Ar-Rahman. Dialah yang telah mengajarkan al-Qur’an”. (Ar-Rahman:1-4)
Surah ini dimulai dengan menyebut sifat rahmat-Nya yang menyeluruh, yakni Allah Swt mencurahkan rahmat (ar-Rahman) kepada seluruh makhluk dalam kehidupan dunia ini, baik manusia atau jin baik yang taat dan durhaka dan lain sebagainya. Setelah menyebutkan rahmat dan nikmatNya secara umum, Allah Swt juga menunjukkan kuasa-Nya melimpahkan sekelumit dari sifat-Nya kepada Hamba-hambaNya agar mereka Meneladani-Nya yakni dengan Menyatakan Dialah yang telah mengajakan al-Qur’an kepada siapa saja yang dia kehendaki. Dan unsur pendidikan yang ada dalam ayat ini ialah yaitu Allah Swt. Menunjukan keMahakuasaan dan Maha pengasih-Nya yaitu dengan memberikan Rahmat kepada seluruh alam tanpa memandang bagaimana keadaan makhluk beriman atau tidak, binatang maupun tumbuhan. Dan selanjunya Allah Swt Juga memberikan pengetahuan kepada manusia tentang Al-Qur’an yang dibawa oleh Malaikat Jibril yang Diajarkan Kepada Nabi Muhammad sebagai Manusia Utusan Allah Dimuka bumi yang tujuannya sebagai pedoman untuk seluruh manusia yang ada dimuka Bumi.
Allah ar-Rahman yang mengajarkan al-Qur’an itu Dialah yang Menciptakan Manusia makhluk yang paling membutuhkan tuntunan-Nya dan yang paling berpotensi memanfaatkan tuntunan itu dan mengajarnya ekspresi yaitu kemampuan menjelaskan apa yang ada dalam benaknya, dengan berbagai cara utamanya adalah bercakap (berbicara) dengan baik dan benar. Dalam arti lain kata bercakap dengan baik dan benar yang dipahami Thabathaba’i dalam arti “potensi mengungkap” yakni ucapan yang dengannya dapat terungkap apa yang terdapat dalam benak. Dan pelajaran yang dapat dipetik dari ayat ini ialah yaitu Allah Swt menciptakan manusia yang juga mengajarkannya ekspresi (bercakap) itu manusia harus mengilhami apa yang ada di dalam benaknya dalam arti manusia harus menggali potensi yang dimiliki yang harus selalu diasah potensi tersebut akan dapat melahirkan aneka pengetahuan.
Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedang dia berada di ufuk yang Tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang Telah Allah wahyukan. (Q.S. An-Najm; 43-44)
Surah ini dimulai dengan anjuran mengikuti tuntunan Nabi Saw. Yang membawa al-Qur’an. Pada ayat diatas Allah Swt berfirman: Demi bintang ketika hendak terbenam atau turun guna melontar jin dan setan-setan, tidaklah sesat yakni keliru dalam menempuh jalan kebenaran dan menyampaikannya Nabi Muhammad Saw, yang merupakan sahabatmu yakni orang yang sangat kamu kenal bagaikan sahabat yang selalu menyertai kamu dan tidak pula ia melenceng dari kebenaran dan tiadalah ia berucap menyangkut al-Qur’an dan penjelasan yang disampaikannya menurut kemauan hawa nafsunya, yakni yang disampaikannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.
Kata [النجم] dipahami oleh mayoritas ulama dalam arti bintang secara umum, yakni yang memiliki cahaya dan Nampak bagi penghuni bumi. Kata [هوى] ada yang memahami dalam arti terbenam yakni tidak terlihat kecemerlangan cahayanya.
Melalui ayat diatas, Allah secara langsung yang menafikan kesesatan Nabi Muhammad saw. Kata [غوى] yaitu penyimpangan dari jalan yang benar. Kata [ما ينطق] tiadalah ia berucap dari segi redaksional mencakup ucapan apaun yang disampaikan Nabi Muhammad Saw. Kata [الهوى] berarti kecenderungan hati kepada sesuatu tanpa pertimbangan akal yang sehat. Thabathaba’I berpendapat bahwa karena ayat ini ditujukan kepada kaum musyrikin yang menuduh al-Qur’an dan risalah yang beliau sampaikan adalah bohong, maka yang dimaksud dengan apa yang dia ucapkan itu adalah al-Qur’an dan ajaran keagamaan yang beliau sampaikan.
Kata [وحي] isyarat yang cepat, banyak ulama mendefinisikannya dengan : “informasi yang disampaikan Allah Swt kepada seorang Nabi Saw tentang ajaran agama atau semacamnya, baik secara langsung maupun tidak.” Kata [هوى] hawa pada ayat diatas oleh sementara ulama difahami sebagai mencakup al-Qur’an dan hadist. Sumpah pada awal surah ini menunjukkan kejujuran Rasulullah Saw mengenai kabar wahyu yang beliau ucapkan dan sampaikan. Beliau tidak sesat maupun salah dalam menyampaikan wahyu itu.
