Mengenal Madzhab Maliki

Sejarah Singkat Imam Malik
Imam Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir al Asbahi adalah pendiri madzhab Maliki, beliau lahir di kota Madinah pada tahun 93 H dari orang tua berketurunan Arab. Semasa hidunya Imam malik dikenal rajin dan tekun dalam mencari ilmu, walau terbilang dari keluarga sederhana. Bahkan dalam sejarahnya di ceritakan  semua yang dimilikinya (sampai menjual atap rumahnya) digunakan hanya untuk mencari ilmu.

Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir al Asbahi melakukan pengembaraan ilmunya di kota Madinah, adapun orang pertama yang menjadi tempat belajar baginya adalah Abd Rahman bin Hurmuz, Malik menetap dengan gurunya dalam waktu yang lama dan tidak bergaul dengan orang-orang lain.  Kemudian ia meneruskan jejak pengembaraan keilmuannya pada Nafi Maula ibn Umar dan Ibn Syihab Az Zuhri.

Dalam memperdalam ilmu fiqihnya, Imam Malik belajar kepada Rabi'ah bin Abd Rahman yang dikenal dengan Rabi'ah ar Ra'yu.  Diceritakan bahwa ketika gurunya sudah megakui kapasitasnya dalam hal hadits dan fiqih, Imam Malik pernh berkata "saya tidak duduk untuk berfatwa sehingga tujuh puluh orang guru dari ahli ilmu telah mengakui bahwa saya telah berhak mendapati posisi itu.

Kemudian Imam Malik dikenal sangat hati-hati dalam mengeluarkan fatwa. Tidak mau menjawab pertanyaan yang ia sendiri tidak pahami, dan jika ia tidak dapat memastikan suatu hukum tentang permasalahan, maka yang ia katakan tidak tahu agar dia terlepas  dari kesalahan fatwa, tidak tergesa-gesa dalam menjawab persoalan yang ditujukkan kepadanya. (Rasyad Hasan  Khalil, 2009. 181).

Mengeluarkan fatwa merupakan pekerjaan memahami, mengurai, dan menafsirkan kembali al Qur'an dan Hadits dan memadukannya dengan kondisi zaman yang ada. Selain harus memahami al Qur'an dan Hadits para pemberi fatwa haruslah peka terhadap konteks perkembangan ilmu yang disandarkan dalam berfatwa tersebut saat menjawab segala persoalan. Para ulama sepakat bahwa Imam Malik adalah Imam terpercaya dari hadits yang diriwayatkannya. Guru-guru, teman kerabat, dan orang-orang sesudahnya berkata bahwa hadits yang paling shahih adalah yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi dari ibn Umar, kemudian Malik dari Abu Zinad dari A'raj dari Abu Hurairah. (Hudari Bik, 1980. 418-419).

Karya dan Perkembangan Madzhab Maliki
Di antara karya-karya Imam malik adalah Kitab al Muwatha, kitab yang ditulis atas anjuran khalifah Ja'far al Mansyur 144 H. dalam kitab ini mengandung dua aspek yaitu hadits dan fiqih. Dilihat dari sudut pandang hadits karena kitab ini banyak mengandung hadits-hadits yang bersandar dari Rasulullah Saw, sahabat dan thabi'ien.

Sementara yang di maksud dengan aspek fiqih, pada kitab ini disusun berdasarkan sistematika dengan bab-bab pembahasan seperti layaknya kitab fiqih (bab thaharah, kitab shalat, kitab zakat, syiam, dsb). Dan setiap bab di bagi lagi menjadi beberapa pasal, yang setiap pasalnya mengandung fasal-fasal sejenis seperti fasal shalat jama'ah, shalat safar dan seterusnya.

Melihat sejarahnya, Imam malik pernah mengangkat murid yang bernama Asad ibn al Furat an Naisabury yang berasal dari Tunisia, yang kemudian Asad ibn al Furat an Naisabury mengumpulkan risalah-risalah tidak kurang dari 1036 masalah yang menjadi fatwa Imam malik untuk disatukan ke dalam satu kitab yang di beri nama al Mudawwamah al Qubra. 

Dalam versi yang berbeda, di ceritakan ketika Asad ibn al Furat an Naisabury pergi ke Qairawan, Asad memberikan catatannya tentang kumpulan al Mudawwamah al Qubra kepada Sahnun untuk dijadikan sebuah kitab yang kemudian di beri nama oleh sahnun dengan kitab al Asaliyah. Sahnun menerima al Mudawwamah dari Asad ibn al Furat pada mulanya dalam keadaan belum tersusun dengan baik dan belum diberi bab.

Sahnun kemudian menyusun dan membeerikan bab dalam kitab Mudawwamah serta menambahkan dalil-dalil dari atsar menurut riwayat Ibn Wahab dan lainnya yang dimuat dalam kitab al Mudawwamah. Itulah sebabnya para ulama menganggap bahwa kitab al Mudawwamah  merupakan kitab yang disusun oleh Sahnun menurut madzhab Imam malik, dan kitab tersebut yang dikenal dengan dasar fiqih Maliki dicetak dua kali di Mesir dan tersebar luas di sana. (AB. Wahab. Khalaf, 1995. 90).

