Menjadikan Kritik Sebagai Hal Positif

Kritik atau yang biasa juga sebagai umpan balik (feed back), merupakan suatu pesan yang disampaikan oleh seseorang dalam komunikasinya dengan orang lain. Kita sendiri terkadang tanpa sadar memberikan kritik dalam percakapan dengan orang lain. Pada umumnya kritik cenderung tak ingin kita dengar. Kita biasanya akan terganggu, sakit hati, atau bahkan bias mengancam identitas kita. Karena itu, wajar jika kadangkala kritik diabaikan oleh penerimanya.

Bagi sebagian kalangan nampaknya kritik lebih banyak disikapi secara defensif, dengan mengatakan membuatnya kurang produktif dan kurang percaya diri. Saya juga memandang tepat jika ada pandangan yang mengatakan bahwa lebih baik banyak memuji dari pada mengkritik dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial kita. Namun, sebaiknya kita tetap perlu mempertimbangkan bagaimana memanfaatkan dan caranya memberi kritik yang membangun, agar tak sampai terjadi masalah yang berlarut.

Menurut Karen Wright (Psikology Today April 2011), apabila diberikan dengan tepat, umpan balik merupakan hal penting untuk bernegosiasi dalam mencapai relasi sosial yang baik. Seperti kita ketahui, pembelajaran yang kita peroleh dalam hidup sebagian besar terletak pada bagaimana “kita mengenali, menganalisis, dan menerima kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan”. Hal tersebut bisa kita dapatkan dari kritik yang kita terima dari orang lain.

Jika seorang teman menilai kita dalam hal penampilan, bisa dilihat dari opininya saja sehingga tak masalah jika kita abaikan. Tetapi dalam hubungan yang lebih intim, pendapat adalah segalanya. Jika seseorang memberitahu bahwa ia merasa belum pernah didengarkan atau kurang dihargai, pasti ada masalah. Meskipun anda mungkin merasa telah mendengarkan dan menghargainya dengan baik, oleh karenanya memberikan umpan balik dalam sebuah komunitas bisa menjadi masalah sensitif yang spesifik.

Sementara itu, ada perbedaan antara kritik yang diarahkan pada hal-hal yan sifatnya eksternal (seperti cara mengemudi, gaya berpakaian, dll) dan umpan balik yang pada dasarnya merupakan ungkapan kerinduan, kemarahan, atau keluhan mengenai kondisi suatu relasi. Jika yang pertama dapat dianggap berorientasi pada tugas, yang kedua mungkin berorientasi pada permintaan, karena biasanya menyelubungi keinginan akan sesuatu, seperti ingin banyak berbagi atau membutuhkan rasa aman.

Semisal, dalam analogi suatu kasus, jika ada seorang pasangan yang mengucapkan “kamu terlalu mementingkan kantormu atau temanmu dan sebagainya”, bisa berarti “bisakah kita lebih sering bersama?” atau “saya kurang mendapat perhatianmu”. Begitu juga dalam ranah organisasi publik dan civil society. Dalam hubungan yang lebih intim, kedua jenis kritik tersebut bisa menyatu, membuat beragam argumentasiyang saling campur aduk dan tidak produktif. Kita perlu mengetahui apakah kita sedang mengkritik cara seseorang melakukan sesuatu atau sedang mengekspresikan kebutuhan mendasar, ketakutan, atau keinginan kita. Selain itu kita perlu mengingat, kunci keberhasilan bagi penerima kritik adalah lebih peka untuk mendengarkan perasaan dibalik tuntutan untuk berubah. Karena Percakapan akan berhasil jika setiap pihak bisa saling mendengarkan dan memahami sehingga dapat berakhir dengan kepuasan.

Menjadi pendengar yang baik menurut Komaruddin Hidayat, berkaitan dengan makna dan pesan yang tersimpan di balik suara atau di antara kata-kata. Ini diperlukan pelatihan dan kesiapan mental bagi penerima kritik/umpan balik serta ketulusan untuk menerima dan menghargai orang lain yang mengkritiknya.  

Kemudian Karen Wright (2011) memberikan 8 buah aturan untuk kritik yang efektif, yaitu:
1.        Selalu memulai dengan pertanyaan, misalnya “menurut kamu bagaimana kamu melakukannya” ?. cara demikian membuat penerima kritik merasa ikut memiliki masalah dan merasa dilibatkan.
2.       Jangan pernah memberikan  kritik, kecuali jika diminta. Umpan balik negative yang tidak di inginkan hanya akan menimbulkan gangguan dan akan di abaikan.
3.       Pastikan anda terlihat memiliki kewenangan untuk memberikan umpan balik yang korektif. Kritik dari seseorang yang dipandang tidak berwenang atau kurang kompeten akan menimbulkan resistensi (perlawanan). Paling tidak seseorang kritikus adalah seseorang yang dapat ditiru untuk prilaku yang dikritiknya.
4.      Bedakan kritik sebagai tuntutan untuk berubah yang merefleksikan kebutuhan kita atau kritik yang pald tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu. Misalkan kita perlu memahami bahwa ucapan “kau terlalu menuntut” sebenarnya berarti “saya berharap saya merasa lebih diterima.
5.       Jangan pernah memberikan umpan balik ketika anda marah. Kemarahan akan mengasingkan pendengarnya, lebih produktifnya bila kita mengekspresikan kekecewaan.
6.      Kenali dengan siapa anda berbicara. Seseorang yang sangat mencintai dirinya sendiri, akan memandang setiap kritik sebagai serangan terhadap pribadinya, rasa tak aman akan meruntuhkan semua harga  dirinya.
7.       Kenali juga diri sendiri. Jika anda relative tidak sensitive terhadap kritik, kendalikan untuk menjadi langsung saat menyampaikannya.
8.      Lebih baik berharap munculnya sikap defensif sebagai respon pertama, sedangkan perubahan mungkin akan datang kemudian.

Dengan demikian adanya kritik dalam relasi sosial menjadi suatu hal yang lumrah terjadi, yang terpenting adalah bagaimana kita baik dalam saat kondisi sedang memberikan atau menerima umpan balik memandang bahwa hal ini sebagai upaya positive menuju kondisi dan untuk memfasilitasi kepentingan bersama.

Wallahul Muaffiq Illa Aqwamithariq
Wassalamu’alaikum Wr.Wb





No comments:

Post a Comment

Surah Al-Fatihah, menjadi pembuka & Kunci kehidupan di Dunia & Akhirat

بسم الله الرحمن الرحيم Asma Alloh harus digunakan dalam kehidupan (bukan sekedar dibaca/dijadikan wiridan saja) الحمد لله رب العالمين...