Allah Swt berfirman bahwa: ia yakni wahyu yang diterimanya itu diajarkan kepadanya yakni kepada Nabi Muhammad Saw oleh malikat Jibril yang sangat kuat, pemilik potensi akliah yang sangat hebat, lalu malaikat Jibril itu tampil sempurna dan menampakan diri dengan rupanya yang asli. Sedang dia yakni malaikat itu berada di ufuk langit yang tinggi berhadapan dengan orang yang menengadah kepadanya. Kata [علمه] diajarkan kepadanya bukan berarti bahwa wahyu tersebut bersumber dari malaikat Jibril. Seorang yang mengajar tidak mutlak mengajarkan sesuatu yang bersumber dari sang pengajar. Menyampaikan atau menjelaskan sesuatu secara baik dan benar adalah salah satu bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahyu dari Allah dengan tugas menyampaiknnya secara baik dan benar kepada Nabi Saw, dan itulah yang dimaksud dengan pengajarannya disini. Ada lagi ulama yang memahami ayat diatas sebagai berbicara tentang Nabi Muhammad Saw, yakni Nabi agung itu adalah seorang tokoh yang kuat kepribadiannya serta matang pikiran dan akalnya lagi sangat tegas dalam membela agama Allah.
Allah Swt berfirman: Kemudian dia yakni malaikat Jibril itu mendekat lalu turun sehingga bertambah mendekat lagi, maka jadilah dia karena demikian dekatnya kepada Nabi Muhammad Saw sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi dari itu. Lalu dia yakni malaikat itu mewahyukan yakni menyampaikan secara cepat dan rahasia kepada hambanya yakni nabi Muhammad Saw apa yang telah dia yakini Allah wahyukan. Al-Biqa’I menggarisbawahi bahwa kedekatan dimaksud harus dipahami sesuai dengan kewajaran alam kudus. Kedekatan dan turun tersebut dapat diartikan sebagai gambaran tentang betapa mudah dan lancarnya komunikasi itu.
Allah Swt. Tentulah Maha Mengetahui secara pasti dan akurat jarak antara Nabi Saw dengan malaikat Jibril as. Atau ia difahami dalam arti seandainya ada yang melihat mereka itu, maka dia akan berkata bahwa kedekatan Nabi Saw. dengan Jibril adalah sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat. Umar r.a pernah menguraikan kedatangan Jibril menanyakan tentang Islam, Iman dan Ihsan, malaikat Jibril ketika itu begitu dekat, sehingga menyandarkan kedua lututnya ke kedua lututnya. Begitulah dalam mencari ilmu kita harus mau berdekatan dengan guru. firmanNya [ما أوحي] mengisyaratkan bahwa wahyu yang disampaikan itu adalah sesuatu yang sangat agung, yang dampaknya terhadap umat manusia bahkan alam semesta amatlah besar.
· Surat an-Nahl 43-44
Artinya: dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan[828] jika kamu tidak mengetahui, Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,
Dan kami tidak mengutus sebelum kamu kepada umat manusia kapan dan di mana pun, kecuali orang-orang lelaki, yakni jenis manusia pilihan, bukan malaikat yang kami beri wahyu kepada mereka antara lain melalui malaikat Jibril maka wahai orang-orang yang ragu atau tidak tahu bertanyalah kepada ahl adz-Dzikr, yakni orang-orang yang berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui. Para ulama menjadikan kata [رجال] pada ayat ini sebagai alasan untuk menyatakan bahwa semua manusia yang diangkat Allah sebagai rasul adalah pria, dan tidak satu pun yang wanita.
Kata [أهل الذّكر] pada ayat ini dipahami oleh banyak ulama dalam arti para pemuka agama Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi informasi tentang kemanusiaan para rasul yang diutus Allah Swt. Ada juga yang memahami istilah ini dalam arti sejarawan, baik muslim maupun non-muslim.
Kata in/ jika pada ayat diatas yang biasanya digunakan menyangkut sesuatu yang tidak pasti atau diragukan, mengisyaratkan bahwa persoalan yang dipaparkan oleh Nabi saw. Dan Al-Quran sudah demikian jelas, sehingga diagukan adanya ketidaktahuan, dan dengan demikian penolakan yang dilakukan kaum musryikin itu bukan lahir dari ketidaktahuan, tapi sikap keras kepala.
Di sisi lain,perintah untuk bertanya kepada Ahl al-Kitab yang dalam ayat ini mereka digelari ahl adz-Dzikr menyangkut apa yang tidak diketahui, selama mereka dinilai berpengetahuan dan objektif, menunjukan betapa Islam sangat terbuka dalam perolehan pengetahuan, seperti sabda Nabi Saw. : “Hikmah adalah sesuatu yang didambakan seorang mukmin, dimanapun dia menemukannya, maka dia yang lebih wajar mengambilnya.” Demikian juga dengan ungkapan yang popular dinilai sebagai sabda Nabi Saw. walaupun bukan, yaitu “Tuntutlah ilmu walaupun di negeri cina.” itu semua merupakan landasan untuk menyatakan bahwa ilmu dalam pandangan Islam bersifat universal, terbuka, serta manusiawi dalam arti harus dimanfaatkan oleh dan untuk kemaslahatan seluruh manusia.
