Ibnu Sahnun

Biografi Hidup
Ibnu Sahnun adalah salah seorang tokoh pendidik angkatan pertama dikalangan umat Islam, sebelumnya ia dikenal sebagai ahli fiqh yang bermazhab Maliki. Pemikiran Ibnu Sahnun mengenai pendidikan banyak menyoroti tentangb perilaku pendidik, dan yang paling diperhatiakan adalah berkenaan dengan kompetensi pendidik itu sendiri. Selain tanggung jawabnya dalam mengajar, seorang pendidik dituntut memiliki kemampuan atau kapasitas keilmuan yang mumpuni.

Untuk melengkapi pembahasan pemikiran pendidikan Ibnu Sahnun ini, akan disinggung mengenai riwayat hidup, karena karyanya, dan pemikirannya tentang pendidikan.[1] Ibnu Sahnun, nama lengkapnya adalah Abdullah Muhammad bin Abd Sa’id Sahnun bin Sa’id bin Habib bin Hilal bin Bakkar bin Rabi’ah  at-Tanukhi. Sahnun berarti seekor burung yang memiliki pendangan tajam. Dijuluki “sahnun” karena ketajaman pemikirannya.

Ibnu Sahnun lahir dari keluarga ilmiah pada tahun 202 H. di kota Gadat, pusat kebangkitan azhab Maliki di Magrib, dibesarkan di tengah-tengah pengawasan ayahnya kemudian beliau dimasukkan ke al-Kuttab sebagaimana yang dilakukan masyarakat pada umumnya di masa itu, agar dapat mempelajari al-Qur’an dan dasar-dasar membaca. Orang tuanya sangat memperhatikan pendidikan Ibnu Sahnun setelah melihat tanda-tanda kecerdasan dan kesungguhan anaknya. Selain itu, orang tuanya meminta kepada pengajarnya agar tidak mendidiknya kecuali dengan pujian dan teguran yang lemah lembut, tidak dengan pukulan dan kekerasan.

Ibnu Sahnun menimba ilmu dari beberapa ula ifriqiyah, antaa lain: Ali bin Ziyad (183 H), Musa bin Mu’awiyah as-Samadihi (225 H), Abd Aziz bin Yahya al-Madani (420H), A bdullah bin Abi Hisan al-Yahsabi (226 H) dan mempelajari kitab Muwaththa’ karangan Imam Malik bin Anas, kemudian berangkat menuju Mesir tahun 188 H dan belajar kepada sahabat-sahabat terkenal Imam Malik, terutama ‘Ali Abdur Rahman bin al-Qasim (191 H) dan Ibnu ‘Abd al-Hakam, juga kepada ulama Mesir lainnya. Kemudian ia menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji serta belajar kepada para ulama Mekah.

Ibnu Sahnun memiliki ilmu yang sangat luas, sehingga ia pun dipercaya memegang jabatan pengadilan di Ifriqiyah pada tahun 233 H sampai beliau wafat tahun 204 H. Ibnu Sahnun berusaha memantapkan mazhab Maliki di utara Ifriqyah, bahkan di Magrib secara keseluruhan. Ibnu Sahnun memilkik karakter yang luar biasa, di antaranya keteguhan hati, akhlak yang tinggi, dan selalu penuh semangat (vitalitas). Ibnu Sahnun memiliki yang banyak, yang datang dari berbagai penjuru dunia islam. Tidak lebih dari 400 murid dalam setiap majlis ilmu yang digelarnya. Ibnu Sahnun adalah seorang guru dalam berbagai bidang ilmu, menjadi panutan masyarakatnya dalam kehidupan, dan contoh teladan yang baik. Hal ini disebabkan kedalaman ilmu dan kharismanya, kefasihan lidah, kepintaran perilaku, cara berpakaian, dan gaya hidupnya, serta keperkasaannya dalam bidang hokum, semuanya melambangkan seorang yang kamil pada masa itu.[2]

