Al Kindi,
merupakan seorang jenius, ensiklopedis dan serba bisa. Oleh Cardan, filosof di
zaman Renaisance ini dianggap sebagai satu di antara dua belas ilmuwan cerdik
dan halus. Menurut Abu Masyar, pengarang Mozzakarat, al-Kindi termasuk di
antara empat penerjemah terbesar dari golongan Muslim.
Abu
Yusuf Ishaq Al Kindi, yang lebih dikenal dengan Al Kindi, berasal dari suku
Kinda di Arab Selatan. Dia lahir di kota Kufah, Irak tahun 185 Hijriyah
bertepatan dengan 806 Masehi (Miska. M. Amin. 40, 2006). Ayahnya bernama Al Sabah,
seorang bangsawan Arab yang sangat berpengaruh, serta pernah menjadi Gubernur
Kuffah (Miska. M. Amin. 41, 2006).
Al Kindi
hidup pada masa kejayaan pemerintahan Khalifah Harun Al Rasyid, tiada yang
mengetahui masa kecil al Kindi, nama al Kindi baru dikenal di kemudian hari
berkat pengetahuan yang banyak dikuasainya dan tersebar dalam buku-buku
karyanya sendiri. Selain itu juuga al Kindi menguasai ajaran-ajaran Persia,
Yunani, dan India serta fasih berbahasa Ibrani, Yunani, dan Arab. Karena di atas
segala-galanya, al-Kindi ditunjuk sebagai penerjemah dan penyunting karya-karya
Yunani semasa pemerintahan al-Makmun.
Menurut
beberapa versi dan literatur, tidak kurang dari 265 karya tulisnya al Kindi,
beberapa karyanya kebanyakan adalah hasil terjemahan buku-buku Yunani ke dalam
bahasa Arab, dan hanya beberapa saja yang masih dalam bahasa asli. Sementara dua
di antara karya pentingya ialah:
1.
De Aspectibus, sebuah risalah mengenai
geometri dan optik fisiologisnya yang mempengaruhi Roger Bacon, Wirelo, dan
sejumlah ilmuwan Barat lainnya.
2.
De Medicinarum Compesitarum
Gradibus, risalah luar biasa yang mencoba menegakkan fisiologi di atas landasan
matematika.
Dalam membangun
kerangka filsafatnya, al Kindi mencoba mempertemukan antara agama (Islam)
dengan pengetahuan (filsafat), sehingga tidak bertentangan antara satu dengan
yang lainnya. Al Kindi menolak posisi para ulama yang menyatakan
"kemahiran pengetahuan mengenai realitas adalah kufur" (Thomas
Michel, S.J., 2, 1981).
Memahami kutipan
di atas, jelas memperlihatkan bahwa corak pemikiran Al Kindi bersifat rasional.
Al Kindi berusaha menyelami kegiatan akal untuk memperoleh kebenaran. Akan
tetapi dia tidak mendewa-dewakan akal, karena menurutnya tanggapan pikiran
belum dapat menjamin kebenaran sesuatu (Miska. M. Amin. 42, 2006). Dari
beberapa literatur juga, sering dituliskan bahwa al Kindi menyatakan bahwa
antara jiwa dan raga, walau berbeda tapi memiliki keterkaitan yang saling
memberi bimbingan untuk membentuk keseimbangan. Selanjutnya menurut al Kindi
yang dapat mengarahkan pada keseimbangan jiwa dan raga manusia itu adalah
dengan iman dan wahyu.
Sementara dalam
melihat pandangan al Kindi mengenai epistemologi, tampaknya dapat dilacak dari
pandangannya mengenai filsafat. Filsafat dirumuskan al Kindi sebagai "ilmu
tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup
ilmu Ketuhanan, ilmu Keesaan (wahdaniyah), ilmu Keutamaan (fadilah), semua
ilmu yang berguna dan cara memperolehnya, serta cara menjauhi perkara-perkara
yang merugikan". (A. Hanafi, 109. 1976).
Thomas Michel
menyimpulkan bahwa isi filsafat al Kindi merupakan ilmu pengetahuan realitas
yang meliputi; teologi (al-rububiyah), ontologi dan akhlak serta
ilmu-ilmu berguna lainnya, wahyu nabawi dan kebenaran filosofis selalu sesuai,
pencarian ilmu telah diperintakan oleh Allah. (Thomas Michel, 03).
Kemudian al Kindi
membagi akal menjadi empat jenis: akal murni,akal potensial, akal aktual dan
akal yang selalu terampil. Akal murni dipandangnya berada di luar jiwa, selalu
aktif dan bersifat Illahi. Dalam membedakan keempat akal tersebut, Oemar Amin
Hoesin menjelaskan bahwa akal pertama serupa dengan akal seorang penulis, ia
tahu menulis dan telah belajar menulis,sedangkan kedua akal terakhir serupa
dengan seorang yanng sedang bekerja menulis. (Oemar Amin Hoesin, 1975.83).
Dalam hal
pengetahuan, al Kindi mengelompokkan ke dalam dua jenis, yakni; Satu,
pengetahuan Illahi (devine science), sebagai yang tercantum dalam al
Qur'an yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar
pengetahuan ini ialah keyakinan. Dua, pengetahuan manusia (human
science) atau filsafat. Dasarnya ialah pemikiran (ratio-reason).
Argumentasi yang dibawa al Qur'an lebih meyakinkan daripada argumen-argumen
yang ditimbulkan filsafat. (Harun Nasution, 1973. 12).
Kedua pandangan
ini sebenarnya antara satu dengan yang lainnya tidak megandung pertentangan,
hanya dasar dan argumentasinya yang berbeda. Dengan kata lain, pengetahuan
filsafat adalah pengetahuan yang menggunakan akal, sedangkan pengetahuan Ilahi
berasal dari wahyu. Selanjutnya menurut al Kindi, pengetahuan manusiawi sendiri
terdiri dari pengetahuan aqli dan pengetahuan naqli. Pengetahuan
pertama dapat mengungkapkan hakikat sesuatu, sedangkan pengetahuan terakhir
hanya dapat mengungkapkan bagian-bagian sifat dari objeknya.
Daftar Bacaan
Amien. M., Miska., Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan
Islam,(Jakarta: UIP Press, 2006)
S.J., Michel, Thomas., Hubungan antara Filsafat dan Agama dalam Islam
dan Kristen, (Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 1981)
Hanafi, A., Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: 1976), Cet. II
Hoesin. Amin Oemar., Filsafat Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975).
Nasution, harun., Filsafat dan Mistisisme dalam Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1973)
Post CommentNya donk gan
ReplyDelete