Bismillahirrahmanirrahiem.,
Segala Puji bagi Allah yang dengannya kita memohon bantuan pada setiap saat,
dalam hidup ini. Sungguh, “tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang
melainkan dengan izin Allah” (Q.S. Ath Taghaabun: 11)., Serta, tidak suatu
bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan
telah tertulis dalam kitab (Lauh mahfuz)
sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah. (Q.S. Al Hadid: 22).
Sesungguhnya menyendiri dengan
diri sendiri dan larut pada sudut ketersendirian merupakan nikmat dan cara yang
ditempuh guna menghindari hiruk-pikuk kehidupan. Mengenyahkan kegelisahan,
melumat waktu guna merenung dan membaca diri. Kepada sang pemilik
raga-penggerak jiwa, ku bawa permohonan ampunan kepada-Mu, atas segala
kekeliruan, kesalahan, kekhilafan menjalani firman-Mu dalam bentuk
tindakan. Sehingga, dengan sangat begitu
cepatnya (Wallahu syari’ul hisab) Kau
baringkan aku dalam beberapa pekan ini.
Allah, malikin naas. Atas ke-Maha
Kuasa-annya mengistirahatkanku sejenak dari rutinitas dunia. Dalam larut,
kucoba kembali mengumpulkan kepingan-kepingan kesadaranku, rupanya Dia sedang
mengingatkanku karena telah abai dengan sifat ar-Rahim-nya, dengan ayat-ayatnya tentang kesehatan. Kenyataan ini
juga, mengingatkanku dari nasehat Jim Rohn yang menuturkan “Jagalah tubuhmu
dengan baik, karena itu satu-satunya tempatmu hidup”. Seraya Qalbu terus
meminta petunjuk (hikmah) atas kejadian ini, ternyata memang tiada yang sia-sia
dalam hidup ini, Allah memberikan nikmat sehat dan sakit kepada manusia sebagai
siklus hidup yang pasti akan dilaluinya. Ya, sehat dan sakit bagai dua sisi
mata uang, merupakan nikmat Tuhan dengan rasa jiwa yang berbeda. Dengan adanya
nikmat sakit, mengajak kesadaran kita untuk mengamini bahwa begitu berharganya
nikmat Tuhan yang berbentuk kesehatan, yang tentunya harus di rawat dengan
menjalani kehidupan yang terpola.
Selain itu, ada hal menarik dari
tulisan M. Quraish Shihab yang mengganggu nalarku malam ini, dia menuturkan
bahwa di dalam Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali ditemukan teks yang berbicara
tentang penyakit dan cara mengobatinya. Yang sangat populer adalah firmanNya,
yang membenarkan ucapan nabi Ibrahim as; “Wa
Idza Maridtu Fahuwa Yasyfin”, Bila aku sakit, maka Allah yang
menyembuhkanku. (Q.S. Asy Syu’ara [26]:80). Dari firmanNya ini, menurut Quraish
Shihab mengisyaratkan dua hal.
Pertama, “bila aku sakit”
mengandung makna bahwa penyakit yang diderita terjadi karena kesalahan manusia,
baik langsung maupun tidak. Kesalahan itu antara lain karena yang bersangkutan
tidak menyesuaikan diri dengan sistem yang ditetapkanNya. Dari sini, ditemukan
tuntunan yang berkaitan dengan aneka kegiatan yang fungsinya pencegahan. Misalnya
pemeliharan kebersihan, memasak air yang akan di minum, kadar makanan yang
dikonsumsi serta perlunya makanan secara proporsional dan bergizi.
Kedua, “Allah yang menyembuhkan”,
menunjuk penyembuh yang sebenarnya. Tangan dokter, obat atau aneka cara penyembuhan,
hanyalah satu dari sekian sebab. Allah adalah pencipta aneka sebab dan yang
Maha Kuasa menghimpunnya, bahwa Allah penyembuh bukan berarti manusia boleh
berpangku tangan. Manusia harus berusaha menemukan sebab-sebab penyembuhan.
Nabi SAW, berkali-kali memerintahkan berobat dan mencari cara pengobatan yang
tepat. Sabda beliau : “Allah tidak
menurunkan penyakit, kecuali menurunkan obatnya. Obat itu diketahui yang
‘berhasil’ mengetahuinya, dan tidak diketahui oleh yang gagal menemukannya.”
Bentuk pengobatannya, dari zaman Rasul SAW, tidak baku atau mutlak harus di
ikuti sepenuhnya pada zaman sekarang, karena dapat berkembang seiring
pengalaman baru dan penelitian. Selain itu, perkembangan modern dalam
pengobatan selama tujuannya adalah memelihara kehidupan, adalah sesuatu yang
sangat dianjurkan, Allah memerintahkan kita untuk tolong menolong dalam
kebaikan. (Q.S. Al Maidah [5]: 2)
No comments:
Post a Comment