KARYA-KARYANYA IBNU SAHNUN
Ibnu Sahnun menulis dalam berbagai bidang ilmu, hal ini terbukti dari banyaknya jenis buku yang ditulis oleh Ibnu Sahnun. Ibnu Sahnun telah menulis buku tidak kurang dari 200 buku, diantaranya adalah:
  1. adab al-Mu’allimin, berisi tentang pemikiran pendidikan, mulai dari pentingnya kerja sama yang baik antara orangtua murid dengan pendidik, kurikulum, badan pengawas (supervise), dan lain-lain.
  2. ajwibah Ibnu Sahnun, berisi tentang jawaban-jawaban Ibnu Sahnun seputar persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat pada waktu itu.
  3. kitab al-Jami’, merupakan karyanya yang paling besar, tidak kurang dari 100 juz, terhimpun berbagai jenis ilmu dan terutama ilmu fiqh.
  4. kitab al-Musnad al-Hadits, Risalah fi as-Sunnah, Kitab al-Ibadah, Kitab al-Wara’, Kitab al-Hujjah ‘ala an-Nasara, dan lain-lain.
Sebagian karya yang dihasilkan oelh Ibnu Sahnun tersebut menunjukkan kepada kita bahwa Ibnu Sahnun memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang ilmu agama.


PEMIKIRAN IBNU SAHNUN TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

Kurikulum
Ibnu Sahnun membagi kurikulum pendidikan kepada dua bagian, kurikulum wajib, dan kurikulum pilihan. Kurikulum wajib meliputi al-Qur’an hadits, dan fiqh. Sedangkan kurikulum pilihan berkisar pada materi-materi: ilmu hitung, syair, al-Gahrib (kata-kata sulit), bahasa Arab, dan ilmu nahwu.

Kurikulum yang dirancang oleh Ibnu Sahnun pada dasarnya bertujuan untuk menanamkan sendi-sendi pendidikan berdasarkan norma-norma pengetahuan islam dan penerapan kurikulum pendidikan sejalan dengan filsafat islam yang mengajak manusia memiliki pengetahuan sesuai dengan nilai-nilai islam. Tujuan pendidikan yang dicanangkan Ibnu Sahnun berusaha membekali anak didik dengan pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan untuk mengantisipasi situasi yang akan mereka hadapi dalam kehidupan dan melatih berpikir logis. Hal ini terlihat dari komposisi kurikulum yang diterapkan Ibnu Sahnun. Yakni berupa jenis pengetahuan dasar yang diperlukan seperti membaca, menulis, dan ilmu hitung.

Pendidikan Kejiwaan
pendidikan kejiwaan adalah sesuatu yang penting untuk menghubungkan manusia dengan penciptanya. Pendidikan kejiwaan ditekankan untuk membentuk kepribadian anak agar memiliki kepribadian yang sempurna.

Program pendidikan Ibnu Sahnun menjadikan al-Kuttab sebagai gambaran mini dari suatu masyarakat, dimana anak didik diharapkan dapat menyesuaikan dirinya untuk hidup di masyarakat dengan didasari atas keserasian antara individu dan kebutuhan masyarakat, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Metode Pendidikan
Metode pendidikan yang dimaksud oleh Ibnu Sahnun adalah system-sistem atau langkah-langakah tertentu tentang situasi tertentu. Sebagai gambaran tentang metode yang dimaksudkan oleh Ibnu Sahnun, yaitu tentang kaidah yang harus diperhatikan para pendidik dalam pengajaran al-qur’an, antara lain:
    1. tidak menyentuh al-qur’an kecuali dengan wudhu, dan tidak ada salahnya bagi anak yang belum sampai usia tamyiz membaca ayat-ayat al-qur’an di papan tulis tanpa wudhu jika ia sedang belajar, demikian juga pendidik.
    2. Jika seorang pendidik membaca ayat sajadah sedangkan ia membacanya untuk anak didik maka tidak menjadi keharusan  bagi anak untuk sujud tilawah karena seorang anak tidak sebagai imam. Kecuali jika anak itu telah dewasa, tidak ada salah baginya untuk sujud,. Jika ia meninggalkan sujud tilawah pun tidak ada hukuman atasnya, karena sujud tilawah itu tidak wajib. Demikian juga jika seorang pendidik membaca ayat sajadah, ia boleh melakukan sujud dan boleh juga tidak.