Sementara para sahabat Malik bin Anas yang dikenal berjasa dalam mengembangkan pemikirannya, sampai berkembang pesat dikalangan kaum muslimin hampir diseluruh pelosok negeri, diantaranya ialah: Usman ibn Al Hakam al Juzami, Abd Rahman bin Khalid bin Yazid bin Yahya, Abd Rahman bin Qasim, Asyhab bin Abd aziz, dan Abd al Hakam. Madzhab Maliki  sampai sekarang masih hidup ajarannya dan berkembang di sebagian kaum muslim Maroko, Algers, Tunisia, Triopoli, Libya dan Mesir.

Pokok Pikiran & Metode Istinbath Madzhab Maliki
Imam Malik tidak pernah menuliskan dasar dan kaidah madzhabNya dalam beristinbath serta manhajnya dalam berijtihad, walau beliau pernah mengutarakan dan menuliskannya. Berdasarkan penjelasan dan isyarat Imam Malik serta hasil instinbath para fuqaha madzhab dari berbagai masalah furu yang dinukilkan dan juga pendapat yang ada dalam kitab al Muwaththa dapat disimpulkan dengan:

Pertama. Al Qur'an oleh Imam Malik diletakkan di atas segala dalil, di dahulukan dari pada sunnah karena al Qur'an merupakan sumber syar'I sampai hari kiamat. Kedua. Sunnah menempati urutan kedua setelah al Qur'an, manhaj Imam Malik dalam mengistinbath hukum dari sunnah adalah mengambil hadits mutawatir, hadits masyhur di zaman thabi'ien dan thabiit' thabi'ien, Imam Malik tidak mengambil setelah zaman itu, dengan menggunakan khabar ahad yang mendahulukan amalan penduduk Madinah.

Ketiga. Amalan penduduk Madinah, dianggap oleh Imam Malik sebagai "Hujjah" karena perbuatan ini tidak mungkin melainkan cerminan dari Rasulullah Saw dan untuk menguatkan pendapat ini, beliau menukil pendapat gurunya Rabi'ah bin Abdurrahman, " seribu orang yang meriwayatkan dari seribu yang lain lebih baik dari pada hanya satu orang". Imam Malik mencela setaiap faqih yang tidak menggunakan amalan penduduk Madinah, karena ia sama dengan hadits mutawatir, jika demikian haruslah diutamakan dari pada hadits ahad.

Keempat. Fatwa sahabat. Menurut Imam Malik fatwa sahabat adalah hadits yang harus di amalkan jika memang benar periwayatannya, terutama pada era khulafaurrasyidin, jika meman tidak ada nash terkait masalah tersebut.

Kelima. Qiyas, maslahah mursalah dan istihsan. Imam Malik menggunakan qiyas dengan maknanya secara istilah yaitu menggabungkan hukum satu masalah yang tidak ada nasnya dengan masalah yang sudah ada nashnya karena ada persamaan dari aspek illatnya. Imam Malik juga menggunakan maslahah mursalah  yaitu menguatkan hukum suatu kemaslahatan yang merupakan cabang dari qiyas, tentunya juga mencakup maslahah mursalah yang merupakan kemaslahatan yang tidak ada dalil menolak dan membenarkannya, dengan syarat untuk menghilangkan kesusahan (kemudharatan).

Keenam. Sad Adz-dzara'I, dasar ini dapat ditemukan dalam masalah furu yang dinukilkan dari Imam Malik. Sad Adz-dzara'I adalah sesuatu yang mengakibatkan terjadinya perbuatan haram adalah haram, dan yang membawa kepada yang halal maka hukumnya halal sesuai dengan ukurannya. Dan setiap yang membawa kerusakan maka haram hukumnya.

Ketujuh. Al Urf (adat istiadat). Dari beberapa dasar hukum yang digunakan Imam malik dalam membangun logika bermadzhabnya, tampak jelas keistimewaan dan keluasan Imam Malik untuk menggali hukum-hukum syari'at pada setiap zaman dan waktu, terutama dasar maslahah mursalah (kemaslahatan umum) yang termuat dalam sebagian besar fiqih Madzhab Maliki dalam setiap masalah yang ada di dalam kitab madzhab, sampai sebagian ulama menisbatkan term kemaslahatan kepada Imam Malik. (Rasyad Hasan  Khalil, 2009. 182-184).

Dalam literatur lain yang membahas tentang metode istinbath Maliki, ditemukan juga bahwa Imam malik langsung menggunkan qiyas setelah dua sumber hukum yang utama, hal ini dapat di jumpai dalam Tarjamah Tharikh Tas'yri Islam dan Khulasoh Tarik Tasyri Islam.


Daftar Bacaan
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri; Sejarah Legislasi Hukum Islam, (Jakarta: Amzah. 2009).
Hudari Bik, Tarikh Tasyri, Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Indonesia: Darul Ihya. 1980).
AB. Wahab Khollaf, Khulashoh Tarikh Tasyri Islam, (Solo: Ramadhani. 1995).






No comments:

Post a Comment

Surah Al-Fatihah, menjadi pembuka & Kunci kehidupan di Dunia & Akhirat

بسم الله الرحمن الرحيم Asma Alloh harus digunakan dalam kehidupan (bukan sekedar dibaca/dijadikan wiridan saja) الحمد لله رب العالمين...