PSIKOLOGI PENDIDIKAN

A.     Pendahuluan

Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.

B.     Mendorong Tindakan Belajar

             Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan  informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.
Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.
Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.
Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.

C.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1.   Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2.   Faktor Psikologis
     Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar      
     jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara
     terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1.   Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
2.2.  Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3.  Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima  kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4.  Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5.  Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

HADIST
KARAKTER PESERTA DIDIK

           Pendidikan adalah sebagai wahana untuk membentuk manusia ideal, maka pendidikan tidak akan pernah terlepas dari kehidupan kita sehari-hari. Di lain pihak pendidikan merupakan faktor penentu kemajuan suatu negara. Maju tidaknya suatu negara tergantung dari kualitas pendidikan di dalamnya. Sudah jelas kiranya bahwasanya pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia.
Anak didik sebagai salah satu komponen pendidikan dalam hal ini memerlukan perhatian yang cukup serius, terlebih selain sebagai objek juga berkedudukan sebagai subjek dalam pendidikan. Dengan kedudukan yang demikian maka keterlibatan anak didik menjadi salah satu faktor penting dalam terlaksananya proses pendidikan.
Ibn Khaldun seseorang yang terkenal sebagai pakar sosiolog, mencoba mendefinisikan anak didik sesuai tingkat pemahamannya. Dengan latar belakang sosiolog dan juga sejarawan, sedikit banyaknya memberikan pengaruh dalam usahanya memberikan pandangan terhadap anak didik. Anak didik merupakan salah satu komponen terpenting dalam pendidikan. Tanpa anak didik, proses kependidikan tidak akan terlaksana.
Peserta didik dalam paradigma pendidikan Islam merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan
Paradigma di atas menjelaskan bahwa anak didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkan, mengembangkan, serta membimbing potensi yang dimilikinya, menuju kedewasaan.
            Menurut Samsul Nizar (2002) beberapa hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu :
  1. Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia sendiri.
  2. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
  3. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
  4. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual.
  5. Peserta didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
  6. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.[1]


A.    Hadits I
وَعَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ‹‹مَنْ عُلِّمَ الرَّمْيَ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا››، أَوْ فَقَدَ عَصَى. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
            Dan dari padanya (Abi Hammad/Sa`ad) bahwasanya dia berkata : Rasulullah SAW bersabda:“Barangsiapa yang diajarkan memanah kemudian meninggalkannya, maka bukanlah   termasuk golongan kami, atau dia telah berbuat maksiat. (HR. MUSLIM).

       Kosa Kata:
Ullima       : mengajar
Ar-roma   : memanah
Asho         : berbuat maksiat

Penjelasan :
Hadits ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim pada bab tentang keutamaan memanah. Orang yang telah belajar memanah kemudian melupakannya tanpa uzur/ halangan mendapatkan ancaman yang besar, sebab ia telah berhasil menjadi orang yang ahli untuk mempertahankan agama Allah dan memerangi/melawan musuh serta dia sudah piawai untuk tugas jihad. Maka, apabila ia meninggalkannya ia telah melakukan perbuatan yang ceroboh/lalai. Ia tidak mengamalkan ilmu yang ia miliki, padahal Allah telah meridhoi ia untuk pandai memanah, tetapi ia tidak mensyukurinya dan tidak memanfaatkan ilmu itu dengan baik, ia melalaikan nikmat yang Allah telah berikan.

Kaitan dengan pendidikan / karakter anak didik:
Kaitannya yaitu seorang anak didik yang lalai atau tidak mengamalkan ilmunya. Diibaratkan anak yang sudah piawai/ahli memanah, tetapi tidak mau berperang/ berjihad.