Sedangkan metode pengajaran secara umum kepada anak didik, yang harus diikuti oleh pendidik adalah sebagai berikut.
a.       Seorang pendidik sepantasnya menyediakan waktu bagi anak didik untuk mengajar mereka berbagai kitab.
b.      Pendidik tidak boleh memindahkan mereka dari satu surat ke surat lain hingga mereka hafal, menguasai tata bacaan, dan tulisannya.
c.       Pendidik hendaklah menuyediakan waktu khusus untuk diskusi agar mereka belajar dasar-dasar diskusi dan tata karma mendengar. Pendidik hendaknya memberikan mereka kebebasan mengungkapkan pendapat.
d.      Pendidik hendaknya menyediakan waktu pada akhir pekan belajar untuk mendengarkan (mengulang), menegaskan (mengetahui) penguasaan murid melalui hafalan.
e.       Pendidik hendaklah bersifat adil di kalangan anak didik, memperlakukan mereka dengan sama, baik bangsawan atau orang biasa.

Peranan pendidik
Ibnu Sahnun menekankan pentingnya pendidikan dalam proses pendidikan. Menurutnya pendidik tidak hanya terbatas pada pendidikan dan pengajaran, namun lebih dari itu seorang pendidik hendaklah berperan sebagai orang tua bagi anak didik. Oleh karena itu, Ibnu Sahnun memberikan penjelasan tentang beberapa hal yang seyogianya dimiliki oleh seoarang pendidik, yaitu:
a.       mencurahkan perhatiannya secara langsung terhadap anak didik,
b.      pada waktu seorang anak didik tidak hadir, pendidik harus menghubungi keluarga anak didik,
c.       pendidik senantiasa bersungguh-sungguh menyediakan waktu untuk anak didik,
d.      pendidik menguasai hafalan al-Qur’an, mengetahui ilmu fiqh, mengetahui ilmu nahwu, kaligrafi, dan lain-lain.
Selain ketentuan-ketentuan di atas, Ibnu Sahnun juga mempersyaratkan kepada pendidik tentang perilaku pendidik yang harus dimiliki, yaitu perilaku mulia, dimana pendidik dapat menerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidik hendaknya berperilaku yang dapat memberikan suri teladan kepada anak didiknya, seperti ikhlas, takwa, mempunyai rasa tanggungjawab, dan sopan santun.[3]

Adapun kesimpulan mengenai pembahasan pemikiran ibnu sahnun tentang pendidikan, yaitu sebagai berikut. Ibnu Sahnun tergolong sebagai tokoh pendidikan islam angkatan pertama, beliau banyak menulis kitab-kitab yang berisi tentang berbagai bidang ilmu, termasuk juga bidang pendidikan. Pandangan Ibnu Sahnun dalam bidang pendidikan adalah penekanannya pada kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik. Pendidikan yang diharapkan oleh Ibnu Sahnun adalah model pendidikan kejiwaan, pendidikan yang memadukan antara tujuan duniawi dan ukhrawi.



DAFTAR BACAAN
Nata Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada Cet II, 2001)

Said M., Pendidikan Abad Keduapuluh dengan Latar Belakang Kebudayaannya, (Jakarta: Mutiara,

Susanto A., Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009)














[1] Drs. A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakart: Amzah, 2009) hal. 54. 
[2] M. Said, Pendidikan Abad Keduapuluh dengan Latar Belakang Kebudayaannya, (Jakarta: Mutiara, 1981) 
[3] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada Cet II, 2001)

No comments:

Post a Comment

Surah Al-Fatihah, menjadi pembuka & Kunci kehidupan di Dunia & Akhirat

بسم الله الرحمن الرحيم Asma Alloh harus digunakan dalam kehidupan (bukan sekedar dibaca/dijadikan wiridan saja) الحمد لله رب العالمين...