekankan
pada proses memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya secara
optimal, dibandingkan dengan penilaian yang terfokus pada konten.
Kelemahan yang ada lebih banyak pada penerapan KBK di
setiap jenjang pendidikan, hal ini disebabkan beberapa permasalahan antara
lain:
Paradigma guru dalam pembelajaran KBK masih seperti
kurikulum-kurikulum sebelumnya yang lebih pada teacher oriented.
Kualitas guru, hal ini didasarkan pada statistik, 60%
guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di
jenjang masing-masing. Selain itu 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru
mengajar bukan bidang studinya. Kualitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179
negara berdasarkan Human Development Index.
Sarana dan pra sarana pendukung pembelajaran yang belum
merata di setiap sekolah, sehingga KBK tidak bisa diimplementasikan secara
komprehensif.
Kebijakan pemerintah yang setengah hati, karena KBK
dilaksanakan dengan uji coba di beberapa sekolah mulai tahun pelajaran
2001/2002 tetapi tidak ada payung hukum tentang pelaksanaan tersebut.
Dalam konflik yanga ada dalam kurikulum yang ditetepkan
oleh pemerintah pusat dari KBKmenjadi KTSP karena ada bebrapa keurangan dari KBK sehingga
pemerintah mengantikan kurikulum KBK menjadi KTSP
a.
guru
/ para pendidik
guru
belum mampu mengembangkan standar kompetensi, KD, Indikator dan dalam penentuan
metode-metode yang kurang kreatif dalam pembelajaran. Belum ada kesiapan dalam
hal menentukan langkah-langkah apa saja yang mereka ingin tempuh dalam pencapaian
standar yang bertuju kepada KTSP.
b.
Murid
Setiap
siswa memiliki keragaman dalam hal kemampuan dan kecakapan seperti bakat,
kecerdasan meupun kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar. Perubahan
strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan dan metode yang variasi
sangat berpengaruh terhadap siswa dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan
guru
c.
Masyarakat
Keinginan
para masyarakat dalam kemajuan anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang
terbaik, pada saat ini mungkin masih belum terlaksana dengan baik dikarenakan
adanya perubahan-perubahan didalam sistem pendidikan, ketidak siapan para
pendidikan dalam menghadapi perubahan
menjadikan ketakutan tersendiri bagi para masyarakat. Bila dalam sistem saja tidak
siap bagaimana dengan proses pendidikan yang sedang berlangsung saat ini.
Apakah akan mendapatkan hasil yang baik bagi kepuasan masyarakat
- Perbedaan antara KTSP dengan Kurikulum 1994
* KTSP
KTSP
menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan
atau kompetensi tertentu disekolah, yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada
dalam masyarakat. KTSP adalah sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas
sekolah dan sarana mengembangkan keunggulan lokal yang dapat mendorong
terjadinya proses "globalisasi lokal" di Indonesia.
* Kurikulum KBK
BK menitikberatkan pada kompetensi yang harus dicapai siswa. Misalnya,
standar kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia berorientasi pada hakikat
pembelajaran bahasa, yaitu belajar bahasa pada hakikatnya belajar berkomunikasi
dan belajar menghargai manusia serta nilai-nilai kemanusiaannya. Dengan
demikian, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan pada peningkatan kemampuan
berkomunikasi dan menghargai nilai-nilai, bukan pada kemampuan menguasai ilmu
kebahasaan. Akan tetapi, ilmu bahasa dipelajari untuk mendukung keterampilan
berkomunikasi. Kegiatan belajar pun dikembalikan pada konsep bahwa siswa akan
belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih
bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya
“mengetahuainya”. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi
terbukti berhasil dalam kompetisi “mengingat”, tetapi gagal dalam membekali
siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan nyata untuk jangka panjang.
KESIMPULAN
1.
Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional tentang
pemberlakuan KTSP merupakan tuntutan pelaksanaan pembaharuan pendidikan yang
diamanatkan oleh:
a.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional; dan
b.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
2.
Berdasarkan kajian konseptual, pemberlakuan KTSP didasarkan pada pilihan
dari berbagai model berikut:
a.
ditinjau dari model kurikulum, merupakan penerapan model
kurikulum berbasis kompetensi, yang didasarkan pada teori teknologi pendidikan;
b.
ditinjau dari model pengelolaan pengembangan kurikulum,
merupakan penerapan model pengelolaan pengembangan kurikulum oleh satuan
pendidikan; dan
c. ditinjau dari model
implementasi kurikulum, merupakan penerapan gabungan model implementasi
kurikulum mutual adaptive dan enachment.
3. Guru adalah komponen pokok dalam sistem
pendidikan. Oleh sebab itu suksesnya pelaksanaan KTSP sangat tergantung pada
sikap guru alam mengajar. Kurikulum yang selama ini dibuat dari pusat
menyebabkan kreativitas guru kurang terpupuk, tetapi dengan KTSP, kreativitas
guru bisa berkembang. Menggunakan paradigma lama dalam mengajar untuk
menghadapi tantangan baru dan situasi baru jelas kurang efektif. Agar kualitas
pendidikan kita meningkat, guru perlu melakukan introspeksi dan mau mengubah
paradigma mengajar, cara berpikir serta mempraktekkan pembelajaran dengan
menggunakan paradigma belajar. Guru sebagai ujung tombak pembelajaran sudah
sekian lama menggunakan metode lama, ia menjadi sumber belajar utama.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, Nana S.2008. Pengembangan kurikulum Teori
dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
KTSP Dongkrak Pendidikan ? ( Jakarta, Republika, 25 April 2008 )
http:/etd.eprints.ums.ac.id/2712/6000060100.pdf
.
[1] M. Afifullah Hasyim. Telaah Pembaharuan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah Label:artikel Pendidikan
[2] Nana Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. (Bandung: Remaja Rosdakarya.
2008), hlm. 4-5
[3] www.dhanay.co.cc/2009/II/ktsp.kurikulum.tingkat.satuan,htm
[4] Mulyasa. E, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007), hlm. 29-31.
[5] KTSP Dongkrak Pendidikan ? ( Jakarta, Republika, 25 April 2008 ).
No comments:
Post a Comment