Biografi Imam Muslim
Nama lengkap beliau ialah Imam Abdul Husain bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Beliau dilairkan di Naisabur tahun 204 H/820 M. Yaitu sebuah kota kecil yang terletak dinegara Iran. Sebagaimana dikatakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya Ulama’ul Amsar. Imam Muslim adalah penulis kitab Sahih dan kitab ilmu hadits. Beliau adalah ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal sampai kini.[2]
Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang luar biasa. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari hadits. Pada tahun 218H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya kurang dari lima belas tahun. Beruntung, beliau dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalan. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari gurunya yang salah menyebutkan periwayatan hadits.
Kehidupan Imam Muslim penuh dengan kegiatan mulia. Beliau merantau ke berbagai negeri untuk mencari hadits. Dia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan Negara-negara lainnya. Dia belajar hadits sejak masih kecil, yakni mulai tahun 218 H. Dalam perjalanannya, Muslim bertemu dan berguru pada ulama hadits.
Imam Muslim yang dikenal sangat tawadhu’ dan wara’ dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut Muhammad Ajaj Al-Khatib, guru besar hadits pada universitas Damaskus, Syiria. Hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sementara menurut Imam Al Khuli, Ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang beliau tulis dalam Sahih Muslim itu diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.
Imam Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam masalah ilmu hadits (sanad,matan,kritik,dan seleksinya) setelah Imam Bukhari. “Di dunia ini orang yang benar-benar ahli dibidang hadits hanya empat orang; salah satunya adalah Imam Muslim”, komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafizh. Maksud ungkapan itu tak lain adalah ahli-ahlli hadits terkemuka yang hidup dimasa Abu Quraisy.[3]
·         Wafatnya
Setelah mengarungi kehidupan yang penuh berkah, Muslim wafat pada hari ahad sore dan dimakamkan dikampong Nasr Abad daerah Naisabur pada hari senin, 25 Rajab 261 H. Dalam usia 55 tahun. Selama Hidupnya, Muslim menulis beberapa kitab yang sangat bermanfaat.
·      Para Gurunya
Imam Muslim mempunyai guru hadits yang sangat banyak sekali, diantaranya adalah: Utsman bin Abi Syaibah, Abu Bakar bin Syaibah, Syaibah bin farukh, Abu Kmail al-Juri, Zuhair bin Harab, ‘Amar an-Naqid, Muhammad bin Musanna, Muhammad bin Yasar, Harun bin Sa’id al-Aili, Qutaibah bin Sa’id, dan lain sebagainya.
·      Murid yang Meriwayatkan Haditsnya
Banyak para Ulama yang meriwayatkan Hadits dari Imam Muslim, bahkan diantaranya terdapat ulama besar yang sebaya dengan dia. Diantaranya, Abu Hatim ar Razi, Musa bin Harun, Ahmad bin Salamah, Abu Bakar bin Khuzaimah, Yahya bin Said, Abu Awanah, Abi Isa at Tirmizi,  Abu Amar Ahmad bin al-Mubarak al-Mustamili, dan lain sebagainya.
·          Kitab Tulisan Imam Muslim
Imam Muslim mempunyai kitab hasil tulisannya yang jumlahnya cukup banyak. Diantaranya:
1.      Al-Jamius Syahih
2.      Al-Musnadul Kabir
3.      Kitab Al-Asma’ wal Kuna
4.      Kitab al-Ilal
5.      Kitab al-Aqran
6.      Kitab Sualatihi Ahmad bin Hanbal
7.      Kitab al-Intifa’ bi Uhubis Siba’
8.      Kitab al-Muhadramain
9.      Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahidin
10.  Kitab Auladus Sahabah
11.  Kitab Auhamul Muhadisin                            

