Anda pernah mendengar kata “split personality”?
atau kepribadian yang terpecah? Maka semua itu berhubungan dengan proses
pembentukan karakter dan moral seorang manusia. Karakter yang ada di dalam
dirinya. Secara etimologis istilah kepribadian (personality) berasal
dari bahasa latin "perr" dan "sonare" yang kemudian
berkembang menjadi kata persona yeng berarti topeng berasal dari teknik drama
tersebut yang kemudian berkembang istilah personality.
Kita hidup dalam sebuah dunia yang gelap, dimana
setiap orang meraba-raba, namun tidak menemukan denyut nurani, tidak merasakan
sentuhan kasih, dan tidak melihat sorot mata persahabatan yang tulus, dalam hal
ini masyarakat mungkin mengalami krisis moral. Krisis moral dapat ditandai oleh
dua gejala yaitu tirani dan keterasingan. Tirani merupakan gejala dari rusaknya
perilaku sosial, sedangkan keterasingan menandai rusaknya hubungan sosial.
Sementara yang menjadi penyebab terjadinya krisis moral, dapat di identifikasi
denngan; Prtmana, adanya penyimpangan pemikiran dalam sejarah pemikiran
manusia yang menyebabkan paradoks antarnilai, misalnya etika dan estetika. Kedua,
hilangnya model kepribadian yang integral, yang memadukan kesalihan dengan
kesuksesan, kebaikan dengan kekuatan, dan seterusnya. Ketiga, munculnya
antagonisme dalam pendidikan moral. Keempat, lemahnya peranan lembaga
sosial yang menjadi basis pendidikan moral.
Krisis moral ini menimbulkan begitu banyak
ketidakseimbangan di dalam masyarakat yang tentunya tidak membuat masyarakat
bahagia. Maka solusi yang sangat tepat bagi masalah ini hanya satu yaitu: Kembali
menempuh jalan Allah. Sebagaimana terangkum dalam firmannya: “Maka barangsiapa
mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak
pula mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah : 38)
Akhlak adalah nilai pemikiran yang telah menjadi
sikap mental yang mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk tindakan dan
perilaku yang bersifat tetap, natural, dan refleks. Jadi, jika nilai Islam
mencakup semua sektor kehidupan manusia, maka perintah beramal shalih pun
mencakup semua sektor kehidupan manusia itu. (Akhlak = Iman + Amal Shalih).
Maka akhlak Laa Ilaaha Illallaah sebagai
kumpulan nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan memasuki individu manusia dan
merekonstruksi visi, membangun mentalitas, serta membentuk akhlak dan
karakternya. Demikianlah, Laa Ilaaha Illallaah sebagai kumpulan nilai
kebenaran, kebaikan, dan keindahan memasuki masyarakat manusia dan mereformasi
sistem, serta membangun budaya dan mengembangkan peradabannya.
Walaupun Islam merinci satuan akhlak terpuji,
namun dengan pengamatan mendalam, kita menemukan satuan tersebut sesungguhnya
mengakar pada induk karakter tertentu. Sedangkan akhlak tercela seperti
penyakit syubhat dan syahwat, sama bersumber dari kelemahan akal dan jiwa.
Dalam pembentukan perilaku, terdapat Faktor-faktor pembentuk perilaku antara lain; Faktor internal, diantaranya: Instink biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus, maka sifat itu akan menjadi perilaku tetapnya, dan seterusnya. Kebutuhan psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri. Dan Kebutuhan pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti mitos, agama, dan sebagainya.
Dalam pembentukan perilaku, terdapat Faktor-faktor pembentuk perilaku antara lain; Faktor internal, diantaranya: Instink biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus, maka sifat itu akan menjadi perilaku tetapnya, dan seterusnya. Kebutuhan psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri. Dan Kebutuhan pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti mitos, agama, dan sebagainya.