Ayat diatas mengubah redaksinya dari persona ketiga menjadi persona kedua yang ditunjukan langsung kepada mitra bicara, dalam hal ini adalah Nabi Muhammad Saw. agaknya hal ini mengisyaratkan penghormatan kepada beliau dan bahwa beliau termasuk dalam kelompok para rasul yang diutus Allah, bahkan kedudukan beliau tidak kurang jika enggan berkata lebih tinggi dari mereka sebagaimana dikesankan oleh ayat berikut.
Artinya : Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu alQuran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,
Para rasul yang kami utus sebelummu itu semua membawa keterangan-keterangan, yakni mukjizat nyata yang membuktikan kebenaran mereka sebagai rasul, dan sebagian membawa pula kitab-kitab , yakni kitab yang mengandung ketetapan hukum dan nasihat yang seharusnya menyentuh hati ,dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr, yakni al-Quran, agar engkau menerangkan kepada seluruh manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka yakni al-Quran itu, semoga dengan penjelasanmu mereka mengetahui dan sadar dan supaya mereka senantiasa berpikir lalu menarik pelajaran utuk kemaslahatan hidup duniawi dan uhkrawi mereka.
Salah satu nama al-Quran adalah adz-Dzikr yang dari segi bahasa adalah antonim kata lupa. al-Quran dinamai demikian karena ayat-ayatnya berfungsi mengingatkan manusia apa yang dia berpotensi melupakannya dari kewajiban, tuntunan an peringatan yang seharusnya dia selalu ingat, laksanakan dan indahkan. Di sisi lain, tuntunan dan petunjuk-petunjuknya harus pula selau ingat dan dicamkan.
Ayat diatas menggunakan dua patron yang berbeda menyangkut turunnya al-Quran. Terhadap Nabi Saw. digunakan kata anzalna yang menurut beberapa ulama mengandung makna turun sekigus, sedang kata turun yang digunakan untuk manusia adalah nuzilla yang mengandung makna turun berangsur-angsur. Hal ini agaknya untuk mengisyaratkan bahwa manusia secara umum mempelajari dan melaksanakan tuntunan al-Quran secara bertahap sedikit demi sedikit dan dari saat ke saat.
· Al-Kahfi 65-70
Artinya : Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang Telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang Telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa Berkata kepada Khidhr: "Bolehkah Aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang Telah diajarkan kepadamu?. "Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama Aku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?". Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati Aku sebagai orang yang sabar, dan Aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai Aku sendiri menerangkannya kepadamu".
Setelah sebelumnya Nabi Musa diperintahkan oleh Allah Swt untuk mencari hambaNya yang lebih pandai dari dirinya (Nabi Khidir a.s) di tempat bertemunya 2 buah lautan bersama muridnya Yusa bin Yusya bin Nun a.s. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba diatara hamba-hambaku Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” Orang ini adalah Khidir a.s sebagaimana ditunjukkan oleh hadist-hadist shohih dari Nabi Saw.
Allah Ta’ala memberitahukan perkataan Musa kepada Khidir yang diberi ilmu tertentu oleh Allah, ilmu yang tidak deberikan kepada Musa, sebagaimana Allah pun memberi Musa ilmu yang tidak diberikan kepada Khidir. “Musa berkata kepada Khidir ‘Bolehkah aku mengikutimu?’sebagai permintaaan belas kasihan, bukan untuk memaksa. Inilah adab seorang pelajar terhadap gurunya. Adapun ucapan Musa, ”Agar engkau mengajariku sebagaian ilmu yang benar di antar ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu” merupakan permintaaan bimbingan terhadap ilmu bermanfaat dan amal sholeh yang telah diajarkan Allah kepada Khidir. Pada saat itulah Khidir menjawab kepada Musa, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.” Maksudnya, kamu tidak akan sanggup menyertaiku lantaran kamu akan melihat tindakan-tindakanku yang bertentangan dengan syariatmu. Masing-masing kita memiliki ilmu Allah yang tidak saling kita kuasai. “Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” kamu tidak akan menyukaiku lantaran apa yang tidak kamu ketahui. Sebenarnya apa yang aku perlihatkan itu adalah sesuai dengan hikmah dan kemaslahatan dari Allah. Namun, hal itu hanya diketahui oleh aku.
“Musa berkata, Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar” terhadap tindakan-tindakanmu. Dan aku tidak menentangmu dalam suatu urusan apa pun. Pada saat itulah, Khidir member syarat kepada Musa, “Khidir berkata, Jika kamu mengikuti aku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang apa pun sampai aku sendiri menerangkaannya kepadamu, yakni sebelum aku menjelaskan tindakanku jangan kamu bertanya kepadaku.”
No comments:
Post a Comment