Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa merupakan salah satu tujuan kemerdekaan, sebagaimana tertuang
dalam preambule (pembukaan) Undang Undang Dasar 1945 sebagai landasan yuridis. Seiring
dengan transformasi dan dinamika perkembangan global, cita-cita luhur itu
kemudian terus beradaptasi dengan konteks zaman dan tantangan bangsa.
Kesadaran
bahwa pendidikan merupakan suluh penerang kehidupan sekaligus nafas peradaban,
secara makro dapatlah kita berguru pada bangsa-bangsa besar yang pernah menjadi
imperium, termasuk juga peradaban barat yang kini menjadi kiblat ilmu
pengetahuan dan kemajuan kehidupan.
Berbagai
literatur menyebutkan bahwa pendidikan merupakan kawah candradimuka lahirnya
peraban-peradaban besar yang pernah mengisi ruang sejarah kita. Di dalam kitab
Min Rawaaih Hadharatinaa misalnya, cendekiawan muslim asal Damaskus Dr. Mustafa
As Siba'i mendeskripsikan secara eksplisit kemajuan peradaban Islam yang
menjadi kiblat peradaban sejak masa daulah Abbasiyah di Irak hingga Andalusia
di Spanyol (abad 7 M-13 M), berkat kemajuan ilmu pengetahuan pada masa itu.
Sederet nama
cendikiawan muslim yang menjadi rujukan umat manusia, tidak hanya umat Islam,
tetapi juga rujukan bangsa barat, mengisi etalase dan menjadi prasasti emas
peradaban manusia. Sebutlah misalnya Ibnu Sina dengan kitab Al Qanuun yang
kemudian menjadi rujukan ilmu kedokteran modern dan pada abad XII diterjemahkan
di Eropa. Oleh orang barat, Ibnu Sina disebut dengan nama Avisenna.
Ilmuwan lain
yang buah pemikiran di dalam kitabnya juga diterjemahkan oleh bangsa Eropa
adalah AR Razi. Kitab Al Hawiy yang lebih tebal dari Al Qanuun, diterjemahkan
pada akhir abad XII. Kedua buku ini masih menjadi rujukan ilmu medis
(kedokteran) di Eropa hingga abad XVI.
Pada abad
XIII, Ghiteron dari Polska menerjemahkan kitab Al Bashariyyah karya Hasan bin
AL Haitsam. Masih pada abad yang sama, Gherardo dari Cremonia, Italia
menerjemahkan ilmu falak (perbintangan) yang hakiki dengan terjemahan Al
Majisti karya Ptolemee dan Asy-Syarh karya Jabir bin Hayyan.
Integritas
ilmuwan-ilmuwan Islam juga diakui oleh orang-orang barat sendiri. Gustave Le
Bon, seorang psikolog sosial, sosiolog, dan juga fisikawan amatir dari Prancis
mengatakan bahwa terjemahan buku bangsa-bangsa Arab (Islam) lah, terutama
buku-buku sains hampir menjadi sumber satu-satunya bagi banyak pengajaran di
berbagai perguruan tinggi Eropa selama lima hingga enam abad.
Bahkan Le Bon mengatakan bahwa buku-buku karya ulama Islamlah yang dijadikan sandaran oleh Roger Bacon (seorang filsuf Inggris), Leonardo Da Vinci (seorang polymath Italia: pelukis, pematung, arsitek, musisi, ilmuwan, matematikawan, insinyur, penemu, ahli anatomi , ahli geologi, pembuat peta, ahli botani dan penulis), Arnold de Philippe, Raymond Lull, San Thomas, Albertus Magnus, serta Alfonso X.
Bahkan Le Bon mengatakan bahwa buku-buku karya ulama Islamlah yang dijadikan sandaran oleh Roger Bacon (seorang filsuf Inggris), Leonardo Da Vinci (seorang polymath Italia: pelukis, pematung, arsitek, musisi, ilmuwan, matematikawan, insinyur, penemu, ahli anatomi , ahli geologi, pembuat peta, ahli botani dan penulis), Arnold de Philippe, Raymond Lull, San Thomas, Albertus Magnus, serta Alfonso X.