Adapun Faktor eksternalnya antara lain; Lingkungan
keluarga, lingkungan sosial dan lingkungan pendidikan. Islam membagi akhlak
menjadi dua yaitu: Pertama, fitriyah
merupakan sifat bawaan yang melekat dalam fitrah seseorang yang dengannya ia
diciptakan, baik sifat fisik maupun jiwa. Kedua, Muktasabah, yaitu sifat
yang sebelumnya tidak ada namun di peroleh melalui lingkungan alam dan sosial,
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.
Dalam konsep Islam, karakter tidak sekali
terbentuk, lalu tertutup, tetapi terbuka bagi semua bentuk perbaikan, pengembangan,
dan penyempurnaan, sebab sumber karakter perolehan ada dan bersifat tetap.
Karenanya orang yang membawa sifat kasar bisa memperoleh sifat lembut, setelah
melalui mekanisme latihan. Namun, sumber karakter itu hanya bisa bekerja
efektif jika kesiapan dasar seseorang berpadu dengan kemauan kuat untuk berubah
dan berkembang, dan latihan yang sistematis.
Sementara
tahapan perkembangan perilaku manusia itu mencakup; Tahap
I (0–10 tahun) Perilaku lahiriyah, metode pengembangannya adalah pengarahan,
pembiasaan, keteladanan, penguatan (imbalan) dan pelemahan (hukuman),
indoktrinasi. Tahap II (11–15 tahun) Perilaku kesadaran, metode pengembangannya
adalah penanaman nilai melalui dialog, pembimbingan, dan pelibatan. Tahapan
ke-III dari umur 15 tahun ke atas) Kontrol internal atas perilaku, metode
pengembangannya adalah perumusan visi dan misi hidup, dan penguatan tanggung
jawab kepada Allah.
Seseorang akan memiliki tingkat kesehatan mental
yang baik, jika garis jiwa yang ambivalen berjalan dan bergerak secara harmonis,
seakan simfoni indah orkestra handal. Maka langkah yang harus ditempuh agar
simfoni tersebut mengalun indah dan harmonis adalah: Pertama,Kedua, berikan atau tentukan arah
kecenderungan jiwa secara benar dan natural. atur
posisi dan komposisi garis jiwa itu secara benar, dan hilangkan semua
kecenderungan jiwa yang salah.
Ketiga, lihat ekspresinya dalam bentuk sikap dan perilaku kesehariannya.
Garis jiwa yang ambivalen ada dalam diri manusia
sejak ia lahir sampai ia mati, melekat, dan mewarnai semua sisi kehidupannya.
Walaupun demikian, tetap ada perbedaan mendasar tentang objek dan alasan yang
melahirkan garis jiwa menjadi perilaku, pada tahapan usia yang berbeda pula.
Kepribadian terbentuk setelah melalui proses, diantaranya: adanya nilai yang diserap seseorang dari berbagai sumber, mungkin agama, ideologi, dan sebagainya. Nilai membentuk pola pikir seseorang yang secara keseluruhan ke luar dalam bentuk rumusan visinya. Kemudian visi turun ke wilayah hati dan membentuk suasana jiwa yang secara keseluruhan keluar dalam bentuk mentalitas. Lalu, mentalitas mengalir memasuki wilayah fisik dan melahirkan tindakan yang secara keseluruhan disebut sikap. selanjutnya sikap yang dominan dalam diri seseorang secara kumulatif mencitrai dirinya adalah kepribadian.
Kepribadian terbentuk setelah melalui proses, diantaranya: adanya nilai yang diserap seseorang dari berbagai sumber, mungkin agama, ideologi, dan sebagainya. Nilai membentuk pola pikir seseorang yang secara keseluruhan ke luar dalam bentuk rumusan visinya. Kemudian visi turun ke wilayah hati dan membentuk suasana jiwa yang secara keseluruhan keluar dalam bentuk mentalitas. Lalu, mentalitas mengalir memasuki wilayah fisik dan melahirkan tindakan yang secara keseluruhan disebut sikap. selanjutnya sikap yang dominan dalam diri seseorang secara kumulatif mencitrai dirinya adalah kepribadian.
