Melihat Konsep Dasar Pendidikan Multikultural


Pendidikan multikultural masih diartikan sangat beragam, apakah pendidikan ini berkonotasi tentang pendidikan tentang keragaman budaya, atau pendidikan untuk membentuk sikap menghormati keragaman budaya. Secara etimologis pendidikan multikultural terdiri dari dua term, yaitu pendidikan dan multikultural. Sedangkan dari sisi terminologis, pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). (Ainurrofiq Dawam. 75, 2006).




Prudence Crandall seorang pakar pendidikan Amerika Serikat yang dikutip Ainurrofiq Dawam memberikan pandangannya bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaan) dan budaya (kultur).(Ainurrofiq Dawam. 100, 2003).James A. Banks, salah seorang pioner pendidikan multikultural menyatakan bahwa pendidikan multikultural dapat dipahami sebagai konsep, ide, falsafah atau suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. (H.A.R.  Tilaar. 181, 2004).

Sementara Azyumardi Azra memaknai pendidikan multikultural sebagai pendidikan atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu bahkan dunia secara keseluruhan. Dengan demikian nantinya diharapkan dapat menumbuhkan sikap toleransi, saling pengertian dan keterbukaan, serta semua sikap dan nilai penting bagi harmoni sosial dan perdamaian. (Azyumardi Azra. XVIII, 2010).

Dede Rosyada dengan mengutip pendapat para ahli tentang pendidikan multikultural, di antaranya: Sunarto menjelaskan pendidikan multikultural sebagai pendidikan keragaman budaya dalam masyarakat atau pendidikan yang menawarkan ragam model untuk keragaman budaya dalam masyarakat dan diartikan sebagai pendidikan untuk membina sikap siswa agar menghargai keragaman masyarakat. Sementara Conny R. Semiawan memaknai pendidikan multikultural dengan pemberian hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas untuk seluruh kelompok etnik dan budaya masyarakat Indonesia dan memiliki hak yang sama untuk mencapai prestasi terbaik di bangsa ini. (Dede Rosyada. 03, 2008).

Secara terperinci, M. Ainul Yaqin memaparkan bahwa pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah (M. Ainul Yaqin. 25, 2005) Dalam konteks ini, pendidikan multikultural di pandang sebagai pendidikan progresif dalam melakukan transformasi pendidikan secara komprehensif yang membongkar segala kekurangan dan kegagalan serta terdapatnya praktek-praktek diskriminasi dalam proses pendidikan. (Melani Budianta. 103, 2003).
Gagasan pendidikan multikultural di Indonesia sendiri, yang digagas oleh H.A.R. Tilaar adalah pendidikan untuk meningkatkan penghargaan terhadap keragaman etnik dan budaya masyarakat. Pendidikan multikultural dipersepsikannya sebagai jembatan untuk mencapai kehidupan bersama dari umat manusia dalam era globalisasi yang penuh dengan tantangan-tantangan baru (H.A.R. Tilaar. 137, 2004). Sebab jiwa dari globalisasi itu merupakan informasi yang tidak berbatas (borderless information), globalisasi yang dikenal dengan global village, muncul disebabkan perkembangan teknologi informasi. Dalam situasi inilah terjadinya proses lintas budaya yang mempertemukan nilai-nilai budaya yang satu dengan yang lainnya. Pertemuan nilai-nilai budaya ini, tentunya dapat menghasilkan nilai-nilai baru yang bermakna ataupun sebaliknya.

Dalam konteks kebudayaan nasional, menurut Tilaar globalisasi tidak diasumsikan sebagai massafikasi umat manusia tetapi sebaliknya menonjolkan individualitas manusia. Individualitas atau identitas suatu bangsa sebagai aset kekayaan manusia itu sendiri. Globalisasi bukan akan mengancurkan budaya bangsa, tetapi justru menyuburkan hidupnya berbagai jenis budaya global sebagai sumbangan bagi lahirnya mozaik budaya internasional yang lebih marak (H.A.R. Tilaar. 56, 1997).

Untuk itu dalam konsepsi Tilaar pendidikan multikultural tidak terlepas dari keseluruhan dinamika budaya suatu masyarakat. Oleh sebab itu, tinjauan studi kultural haruslah diadakan melalui lintas batas (border crossing) yang melangkahi batas-batas pemisah yang tradisional dari disiplin-disiplin dunia akademik yang kaku sehingga pendidikan multikultural tidak terikat pada horison sempit yang hanya melihat pendidikan di sekolah (school education) dan proses pendidikan tidak melebihi sebagai proses transmisi atau reproduksi ilmu pengetahuan kepada generasi yang akan datang (H.A.R. Tilaar. 202, 2003).

Dari beberapa teori yang dikemukakan para pakar di atas, pada dasarnya konsep pendidikan multikultural mengarah pada esensi yang sama, yaitu sebagai proses pembinaan generasi bangsa (peserta didik) untuk dapat hidup berdampingan, agar dapat menjalin konsolidasi bangsa yang kuat, dengan memperlihatkan jati diri/identitas bangsa yang jelas, tanpa membedakan ras, etnik, agama dan budaya, sehingga mampu mewujudkan cita-cita ideal founding fathers bangsa ini dalam membangun bangsa Indonesia yang berkeadilan sosial, menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bersama, membangun peradaban, dan berperan dalam persaingan dunia global. 

DaftarBacaan
AinurrofiqDawam, Pendidikan Multikultural, Jogjakarta: Inspeal, 2006.

AinurrofiqDawam,Emoh Sekolah,Menolak Komersialisasi Pendidikan dan Kanibalisme Intelektual Menuju Pendidikan Multikultural, Jogjakarta: Inspeal AhimsaKarya Press,2003.

H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Jakarta, Grasindo, 2004.

Azyumardi Azra dalam “Prolog Urgensi Pendidikan Multikultural, Cerita Sukses Pendidikan Multikultural di Indonesia, (Jakarta: CSRC UIN Syahid Jakarta, 2010).
Dede Rosyada, Pendidikan Multikultural Melalui Pendidikan Agama Islam, dalam Jurnal Ta'dib, vol. 11, Nomor 1, Tahun 2008.

M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural; Cross-Cultur Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005).

Melani Budianta, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural: Sebuah Gambaran Umum, dalam Burhanuddin (ed.), Mencari Akar Kultural Civil Society di Indonesia (Jakarta: Indonesian Institute for Civil Society, 2003).

H.A.R. Tilaar, Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi Visi, Misi dan Program Aksi Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020, (Jakarta: Grasindo. 1997).

H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan, Suatu Tunjauan dari Persfektif Study Kultural. Jakarta, Indonesia Tera, 2003.






No comments:

Post a Comment

Surah Al-Fatihah, menjadi pembuka & Kunci kehidupan di Dunia & Akhirat

بسم الله الرحمن الرحيم Asma Alloh harus digunakan dalam kehidupan (bukan sekedar dibaca/dijadikan wiridan saja) الحمد لله رب العالمين...