Transformasi
besar-besaran ilmu dari dunia Islam yang memajukan Eropa (barat secara umum),
juga diakui oleh Monsieur Renan. Menurut Renan, Al Bertus Magnus adalah
pengikut Ibnu Sina, sedangkan San Thomas dalam pandangan filsafatnya adalah
penganut Ibnu Rusyd (oleh Barat, dikenal dengan Averroes).
Tidak hanya itu, dalam bidang astronomi, geografi, dan kartografi (ilmu pembuatan peta) yang menjadi acuan bangsa barat dalam penjelajahan selama masa renaissance Eropa, peta yang paling akurat adalah milik Abu Abdillah Syarif Al Idrisi. Al Idrisi merupakan seorang ahli geografi dari Arab yang petanya digunakan oleh Barat selama ratusan tahun.
Eropa yang
sebelumnya tidak pernah pergi jauh, hidup dalam zaman kegelapan, akhirnya bisa
menjadi penjajah yang menjajah sebagian besar negara di dunia. Padahal jauh sebelum Eropa bisa menjelajah, pedagang-pedagang dan da’i dari
Arab pada masa Umar bin Khattab sudah membelah samudera, hingga ke Cina,
sebagaimana dicatat oleh Prof. Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya, Api
Sejarah.
Jika kita bergeser ke Timur, kenyataan tak jauh beda kita dapatkan. Kemajuan bangsa Jepang dengan produk teknologi yang menguasai dunia, juga karena kelimuan yang diformulasi dalam Restorasi Meiji. Jepang sebelum Restorasi Meiji (1868) adalah Negara agraris yang miskin. Akan tetapi, dalam waktu 40 tahun saja, pada akhir ke-19, Jepang mampu mensejajarkan diri dengan Negara-negara Barat.
Diterapkan pendidikan wajib dan bebas bagi seluruh rakyat selama 4 tahun dan dibukanya berbagai macam dan tingkatan sekolah, hingga pada tingkat universitas. Dalam masa Meiji semua orang bisa merubah status sosial sesuai dengan prestasi pendidikannya. Itulah yang membuat dorongan kepada semua orang untuk belajar keras. Hingga kini, produk teknologi Jepang menguasai rumah-rumah kita, di Barat dan di Timur.
Jika kita bergeser ke Timur, kenyataan tak jauh beda kita dapatkan. Kemajuan bangsa Jepang dengan produk teknologi yang menguasai dunia, juga karena kelimuan yang diformulasi dalam Restorasi Meiji. Jepang sebelum Restorasi Meiji (1868) adalah Negara agraris yang miskin. Akan tetapi, dalam waktu 40 tahun saja, pada akhir ke-19, Jepang mampu mensejajarkan diri dengan Negara-negara Barat.
Diterapkan pendidikan wajib dan bebas bagi seluruh rakyat selama 4 tahun dan dibukanya berbagai macam dan tingkatan sekolah, hingga pada tingkat universitas. Dalam masa Meiji semua orang bisa merubah status sosial sesuai dengan prestasi pendidikannya. Itulah yang membuat dorongan kepada semua orang untuk belajar keras. Hingga kini, produk teknologi Jepang menguasai rumah-rumah kita, di Barat dan di Timur.
Ilmu
pengetahuan yang dikuasai oleh Islam abad pertengahan hingga abad 13, juga
diikuti oleh oleh Barat, di susul oleh bangsa Jepang dan kini Cina, menjadi
bukti bahwa ilmu pengetahuan adalah kunci dalam pembangunan, baik itu bangsa
maupun peradaban yang mendunia. Maka jelaslah
kiranya firman Allah Swt di dalam Al Qur’an surat ke 58. Allah Swt berfirman : …Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al-Mujadalah: 11)
Kemuliaan
suatu umat atau bangsa dengan ilmu pengetahuan sampai pada dijadikannya sebagai
kiblat dalam pembangunan, baik fisik maupun non fisik. Walaupun kita meyakini bahwa di Barat, terjadi disparitas antara ilmu yang
sifatnya duniawi dan ilmu ukhrawi. Ada ketidakseimbangan, sehingga ilmu menjadi
alat yang cenderung merusak tatanan kehidupan.