Dalam
pembentukan karakter dirasa penting untuk kita telaah beberapa langkah yang
dapat merubah karakter, diantaranya: Pertama. Terapi
kognitif, cara yang paling efektif untuk memperbaiki karakter dan
mengembangkannya adalah dengan memperbaiki cara berfikir dengan langkah-lagkah:
Pengosongan , berarti mengosongkan benak kita dari berbagai bentuk pemikiran yang salah, menyimpang, tidak berdasar, baik dari segi agama maupun akal yang lurus. Pengisian, berarti mengisi kembali benak kita dengan nilai-nilai baru dari sumber keagamaan kita, yang membentuk kesadaran baru, logika baru, arah baru, dan lensa baru dalam cara memandang berbagai masalah. Kontrol, berarti kita harus mengontrol pikiran-pikiran baru yang melintas dalam benak kita, sebelum berkembang menjadi gagasan yang utuh Doa, berarti bahwa kita mengharapkan unsur pencerahan Ilahi dalam cara berfikir kita.
Pengosongan , berarti mengosongkan benak kita dari berbagai bentuk pemikiran yang salah, menyimpang, tidak berdasar, baik dari segi agama maupun akal yang lurus. Pengisian, berarti mengisi kembali benak kita dengan nilai-nilai baru dari sumber keagamaan kita, yang membentuk kesadaran baru, logika baru, arah baru, dan lensa baru dalam cara memandang berbagai masalah. Kontrol, berarti kita harus mengontrol pikiran-pikiran baru yang melintas dalam benak kita, sebelum berkembang menjadi gagasan yang utuh Doa, berarti bahwa kita mengharapkan unsur pencerahan Ilahi dalam cara berfikir kita.
Kedua. Terapi mental, warna perasaan kita
adalah cermin bagi tindakan kita. Tindakan yang harmonis akan mengukir lahir
dari warna perasaan yang kuat dan harmonis. Langkah:
Pengarahan , berarti perasaan-perasaan kita harus diberi arah yang jelas, yaitu arah yang akan menentukan motifnya. Setiap perasaan haruslah mempunyai alasan lahir yang jelas. Itu hanya mungkin jika perasaan dikaitkan secara kuat dengan pikiran kita. Penguatan, berarti kita harus menemukan sejumlah sumber tertentu yang akan menguatkan perasaan itu dalam jiwa kita. Ini secara langsung terkait dengan unsur keyakinan, kemauan, dan tekad yang dalam yang memenuhi jiwa, sebelum kita melakukan suatu tindakan. Kontrol, berarti kita harus memunculkan kekuatan tertentu dalam diri yang berfungsi mengendalikan semua warna perasaan diri kita Doa, berarti kita mengharapkan adanya dorongan Ilahiyah yang berfungsi membantu semua proses pengarahan, penguatan, dan pengendalian bagi mental kita.
Ketiga. Perbaikan fisik, sebagaimana ahli
kesehatan mengatakan bahwa dasar-dasar kesehatan itu tercipta melalui perpaduan
yang baik antara tiga unsur:
1. Gizi makanan yang baik dan
mencukupi kebutuhan
2. Olahraga yang teratur dalam kadar yang cukup
3. Istirahat yang cukup dan memenuhi kebutuhan relaksasi tubuh
2. Olahraga yang teratur dalam kadar yang cukup
3. Istirahat yang cukup dan memenuhi kebutuhan relaksasi tubuh
Dalam hadist riwayat Imam Ahmad: Rasulullah
berkata, “Inginkah kalian kuberitahu tentang siapa dari kalian yang paling
kucintai dan akan duduk di majelis terdekat denganku di hari kiamat?” Kemudian
Rasul mengulanginya sampai tiga kali, dan sahabat menjawab “Iya, ya rasulullah
!” Lalu rasul bersabda, “Orang yang paling baik akhlaknya.”
Daftar Bacaan
M. Alisuf Sabri, Psikologi Umum dan
Perkembangan, ( Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya).
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung;
Rosda karya).
No comments:
Post a Comment