B.     HADITS II
وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِيْثِكَ، فَاجْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأْتِيْكَ فِيْهِ تُعَلِّمُنَا مِمَّا عَلَّمَكَ اللهُ، قَالَ: ‹‹اِجْتَمِعْنَ يَوْمَ كَذَا وَكَذَا››. فَاجْتَمَعْنَ، فَأَتَاهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَّمَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ، ثُمَّ قَالَ: ‹‹مَا مِنْكُنَّ مِنِ امْرَأَةٍ تُقَدِّمُ ثَلاَثَةً مِنَ الْوَلَدِ إِلاَّ كَانُوْا لَهَا حِجَابًا مِنَ النَّارِ››. فَقَالَتِ امْرَأَةٌ: وَاثْنَيْنِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ‹‹وَاثْنَيْنِ››. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Abu Sa’Id al-Khudry berkata: “seorang perempuan datang lalu berkata kepada Nabi SAW, ya Rasulullah, orang-orang laki telah memborong semua haditsmu, maka berilah kesempatan bagi kami suatu hari yang kami akan datang kepadamu agar kau ajarkan kepada kami apa yang telah diajarkan Allah kepada mu. Maka Rasulullah meminta mereka datang pada suatu hari yang telah ditentukannya, dan berkumpullah mereka. Maka mereka diajarkan oleh Nabi beberapa keterangan, kemudian Nabi bersabda: “ tiada seorangpun diantara kamu yang kematian tiga anak, melainkan mereka itu nanti akan menjadi dinding (penghalang) dari api neraka. Perempuan itu bertanya: kalau dua orang anak bagaimana?, jawab Nabi: “juga dua orang anak”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Kosa Kata :
ذَهَبَ الرّجَالُ بِحَدِيْثِكَ     Orang-orang laki telah memborong semua hadits mu
فَاجْعَلْ لَنَا                    Maka berilah kesempatan bagi kami:
يَوْمًا نَأتِيْكَ                    Suatu hari yang kami akan datang kepada mu:
تُقَدِّمُ                           Ditinggal mati:
فَجْتَمَعْنَ                      Maka berkumpullah mereka:
حِجَابً                       Dinding
Penjelasan:
Hadits ini dari Abu sa’id al-khudry, Rasulullah bersabda: suatu hari ada seorang perempuan dating mendekati Rasul, kemudian perempuan itu berkata: “Ya Rasul, selama ini yang selalu mengambil / yang kau ajarkan tentang hadits mu hanyalah orang-orang laki,berilah kami kesempatan kepada ku (perempuan) pada suatu hari dimana kau dapat mengajarkan suatu ilmu kepada ku layaknya Allah telah mengajarkan mu. Rasulullah bersabda (menjawab): ikutlah berkumpul pada hari yang ditentukan. Maka berkumpullah perempuan itu, tatkala Nabi Muhammad dating maka beliau mengajarkan mereka sebagai mana yang telah diajarkan Allah kepadanya. Nabi bersabda: “tidak ada seorangpun di antara kalian yang ditinggal mati anak laki-laki atau perempuan satu, dua atau tiga orang, melainkan ia akan menjadi penghalang dari api neraka. Kemudian perempuan itu bertanya: bagaimana kalau dua orang?. Nabi menjawab: dua orang juga. (H.R. Bukhori dan Muslim)
Kaitan hadits dengan Pendidikan:
            Dalam hal pendidikan dewasa ini, ada beberapa orang dari kaum wanita yang memiliki karakter dan semangat yang sangat kuat dalam belajar layaknya kaum laki-laki, mereka merasa tidak mau tertinggal pengetahuannya dari kaum laki-laki, oleh karenanya wanita di zaman sekarang berusaha memposisikan derajatnya agar setara dengan kaum lelaki baik dalam hal keilmuan atau pendidikan, politik dan pemerintahan.


  [1] Nizar, Syamsul, H. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis) Jakarta: Ciputat Pers. 2002        
  [2] Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, hlm. 801.
  [3] http://members.tripod.com/fitrah_online/thema/des98/1298muslim.htm

Surah Al-Fatihah, menjadi pembuka & Kunci kehidupan di Dunia & Akhirat

بسم الله الرحمن الرحيم Asma Alloh harus digunakan dalam kehidupan (bukan sekedar dibaca/dijadikan wiridan saja) الحمد لله رب العالمين...