Islam yang
mengajarkan nilai-nilai moralitas dan kemanusiaan secara universal dalam ilmu
pengetahuan, memiliki potensi untuk kembali menata wajah dunia yang dikuasai
oleh materialisme.
Indonesia
bisa menjadi bangsa yang sempurna, dalam artian menyemai benih kompetisi untuk
menuntut ilmu (fastabiqul khaiyrat), dalam kerangka nilai-nilai agama yang ditinggalkan
Barat maupun Jepang yang anak mudanya kini mulai terkontaminasi budaya
hedonisme barat.
Kesadaran
tentang pentingnya ilmu pengetahuan berbasis religiusitas (nilai-nilai
keagamaan) ini, juga direfleksikan oleh ayat yang pertama kali turun. Di dalam
surat Al 'Alaq, Allah Swt memulai dengan perintah membaca (Iqra'). Membaca
disini bisa di pahami sebagai upaya untuk menggali khazanah keilmuan, baik
secara tertulis melalui ayat-ayat Qauliyah (perkataan) maupun secara tersurat
melalui fenomena alam atau ayat Kauniyah.
Dalam
konteks dan kerangka otonomi dan pembangunan daerah yang di mulai sejak awal
reformasi bergulir, pendidikan menjadi urat nadi sekaligus sirkulasi dan
instrumen maju tidaknya suatu daerah. Maka program pendidikan gratis sebagai
derivasi dari program nasional wajib belajar 9 tahun, menjadi keniscayaan. Daya
saing dan kemandirian daerah ditentukan oleh kepedulian pemerintah pada daerah
tersebut terhadap pendidikan.
Fakta
menarik yang tidak bisa dibantah adalah, sejak program pendidikan dasar 9 tahun
dicanangkan, kualitas masyarakat Indonesia mengalami trend positif. Terjadi
transformasi menjadi masyarakat yang melek ilmu pengetahuan. Menurut ekonom
Drajat Wibowo, fakta ini didukung oleh statistik tentang semakin sejahteranya
masyarakat Indonesia yang dilatari oleh meningkatnya ilmu pengetahuan, sehingga
mampu mengakses pekerjaan-pekerjaan yang mensejahterakan.
Jika ini digalakkan dan terus dipertahankan, maka impian menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari 5 negara maju di dunia akan segera terwujud. Karena kesejahteraan akan menyebar, sehingga rantai-rantai kemiskinan yang selama ini menciptakan kemiskinan struktural, bisa diputuskan.
Jika ini digalakkan dan terus dipertahankan, maka impian menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari 5 negara maju di dunia akan segera terwujud. Karena kesejahteraan akan menyebar, sehingga rantai-rantai kemiskinan yang selama ini menciptakan kemiskinan struktural, bisa diputuskan.
Logika
sederhananya, bahwa orang yang berpendidikan tinggi dan berkualitas, bisa
mengakses lapangan pekerjaan yang lebih baik. Bahkan bisa memilih pekerjaan
yang diinginkan. Selain itu, dalam konteks pemerintahan, pendidikan juga akan
mendorong lahirnya masyarakat cerdas dan kritis sehingga bisa menjadi
penyeimbang dalam pembangunan. Menjadi entitas intelektual organik, menjadi watchdog
yang memonitoring pemerintah.
Keterlibatan
masyarakat dalam berbagai kebijakan publik, secara akseleratif akan mendorong
lahirnya good governance dan clean governance. Maka salah satu
subtansi demokrasi, yaitu terwujudnya partisipasi publik sebagai pelaku
demokrasi hanya dapat dicapai melalui kontruksi dasar pendidikan yang
berkualitas.
No comments:
Post a Comment